29.4 C
Jakarta
Tuesday, April 30, 2024

Keuskupan Pangkalpinang dan Perjuangan Melawan Perdagangan Manusia

BERITA LAIN

More
    Pembagian “pita merah” sebagai simbol perlawan terhadap TPPO yang dilakukan orang muda lintas iman bersama Komisi KPPPMP Keuskupan Pangkalpinang di Harbour Bay Batam, Kep. Riau. Dok KKPPMP Keuskupan Pangkalpinang

    POSISI strategis Batam yang dekat dengan Malaysia dan Singapura, menjadikannya sebagai kota transit nomor satu, bagi mafia dan sindikat perdagangan manusia, terutama untuk tujuan Malaysia. Praktik ini sangat menggurita di Batam, dari level terendah hingga tertinggi, melibatkan pihak swasta hingga pemerintah.

    Korban perdagangan manusia didatangkan dari berbagai wilayah Indonesia, melalui jalur laut dan udara ke Batam. Selanjutnya, korban diperdagangkan ke Malaysia melalui jalur laut. Dari Batam, keprihatinan kepada perdagangan manusia ini akhirnya menjadi isu nasional, bahkan international.

    Gereja Katolik di Keuskupan Pangkalpinang tidak tinggal diam. Melalui Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKP-PMP) Keuskipan Pangkalpinang menjawab permasalahan perdagangan manusia ini.

    Sejarah Mula

    Di Keuskupan Pangkalpinang, aksi KKP dan KMP telah terealisasi sejak tahun 1975, pada masa awal pengungsian Vietnam di Pulau Galang, Batam. Pada tahun 1975-1996, Uskup Pangkalpinang, Mgr. Rolf Reichenbach, SS.CC berperan besar dalam memperjuangkan perlindungan bagi pengungsi Vietnam yang terdampar di Tanjung Pinang. Mgr. Reichenbach menyurati United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sehingga pengungsi Vietnam memperoleh tempat berdiam di Pulau Galang. Sejak saat itu, Gereja hadir bagi pengungsi dan perantau.

    Namun, aksi Mgr. Reichenbach dikritik bahwa Gereja mencampuri urusan negara, mengganggu stabilitas, dan mencari popularitas. Menanggapi itu, Mgr. Reichenbach menyatakan Gereja harus terlibat membawa kegembiraan dan harapan. Aksinya itu adalah komitmen iman, dilandasai visi bahwa martabat manusia sebagai makhluk yang merdeka tanpa sekat.

    Pasca pengungsian Vietnam di Pulau Galang, pada tahun 1996, Gereja merasa perlu untuk melanjutkan karya migran tersebut. Maka, pada tahun 1997, Gereja membentuk KMP, dengan Romo Williem, SS.CC sebagai ketua pertama. Romo Williem bertanggung jawab mulai dari pembentukan sekretariat hingga menjadi komisi. Pada tahun 1999, Sekretariat Migran Keuskupan Pangkalpinang terbentuk dan berkantor di aula Gereja Santa Theresia, Kelurahan Sungai Harapan, Kecamatan Sekupang, Batam.

    Pada tahun 2000, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) membentuk komisi yaitu KKP dan PMP. Pada tahun 2001, Sekretariat Migran Keuskupan Pangkalpinang menjadi komisi yaitu KMP.

    Pada tahun 2004, dengan semakin besar jumlah korban yang dilayani maka Gereja Santa Theresia dirubuh dan diganti dengan bangunan Shelter Santa Theresia yang terintegrasi dengan kantor KMP. Pada tahun 2007, KKP dan PMP digabung dalam satu kesatuan menjadi KKPPMP atas dasar kesamaan isu sosial yang ditangani, yaitu perdagangan manusia serta kekerasan terhadap perempuan dan anak.

    Korban perdagangan manusia, perempuan, dan anak merupakan kelompok yang seringkali mengalami ketidakadilan dan ketidakdamaian. Perjalanan pelayanan komisi ini dalam memerangi praktik perdagangan manusia tidak lepas dari perjuangan Mgr. Rolf Reichenbach, SS.CC (1975 – 1995), Romo Williem, SS.CC (1996 – 2004), Romo Nugroho, SS.CC (2004 – 2006), Suster Ferdinanda Tamba, FSE (2006 – 2008), Romo Ludgerus Lusi Oke dibantu Suster Gembala Baik (2008 – 2013) dan saat ini Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus sejak tahun 2013 hingga sekarang.

    Misi Gereja

    KKP-PMP Keuskipan Pangkalpinang adalah salah satu unit pelayanan Gereja Katolik yang melayani di ranah kemasyarakatan. Situasi sosial dengan segala permasalahan yang ada mendorong Gereja Katolik, sebagai persekutuan umat beriman, untuk lebih aktif dalam upaya membangun tatanan hidup yang lebih bermartabat berdasarkan nilai-nilai injil.

    Peran KKPPMP Keuskupan Pangkalpinang didasarkan pada penghargaan terhadap martabat manusia dan semua ciptaan sebagai jalan untuk lahirnya perdamaian. Penghormatan terhadap martabat manusia karena Yesus datang untuk mengangkat martabat manusia dan menempatkan manusia kembali ke hakikatnya.

    RELASI BERITA

    Tinggalkan Pesan

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    - Advertisement -spot_img

    BERITA TERKINI