26.9 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Dialog Ramadhan di Katedral Jakarta

BERITA LAIN

More
    Para pembicara dalam Dialog Ramadhan di Gedung Karya Pastoral Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), 14 Maret 2024.

    JAKARTA, Pena Katolik – Apa syaratnya supaya transformasi institusi itu terjadi? Di dalam bahasa Yunani, “kasih” diungkapkan dengan tiga makna, eros, filia, agape. Dalam iman Kristiani, agape dipahami sebagai kasih ilahi.

    Demikian Kardinal Ignatius Suharyo saat berbicara dalam Dialog Ramadhan di Gedung Karya Pastoral Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), 14 Maret 2024. Dua pembicara lain dalam dialog ini adalah Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, dan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta Dede Rosyada. Dialog ini diinisiasi Komisi Hubungan Antaragama dan Kemasyarakatan Keuskupan Agung Jakarta (Komisi HAAK-KAJ) dan didukung FKUB DKI Jakarta.

    Kardinal Suharyo mengatakan, transformasi pribadi terjadi ketika ada penghayatan agama yang otentik. Kalau orang tidak sampai pada penghayatan agama yang otentik itu, transformasi pribadi itu tidak terjadi.

    “Hanya beragama sebagai pakaian, tetapi keyakinan iman, perintah-perintah Allah yang ada dalam Kitab Suci tidak akan berpengaruh dalam cara berpikirnya, pada cara mengambil keputusan, pada pilihan-pilihannya,” ujar Uskup Agung Jakarta ini.

    Kardinal Suharyo menyoroti mengapa transformasi bernegara di Indonesia berjalan lambat. Ada dua sebab yang disebutkan Kardinal Suharyo, pertama adalah korupsi, dan kedua adalah masalah kebenaran yang tidak disadari sebagai satu keutamaan.

    “Seandainya negara kita mampu bertransformasi dari kebiasaan korupsi menjadi kebiasaan berpikir untuk kebaikan bersama, masyarakat yang semakin sejahtera, saya yakin suasananya akan berbeda,” ujar Kardinal Suhayo.

    Filsuf Perancis, Rene Descartes pernah mengatakan “saya berpikir maka saya ada”. Saat ini, zaman berubah, di mana sekarang adalam zaman pasca-kebenaran, sehingga rumusannya menjadi berbeda, “saya berbohong maka saya ada”. Kardinal Suharyo mengatakan, hal ini menjadi jelas dipahami ketika ada begitu hoaks di media sosial.

    “Yang paling mengerikan kalau kejahatan dicoba ditutup-tutupi untuk banyak kepentingan yang tidak terpuji. Banyak sekali contohnya tidak perlu saya smapaikan,” ujar Kardinal Suharyo.

    Kardinal Suharyo mensyukuri kebersamaan dengan umat Islam untuk memaknai Bulan Ramadhan. Puasa tahun ini istimewa karena umat Katolik juga sedang memasuki pasa puasa selama Prapaskah.

    Sekitar 100 tokoh lintas agama menghadiri program yang berlangsung selama dua jam tersebut. Di akhir kegiatan, mereka mengunjungi komplek Masjid Istiqlal dengan melewati Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal.

    Sementara itu, Nasaruddin menggarisbawahi tentang pentingnya dialog sebagai aksi nyata dan bukan lagi sekadar teori. Dialog menurutnya harus bersifat aplikatif.

    Nasaruddin menceritakan tentang kunjungannya ke beberapa gereja Katolik di Amerika Serikat beberapa hari lalu. Ia bercerita tentang Terowongan Silaturahmi yang menyatukan Istqlal dan Katedral Jakarta.

    “Ini dalam rangka diundang oleh PBB, karena (Masjid) Istiqlal menjadi viral di komunitas internasional tentang adanya Terowongan Silaturahmi. Istiqlal dianggap sebagai simbol perdamaian. Sampai dikatakan ‘jangan bicara di negeri Anda sendiri tapi juga bicara di negara lain.’ Jadi menyuarakan (Masjid) Istiqlal. Ini suatu kebanggaan bagi kita, Bangsa Indonesia. Dari sekian banyak masjid, Istiqlal diminta untuk mewakili umat Islam,” ujar Nasarudin.

    Dede mengatakan tujuan bangsa ini adalah mewujudkan kesejahteraan bersama. Untuk itu, masyarakat perlu memberi perhatian serius terhadap sharing dan caring. Ia mengatakan, Kolaborasi perlu berbasis  cinta untuk Membangun persaudaraan antariman.

    “Bukan cinta seperti laki-laki dan perempuan, tapi cinta sesama saudara,” ujar Dede. (AES)

    RELASI BERITA

    Tinggalkan Pesan

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    - Advertisement -spot_img

    BERITA TERKINI