Home BERITA TERKINI Lukisan Paus Fransiskus yang Berjalan Melintasi Ruang dan Waktu

Lukisan Paus Fransiskus yang Berjalan Melintasi Ruang dan Waktu

0

MERAUKE, Pena katolik – Sebuah karya seni menunjukkan perasaan penciptanya, melintasi ruang dan waktu, kata-kata tersebut keluar dari seniman lukis asli Papua Kabupaten Mappi Thomas Yermogoin, 22, seorang pelukis yang masih sangat muda di merauke. Saat ditemuai di gelari di sekitar monument Kapsul Waktu, Sabtu 17 Mei 2025 lalu ditampak menampilkan karya kepada khalayak umum wajah Paus Fransiskus.

Kegiatan tersebut berlangsung di monument Kapsul Waktu kemarin dalam vetifal amba mbebe bertajuk cerita rakyat asli malind yang dipadukan dengan lomba monolog dan peragaan busanabudaya yang semuanya menceritakan budaya asli dan seni rupa, pameran seni rupa dan rupanya tepat karena menammpilkan semua kaya orang asli marind.

“Saya ungkapkan pengalaman iman katolik kepada khlayak umum, bahwa Paus adalah pemimpian spiritual dunia yang melintasi benua, sekat agama, ras dan suku,” katanya. Bila terlihat wajah Sri Paus agak kaku tanpa senyum tetapi memandang kepada semua kalangan, dipadukan dengan mitra, berwarna merah dan mitra tersebut menyapa umatnya,” katanya.

Dua perpaduan merah dan putih terlihat cerah walaupun telah usur tetapi cerah wajah mendiang Paus Fransiskus, bila telah tertuang dalam sebuah lukisan kecil dan unik dibandingkan dengan lukisan lain, gambar lain.

Ia mengungkapkan lukisan wajah , Sri Papua sangatlah kecil ditampilkan dengan semua lukisan, yang tergantung termasuk sebuah lukisan Tuhan Yesus didera tampak bilur-bilur luka pada tubuh Yesus sedang berwarna merah pekat.

Thomas pun mengakatan refleksi tetang hasil gambar Sri Paus bilang, ingatanya tertuju pada cara menyapa orang tanpa batas, bahkan melintasi ruang dan waktu baginya sosok Paus Fransikus amat menyentuh hati banyak, maka dirinya agak sangat kecil sekalipun .

“Ini adalah uangkap orang kecil diantara seluruh lukisan yang tergangung pada dinding galeri tersebut,” urainya. Thomas mengatakan bahwa diantaranya lukisan tersebut tergantung juga lukisan lain diantaranya wajah seorang perempuan papua yang sedang menggendong anaknya dua lukisan yang sarat makna miliknya.

Semua lukisan tersebut dibingkai agak besar dan masuk dalam komunitas seniman capung art papua selatan. Aroma refleksi menjadi nyata saaat tertuang dalam sebuah lukisan tokoh agama, ukiran, ada juga berbentuknya gambar tertuang dalam kain sangsst besar yang dibuat oleh temannya lain.

“Tapi semua lukisan ini banyak berbicara tentang refleksi rohani yang sangat mendalam, dan sulit dimengerti oleh orang diluar agama katolik sebuah ungkapan pengalaman iman sebelum Sri Paus wafat. Baginya, dengan wafatnya Sri Paus Fransiskus beberapa saat meninggalkan luka yang sangat mendalam baginya.

Dia mengungakapkan Sri Paus sangat menyapa siapa tanpa jarak sewaktu masih hidup dan dirinya milik semua orang entah beda agama dan suku di Indonesia melintasi suku, ras agama dan antar golongan baik Kristen, Katolik, Muslim, Budha dan Hindu, dan beliau mengasihi semua orang. Walaupun tokoh spiritual Katolik diantara mayoritas muslim di Indonesia saat sekarang.

“Jadi boleh mengingat beliau sehingga sya melukiskan wajahnya,” katanya.

Thomas mengatakan, maka dirinya membuat lukisaan supaya tetap hidup. Walaupun belum banyak telah menampilkan wajahnya di berbagai media massa sedunia tetapi sosok tersebut tidak ada duanya juga setelah Sri Paus berikutnya.

Pastor Felix Amias, Superior Daerah MSC Papua merasa kagum dengan dengan hasil karyanya melukis mendiang Sri Paus Fransiskus, menyatakan mendukung sikap iman katoloknya. Pastor Felix mengatakan bahwa membuat mendiang Paus Fransiskus tiba di Indonesia karena dirinya sadar khsusu Indonesia sangat henterogen, baik suku, agama dan bahasa banyak sehingga rela datang.

Semua kalangan menghormati beliau dari sisi pelukis sendiri bentuk menghormatan kepada mendiang dan secara imani si pelukis sendiri terbawa rasa kagum luar biasa sehingga dituangkan dalam selembar kanva olehnya.

“Ini bentuk pewartaan iman katolik yang sangat luar biasa karena sangat kagum,” katanya.

Menurut Pastor Felix sendiri semua pasti tidak bayangkan perasaan kagum memiliki seorang Sri Paus walaupun hanya terlihat dilayar televise, hand phone, twiter, facebook sangat luar biasa saat menginjakkan kaki di Jakarta juga di seluruh dunai, termasuk pelukis sendiri.

Pastor Felix mengungkapkan bahwa rasanya Sri Paus Fransiskus masih ada di tempat pelukis sendiri. Seorang katolik kehadirannya penuh damai. Masih terasa baru bagi pelukisnya sendiri. Sri Paus Fransiskus membawa moto Faith, Fraternity, Compassion, intinya adalah bela rasa dengan segala makhuk dunia. Pastor Felix mengungkapkan walaupun berada di paling pedalaman Papua tetapi hingga kini masih terasa.

Samio Samsudin, Ketua Panitia Kegiatan sangat mendukung kegiatan tersebut. Dirinya mengatakan telah menjadi vestifal tahunan chapung art menggelar kegiatan seperti ini hanya digabungkan dua hal yaitu lomba monolog, verifal peragaan busana ditambah dengan pameran lukisan . Samio mengatakan bahwa hanya wujudnya berubah, semuanya demi program kementrian Kebudayaan RI di Jakarta bertepatan dengan hari menggambar nasional sehingga harus melibatkan para siswa mulai dari TK, SMP, SMA/SMK dan perguruan tinggi di merauke juga. Bagi Samio, ivent seperti ini harus diperkenalkan semua kalangan karena semuanya bericara budaya marind, seperti ungkapan atau peribahasa dan sangat menarik. “Kita ada tambahan kegiatan tanpa anak Taman Kanak-Kanak dan umum berasal dari generasi mudang sedang bertumbuh, tetapi tidak melupakan budaya asli mereka,” tegasnya.

Baginya ada tambahan untuk sanggar capung art supaya melanggkah lebih baik lagi, berpatokan pada budaya local lagi asli. Samio bercerita juga, kegiatan tersebut juga memberikan edukasi pada pelajar di merauke supaya bisa menggambar, mendongeng, berbusaha, membaca, refresing untuk untuk pera pelajar. Baginya sangat antusias belajar di sini agar bisa belajar juga secara otodidak, supaya ruang ekspresi warga juga bisa terpakai oleh Pemerintah Daerah ataupun Provonsi Papua Selatan.

“Karena belum dilirik PemerinahPemerintah Daerah setempat karena bila tidak cepat semunya tergilas oleh jaman yang saat ini sudah digital atau elektronik,” ujarnya.

Para pelukis beberapa baru saja bergabung di sanggar chapung art, tetapi ada pelukis yang lama juga melalui kegiatan tersebut warga merauk mulai mengenal karya dan mereka dihargai paling kurang media rumah untuk mereka berkarya. (Agapitus Batbual/Merauke)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version