Minggu, Oktober 13, 2024
32.9 C
Jakarta

Bacaan dan Renungan Senin, 9 September 2024, Pekan Biasa ke-XXIII, St. Petrus Klaver (Hijau)

Bacaan I – 1Kor 5:1-8

Memang orang mendengar, bahwa ada percabulan di antara kamu, dan percabulan yang begitu rupa, seperti yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, yaitu bahwa ada orang yang hidup dengan isteri ayahnya.

Sekalipun demikian kamu sombong. Tidakkah lebih patut kamu berdukacita dan menjauhkan orang yang melakukan hal itu dari tengah-tengah kamu?

Sebab aku, sekalipun secara badani tidak hadir, tetapi secara rohani hadir, aku?sama seperti aku hadir?telah menjatuhkan hukuman atas dia, yang telah melakukan hal yang semacam itu.

Bilamana kita berkumpul dalam roh, kamu bersama-sama dengan aku, dengan kuasa Yesus, Tuhan kita,

orang itu harus kita serahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis, sehingga binasa tubuhnya, agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan.

Kemegahanmu tidak baik. Tidak tahukah kamu, bahwa sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan?

Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus.

Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran.

Demikianlah Sabda Tuhan

Syukur Kepada Allah

Mzm 5:5-6.7.12

Pembual tidak akan tahan di depan mata-Mu; Engkau membenci semua orang yang melakukan kejahatan.

Engkau membinasakan orang-orang yang berkata bohong, TUHAN jijik melihat penumpah darah dan penipu.

Tetapi aku, berkat kasih setia-Mu yang besar, aku akan masuk ke dalam rumah-Mu, sujud menyembah ke arah bait-Mu yang kudus dengan takut akan Engkau.

Bacaan I – Luk 6:6-11

Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya.

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia.

Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada orang yang mati tangannya itu: “Bangunlah dan berdirilah di tengah!” Maka bangunlah orang itu dan berdiri.

Lalu Yesus berkata kepada mereka: “Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?”

   Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: “Ulurkanlah tanganmu!” Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya.

Maka meluaplah amarah mereka, lalu mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus.

Demikianlah Injil Tuhan

Terpujilah Kristus

HIDUP adalah PILIHAN.

“Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?”  (Luk. 6: 9), demikian pertanyaan TUHAN YESUS  yang ditujukan kepada para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Mereka itu secara sengaja memang selalu mencari celah, kapan YESUS  akan berbuat salah terutama dalam mematuhi Hukum Taurat khususnya tentang aturan hari Sabat. Dikisahkan dalam perikop Injil hari ini,  bahwa ada seorang  yang mati tangan kanannya di dalam sinagoga pada hari Sabat itu. TUHAN YESUS  melihat penderita itu patut  dikasihani dan disembuhkan. Tetapi  para musuh-NYA menganggap bahwa hal  ini suatu “perangkap yang bagus” untuk menjebak-NYA. Dengan demikian mereka  punya  alasan kuat untuk menyeret-NYA ke pengadilan agama. Melalui  pertanyaan itu YESUS hendak menggugat pengertian lama tentang hari Sabat yang mereka anut. Selain itu, nada pertanyaan itu juga menyiratkan bahwa tidak selalu berbuat kebaikan itu mengundang penghargaan dari pihak lain. Mengapa? Sebab,  mungkin adanya  ketakutan akan timbulnya ancaman atau persaingan, mungkin juga muncul rasa cemburu karena popularitas terancam atau otoritas resminya terusik, atau mungkin juga karena kesombongan diri.

Popularitas YESUS  menjadi ancaman serius bagi para pemimpin agama sezaman-NYA yang belum dapat menerima warta Kerajaan ALLAH  dalam Diri YESUS (bandingkan Luk. 6: 7). Meski berhadapan dengan pelbagai ancaman dan sikap yang tidak bersahabat dari para tokoh-tokoh agama, namun YESUS  tetap saja melakukan penyembuhan  pada hari Sabat. Hal ini dianggap sebagai suatu “pelanggaran sangat serius”  terhadap Hukum Taurat. Persoalan sebenarnya bukanlah sekadar hari Sabat, melainkan karena ketertutupan dan kedegilan hati mereka atas karya kasih YESUS, yang dianggap juga semacam ancaman bagi otoritas kekuasaan mereka di bidang agama. Namun apa pun situasinya, bagi YESUS  berbuat kebaikan dan meyelamatkan manusia lebih utama dari pada sekadar ritus atau aturan hukum belaka.

Hari Sabat memang merupakan “hari khusus yang diperuntukkan untuk TUHAN”, hari untuk beribadat (di sinagoga) dan sekaligus hari beristirahat. Tetapi bagi YESUS, beristirahat untuk berbuat baik adalah sesuatu yang salah. Kita justru berbuat jahat jika melewatkan kesempatan untuk berbuat baik dan menyelamatkan orang lain. Berbuat kebaikan adalah sesuatu yang universal, berlaku di mana saja, bagi siapa saja, tidak terbatas waktu dan tempat. Bahkan hukum pun dibuat semestinya demi kebaikan itu sendiri, bukan justru menghalangi atau bertolak belakang dengan prinsip-prinsip kebaikan.

Praktiknya dalam kehidupan nyata sehari-hari, berbuat kebaikan sering dibatasi oleh sekat-sekat hidup yang direkayasa oleh manusia itu sendiri. Kebaikan dikotak-kotakkan dalam waktu, kesamaan agama, suku, golongan atau paham politik  berdasarkan kriteria-kriteria tertentu atau bahkan dalam kerumitan birokrasi. Tidak jarang, untuk berbuat kebaikan, orang harus penuh pertimbangan yang menyebabkan keraguan atau ketakutan : jangan-jangan  “dicap kristenisasi” bahkan timbul kecurigaan yang tidak pada tempatnya. Akhirnya orang yang akan berbuat kebaikan menjadi tertahan atau bahkan terhenti sama sekali.  Apakah kita juga pernah mengalami situasi yang meragukan bila mau berbuat kebaikan? Atau, kita juga akhirnya  ragu dan takut untuk melakukan tindakan kasih?  Ataukah kita cepat  merasa puas hingga “berhenti berbuat baik” kepada sesama kita?

Dari perikop Injil hari ini,  TUHAN YESUS memberikan teladan sejati dalam menjatuhkan pilihan : berbuat kebaikan atau berbuat jahat.  YESUS  tetap setia berbuat kebaikan, tanpa merasa dibatasi oleh hukum, pandangan dan kesan orang lain. DIA  mengajarkan kita bahwa tidak ada waktu yang  membatasi kita  untuk berbuat kebaikan. Sebagaimana ALLAH  adalah TUHAN atas waktu dalam menjalankan  Karya Agung-NYA yang melampaui batas waktu yang ditentukan oleh manusia, demikian pula kita yang telah diangkat menjadi anak-anak-NYA  hendaknya tiada henti melakukan kebaikan dalam segala  waktu dan  tempat.  Masalahnya di dalam masyarakat kita yang majemuk ini kita harus dapat mengetrapkan prinsip “fortiter in re suaviter in modo” (=teguh dalam pendirian yang prinsip, namun dengan cara yang lembut)!

Tinggal sekarang tergantung pada pilihan kita :  mau atau tidak, rela  atau tidak, berani atau takut menanggung resiko?

Dalam Bacaan Pertama, Rasul Paulus mengecam perilaku jahat sehubungan dengan kelakuan dan tindakan sebagian jemaat di Korintus, yang menyeleweng, berbuat cabul dan bertindak seenaknya sendiri. Anehnya, mereka itu tetap angkuh, sombong dan tidak merasa bersalah. Paulus berpesan agar kita tidak ikut-ikutan bahkan bergabung dengan cara dan pola hidup lama itu. Sebaliknya, kita harus hidup  dalam “adonan baru”  dalam YESUS  KRISTUS,  “bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” (lihat  1Kor. 5: 7, 8).

Pada hari ini  Gereja memperingati  Santo Petrus Claver (1580-1654). Imam Yesuit berkebangsaan Spanyol ini sejak mudanya ingin menjadi mssionaris ke Amerka Latin.  Dan ia diutus ke Kartagena (Kolumbia, sekarang), khususnya melayani para budak belian dari Afrika. Budak-budak itu diperlakukan seperti binatang.

Karena itu Imam muda ini hatinya sangat pedih dan berusaha kuat untuk merawat yang sakit, memberi semangat dan penghiburan serta memberi makan dan minum. Mereka juga diajar  agama dan banyak juga yang mau dibaptis. Tindakan “rasul budak”   Itu sangat  ditentang para  Baron  dan orang-orang kaya. Tetapi ia tetap setia melayani  sampai  40 tahun hidup di kalangan budak belian itu. Empat tahun sebelum meninggal,  ia terkapar sakit di kamar tidurnya dan tidak berdaya sedikit pun sampai ia menghembuskan nafas yang terakhir.

Santo Petrus Klever, Pengaku Iman

Imam Yesuit dari Spanyol ini lahir di Verdu, Katalonia pada tahun 1581. Selama 40 tahun ia berkarya sebagai misionaris di antara pada budak belian Negro di Kartagena, Kolumbia. Semasa mudanya, ia belajar di Universitas Barcelona. Disini ia berkenalan dengan imam – imam Serikat Yesus dan mulai tertarik dengan cara hidup mereka. Setelah menyelesaikan studinya di Barcelona, ia masuk novisiat Serikat Yesus di Tarragona pada tahun 1601.

Dari sana ia dikirim pembesarnya ke kolose Montesione di Palma Mayorca. Di kolose ini ia bertemu dan bersahabat dengan bruder Alphonsus Rodriquez, penjaga pintu kolose. Bruder inilah yang membimbing dia tentang cara hidup penyangkalan dan penyerahan diri semata – mata kepada Tuhan. Alphonsus jugalah yang mendorong dan menyemangati dia untuk menjadi rasul bagi para budak Negro di Amerika Selatan.

Pada tahun 1610 selagi masih belajar di Seminari, atas permintaannya sendiri Petrus Klever dikirim ke Kartagena, Kolumbia, pantai Utara Amerika Selatan. Kartagena adalah kota pelabuhan yang sangat ramai dan merupakan pintu gerbang masuknya para budak Negro yang didatangkan dari Afrika. Dikota inilah Petrus mengabdikan seluruh hidupnya demi keselamatan para budak Negro yang malang itu.

Di kota Kartagena, Petrus ditabhiskan menjadi imam pada tahun 1616, disusul kemudian dengan pengikraran kaul kekalnya. Ketika mengucapkan kaul kekalnya, ia menambahkan sebagai kaul keempat suatu janji untuk bekerja semata – mata bagi orang – orang Negro yang dipekerjakan di tambang – tambang emas Kartagena. Dia minta dengan sangat agar tidak dipindahkan ke tempat lain. Sejak saat itu Petrus menjadi “budak para budak” demi keselamatan mereka. Petrus mengabdikan dirinya baik di bidang perawatan kesehatan jasmani maupun jiwanya.

Ia mewartakan Injil dan mengajar mereka tetang kasih Kristus. Dalam 40 tahun karyanya, ia berhasil mempermandikan 300.000, tidak hanya orang – orang Negro tetapi juga para pelaut, pedagang dan para pemimpin – pemimpin kota itu.

Bagi orang – orang yang sakit dan miskin, ia menyediakan obat – obat, makanan dan pakaian. Banyak mukzijat dilakukannya terutama untuk menyembuhkan orang – orang sakit. Mantelnya yang dikenakannya pada sisakit selalu menyemburkan bau harum semerbak dan dapat menyembuhkan mereka.

Tuhan menyertai dan memberkati Petrus dan karyanya. Kesuciannya lambat laun diketahui seluruh penduduk kota. Para pemimpin masyarakat yang semula tidak senang padanya karena usahanya membela para budak itu, mulai tertarik dan mengaguminya.

Petrus kemudian jatuh sakit keras selama 4 tahun dan akhirnya meninggal dunia pada tanggal 8 September 1654, tepat dengan pesta kelahiran Santa Perawan Maria. Para pemimpin kota memerintahkan agar Petrus Klaver dimakamkan secara meriah atas biaya mereka sendiri.Oleh Paus Leo XIII, Klaver dinyatakan sebagai kudus pada tahun 1888, dan diangkat sebagai pelindung karya misi ditengah dunia Negro.

Doa Penutup Ya  Bapa, utuslah Roh-Mu  untuk menerangi dan meneguhkan aku yang rapuh ini, untuk membuat pilihan :  berani dan mampu melaksanakan hukum cinta kasih-Mu dengan berbuat kebaikan dan menyingkirkan segala bentuk kejahatan. Santo Petrus Claver, buatlah diriku tetap peduli kepada mereka yang tersingkir. Amin.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini