Sabtu, Juli 27, 2024
30.6 C
Jakarta

Surat Gembala Uskup Agung Pontianak: Semakin Mengasihi dan Lebih Peduli

Dokumen: Pena Katolik

Pena Katolik- “Keadilan Ekologis bagi seluruh ciptaan”. ( Semakin Mengasihi dan Lebih Peduli )

Surat Gembala APP Keuskupan Agung Pontianak  2023.

Saudar-saudari umat kristiani yang terkasih,

Pada tgl. 22 Februari 2023,kita merayakan Hari Rabu Abu, hari dimulainya masa prapaskah yang lebih sering dikenal dengan“masa puasa” atau “masa tobat” selama 40 hari. Masa tobat adalah masa dimana kita semua diajak “untuk mengoyakan hati dan berbalik kepada Allah, Pencipta langit dan bumi” (Bdk.Yoel.2:12-18).

Tobat adalah soal hati namun perlu diungkapkan dengan cara-cara yang nyata bukan hanya secara pribadi tetapi juga secara bersama-sama sebagai Keluarga Besar Umat Allah.

Tobat diungkapkan dengan doa, pantang-puasa dan amal-kasih yang diarahkan kepada Allah Bapa Sang Pencipta. Bukan untuk pamer apalagi gengsi.

Tahun ini tema APP Nasional adalah “Keadilan Ekologis bagi Seluruh Ciptaan”.

Keadilan ekologis berarti adil terhadap sesama manusia (sosial) sekaligus adil terhadap ciptaan lainnya.

Keadilan ekologis bertumpu pada prisip bahwa seluruh ciptaan saling terhubung dan tergantung satu sama lain.

Bagi kita umat kristiani kepedulian akan keadilan ekologis bagi seluruh ciptaan adalah bagian dari pewartaan. Dalam Markus.16,15 dikatakan “Pergilah keseluruh dunia dan beritakan Injil kepada segala mahkluk”.

Rusaknya lingkungan hidup mengakibat “krisis iklim”, dimana cuaca, musim hujan atau musim kemarau tidak bisa diperkirakan kapan akan terjadi. Dibumi Kalimantan Barat ini (mungkin juga untuk seluruh bumi Kalimantan, 3 tahun terakhir ini musim buah pun tidak menentu. Secara nyata ini tentu berdampak pada berkurangnya penghasilan bagi petani-petani  kecil di kampung-kampung, di pedesaan atau di pesisir pantai’.

Dampak perubahan iklim berdampak pula pada menurunnya kualitas dan kuantias air dan tanah, punahnya keanekaragam hayati, berkurangnya luas dan kualitas hutan, memburuknya kesehatan, serta menurunnya kualitas dan kuantitas lahan pertanian.

Kita sedih melihat kenyataan bahwa hutan yang  menjadi sumber hidup baik bagi manusia maupun hewan-hewan ( sumber air bersih, kayu untuk bahan bangunan, habitat bagi hewan-hewan baik yang ada didalam air darat dan udara) menjadi rusak akibat diolah dengan tidak memperhatikan aturan yang berlaku dan berkeadilan serta tidak dihargai hak-hak petani-petani asli khususnya yang tinggal dikawasan hutan.

Bahkan hati kita miris ketika masyarakat miskin  yang tinggal dikawasan hutan dituding sebagai perusak lingkungan/pembakar hutan, yang ditindak secara tidak adil tanpa ada solusi/jalan keluar yang nyata dan berkeadilan serta berkesinambungan. Padahal apa yang mereka lakukan hanya demi sesuap nasi.

Hati kita miris melihat kenyataan bahwa mereka diasingkan dari tanahnya sendiri yang sudah mereka huni sejak nenek-moyang mereka ratusan tahun yang lalu, seolah-olah tidak diperhitungkan.

Saudara-saudari umat kristiani yang terkasih.

Diantara segala ciptaan, manusia adalah satu-satunya mahluk yang diciptakan menurut citra Allah( Kej.1,27).

Sebagai citra, atau gambar Allah, manusia adalah rekan kerja Allah dalam “mengusahakan dan memelihara ciptaan” ( bdk.Kej.2:15 ).

Ketika para Missionaris katolik pertama berkarya di bumi Kalimantan, pada permulaan abad ke- 19, yang pertama-tama mereka lakukan selain membuka sekolah-sekolah dan rumah sakit, mereka juga membawa bibit karet unggul di daerah Sejiram, Kabupaten Kapuas Hulu. Mendirikan pelatihan pertanian bagi petani tradisional. Artinya sangat jelas bahwa para missionaries tersebut sudah melihat sangat jauh kedepan bahwa masyarakat yang tinggal di  kawasan hutan, tidak bisa bertahan dengan cara bertani yang tradisional dan memberikan jalan keluar yang nyata agar mereka terbebaskan dari belenggu kemiskinan.

Perhatian dan kepedulian gereja nyata terhadap masalah-masah sosial-ekonomi sangat dirasakan, bukan hanya oleh orang katolik tetapi masyarakat lain tanpa membeda-bedakan.

Saudara-saudari umat kristiani yang terkasih.

Tuhan Yesus karena kasihnya yang tanpa batas, rela menderita dan wafat dikayu salib agar kita, manusia yang penuh dosa ini bisa diselamatkan.

Kita hidup dan selamat karena kasih Tuhan.

Dalam masa tobat ini, baiklah kita renungkan, bagaimana kita dapat membalas kasih Tuhan itu.

Dalam Injil Mateus 25:40 dikatakan “sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudaraku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”.

Dalam hubungannya dengan tema keadilan Ekologis bagi seluruh ciptaan, sebagai ungkapan kasih kita kepada Tuhan Yesus, maka sangat wajar kita juga dipanggil untuk lebih peduli dan dan lebih mengasih “saudara-saudariku yang menjadi korban dari ketidak adilan dalam “mengusahakan dan memelihara” ciptaan. Mereka ini juga bisa kita golongkan sebagai “saudaraku yang paling hina” karena pada kenyataannya mereka tidak dianggap atau diperhitungkan.

Tentu ini sesuai dengan perandan kedudukan kita masing-masing dalam masyarakat, baik sebagai pribadi, maupun sebagai bagian dari kelompok-kelompok /lembaga/organisasi/institusi dan lain-lain. Sebut saja misalnya, selain pribadi, bisa juga sebagai keluarga, Paroki, Keuskupan, Lembaga-lembaga Pendidikan dari SD sampai Perguruan Tinggi, Rumah Sakit/Klinik Kesehatan, Lembaga Hidup Bhakti, dunia bisnis, Kelompok-kelompok/Komunitas gerakan.

Semua diundang untuk lebih peduli dan lebih aktif lagi dalam melindungi alam ciptaan dan saudara-saudara “yang paling hina” yang rentan dan tersingkir akibat “krisis iklim” ini.

Kita juga dipanggil untuk berani menyuarakan jeritan-jeritan dan membela orang-orang kecil yang menderita akibat kebijakan-kebijakan yang diambil dalam pengelolaan dan pemeliharaan alam ciptaan yang masih jauh dari “berkeadilan”.

Dalam menjalani masa tobat ini, marilah kita renungkan kembali firman Tuhan ini:

“Beginilah firman Tuhan: berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh. Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia” (Yoel.2,12-13).

Pontianak, pada Hari Rabu Abu,  22 Februari 2023, Mgr. Agustinus Agus, Uskup Agung Pontianak.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini