Sabtu, Juli 27, 2024
26.1 C
Jakarta

Hadiah dari Ayah

Loving father walking side by side with son holding hands.

Suatu ketika ada seorang ayah yang ingin membelikan hadiah ulang tahun untuk putranya. Karena ia adalah seorang pengusaha yang sangat sibuk, maka ia bertanya secara langsung kepada putranya kado apa yang diinginkannya, supaya ia tidak perlu membuang waktu untuk mencari kado.

Ayah: “Nak, sebentar lagi khan hari ulang tahunmu, kamu ingin hadiah apa?”

Anak: “Ayah, aku ingin sebuah bola.”

Ayah: “Bola apa, Nak?”

Anak: “Hmm…aku juga belum tahu, Yah…mungkin antara bola sepak atau baseball.”

Ayah: “Oh…ok! Diantara keduanya mana yang paling kamu ingini?”

Anak: “Tergantung sih, Yah… kalo Ayah ada waktu untuk menemaniku bermain, lebih baik bola sepak aja, supaya kita bisa bermain tendang bola di halaman belakang.

Tetapi, kalau Ayah tidak ada waktu, lebih baik bola baseball aja, jadi aku bisa bermain bersama anak-anak komplek disini.”

Sahabat terkasih, ilustrasi singkat diatas ingin menyampaikan sebuah pesan bahwa yang terutama adalah siapa yang memberi dan bukan semata-mata tentang hadiahnya (not the gift, but the giver).

Terkadang, manusia lebih melihat/ mementingkan apa mereka terima daripada siapa pemberinya. Demikian pula dalam hidup keagamaan, manusia akan lebih cenderung fokus pada berkat yang mereka terima daripada siapa pemberi berkat itu.

Oleh karenanya, seperti anak kecil dalam ilustrasi diatas, kita pun diajak untuk merenungkan terlebih dahulu; apakah sesuatu yang kita ingini/ pinta akan mempererat relasi kita dengan Tuhan, ataukah kita hanya memikirkan apa yang kita mau?

Jika kita hanya memikirkan apa yang kita mau atau berkat yang kita terima, maka kita akan seperti para murid Yesus dalam bacaan Injil hari ini (Markus 6: 45-52) yang ketakutan dan binggung. Sebab, sekalipun telah menyaksikan mujizat pelipatgandaan roti, mereka belum juga mengerti, dan hati mereka tetap degil.

Dalam hal ini, para murid/ pengikut Yesus hanya gembira sesaat oleh karena roti yang telah mengenyangkan perut mereka tetapi tidak memperkuat iman dan pengertian mereka akan Yesus.

Mereka hanya fokus pada roti/makanan yang mereka ingini, tetapi tidak mengerti dari mana datangnya dan siapa pemberinya. Karenanya, ketika terjadi angin sakal dan Yesus datang kepada mereka dengan berjalan di atas air, mereka menjadi sangat ketakutan dan menyangka bahwa Ia adalah hantu.

Semoga, semua ini dapat menginspirasi bahwa Allah kita adalah Mahakuasa dan selalu memberi yang terbaik bagi umat-Nya. Sungguh, berkat yang kita terima itu hanyalah bonus, dan yang terpenting adalah relasi kita dengan sang ‘Pemberi Berkat’ yaitu Yesus Kristus.

Karenanya, diberkati atau tidak, sehat atau sakit, untung atau rugi, biarlah kita tetap dapat tenang dan bersyukur, sebab ada Yesus disamping kita yang selalu berkata:

“Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”

Damai Tuhan beserta kita senantiasa

Frater Agustinus Hermawan, OP

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini