Home VATIKAN Paus Fransiskus: Perjanjian Pendidikan Global mengandung ‘benih harapan’

Paus Fransiskus: Perjanjian Pendidikan Global mengandung ‘benih harapan’

0

Paus Fransiskus mengimbau setiap sektor masyarakat di seluruh dunia untuk menerima dan mendukung Perjanjian Global tentang Pendidikan (Global Compact on Education), sebuah prakarsa yang mengedepankan nilai-nilai peduli terhadap sesama, perdamaian, keadilan, kebaikan, keindahan, penerimaan, dan persaudaraan guna membangun harapan, solidaritas, dan kerukunan di mana-mana.

Seruan itu disampakan Paus dalam pesan video pada peluncuran ulang Global Compact on Education yang dilakukan secara virtual di Universitas Kepausan Lateran Roma, 15 Oktober 2020.

Global Compact on Education yang disponsori Kongregasi Pendidikan Katolik dimaksudkan untuk mendorong perubahan dalam skala global, sehingga pendidikan dapat menjadi pencipta persaudaraan, perdamaian, dan keadilan. Menurut Paus, perjanjian itu “untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki akses pendidikan berkualitas yang selaras martabat pribadi manusia dan panggilan kita bersama untuk persaudaraan.”

Dalam pesan itu Paus berharap agar “kita ditopang oleh keyakinan bahwa pendidikan mengandung benih harapan, harapan perdamaian dan keadilan, harapan keindahan dan kebaikan, harapan kerukunan sosial.”

Paus menambahkan, “Kita harus bergerak maju, kita semua bersama-sama, masing-masing sebagaimana adanya, tetapi selalu melihat ke depan untuk membangun peradaban harmoni dan persatuan, di mana tidak akan ada ruang untuk pandemi mengerikan dari budaya sampah.”

Yang ikut bersama Paus pada peluncuran ulang perjanjian itu adalah Direktur Jenderal Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) yang berbasis di Paris, Audrey Azoulay, serta perwakilan dari Kongregasi Pendidikan Katolik Vatikan, dan perwakilan dari beberapa universitas Italia.

Dalam pesannya, Paus memberi perhatian pada efek buruk krisis Covid-19 terhadap sistem pendidikan di seluruh dunia. Platform pendidikan online, kata Paus, telah mengungkap perbedaan mencolok dalam peluang pendidikan dan teknologi, yang memaksa sekitar sepuluh juta anak meninggalkan sekolah, selain lebih dari 250 juta anak usia sekolah yang sudah dikeluarkan dari semua kegiatan pendidikan.

Dalam situasi ini, Paus serukan model budaya dan pembangunan baru yang menghormati dan melindungi martabat manusia, sambil menciptakan saling ketergantungan global untuk menyatukan komunitas-komunitas dan bangsa-bangsa guna merawat rumah kita bersama dan mendorong perdamaian.

“Pendidikan dimaksudkan untuk transformatif,” kata Paus. Pendidikan harus menghadirkan harapan yang bisa menghancurkan determinisme dan fatalisme keegoisan dari yang kuat. Pendidikan harus hancurkan perilaku ikut-ikutan dasi yang lemah dan ideologi utopis sebagai satu-satunya jalan ke depan.

Mendidik selalu merupakan tindakan harapan, kata Paus, seraya menambahkan bahwa pandidikan harus membuka cakrawala baru di mana keramahan, solidaritas antargenerasi, dan nilai transendensi melahirkan budaya baru.

Harapan ini harus didasarkan pada solidaritas, tegas Paus, yang mengatakan, proses pendidikan harus membantu menjawab tantangan dan masalah saat ini serta menemukan solusi untuk kebutuhan setiap generasi. Harapan ini akan ikut membantu pertumbuhan manusia sekarang dan di masa depan.

Paus menunjukkan, “pendidikan adalah penawar alami bagi budaya individualistik yang terkadang merosot menjadi kultus sejati dari inti dan keunggulan ketidakpedulian.” Komitmen setiap lapisan masyarakat, kata Paus, diperlukan untuk “jenis pendidikan baru yang tidak tergoda untuk berpaling dan dengan demikian mendukung ketidakadilan sosial, pelanggaran hak, bentuk kemiskinan yang mengerikan, dan pembuangan nyawa manusia.”

Pakta pendidikan global itu menyerukan proses integral yang menanggapi kesepian dan ketidakpastian orang muda yang menghasilkan depresi, kecanduan, agresivitas, kebencian verbal, dan penindasan.

Pakta itu membahas masalah-masalah seperti kekerasan, pelecehan anak di bawah umur, fenomena pernikahan anak dan tentara anak, tragedi anak-anak yang dijual sebagai budak, serta “eksploitasi yang tidak berperasaan dan tidak punya hati” terhadap planet, yang menyebabkan krisis lingkungan dan iklim yang parah.

Menurut Paus, di tengah krisis kesehatan dan akibat-akibatnya saat ini, setiap orang harus menerima Global Compact on Education untuk dan bersama generasi mendatang. “Ini menuntut komitmen pihak keluarga-keluarga, komunitas-komunitas, sekolah-sekolah, universitas-universitas, lembaga-lembaga, agama-agama, pemerintah-pemerintah, dan seluruh keluarga manusia untuk melatih pria dan wanita dewasa.”

“Nilai dari praktik pendidikan kita,” kata Paus, “tidak hanya akan diukur dengan hasil tes standar, tetapi dengan kemampuan untuk memengaruhi hati masyarakat dan membantu melahirkan budaya baru.” Bapa Suci percaya “dunia yang berbeda itu mungkin terjadi,” dan ini perlu keterlibatan “setiap aspek kemanusiaan kita, baik sebagai individu maupun dalam komunitas-komunitas kita.”

Maka, Paus mengimbau pria dan wanita dari budaya, sains dan olahraga, para seniman dan profesional media di setiap bagian dunia untuk ikut mendukung perjanjian ini dan mempromosikan nilai-nilai peduli terhadap sesama, perdamaian, keadilan, kebaikan, keindahan, penerimaan dan persaudaraan dengan kesaksian dan upaya mereka sendiri.

Paus akhiri pesan videonya dengan meringkasnya dalam delapan poin tentang cara Global Compact on Education memastikan “setiap orang punya akses pendidikan berkualitas yang selaras dengan martabat pribadi manusia dan panggilan kita bersama untuk persaudaraan.”(PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan Robin Gomes/Vatican News)

Artikel terkait:

Paus ingin promosikan Pakta Pendidikan Global dan bangun kembali ‘Desa Pendidikan’

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version