Home PLURALISME Pelaku teror tidak perlu dikecam tapi dikasihi karena mereka sebetulnya korban juga

Pelaku teror tidak perlu dikecam tapi dikasihi karena mereka sebetulnya korban juga

0
Festival Pancasila UNY
Drama musikal tentang perdamaian/Foto Lukas Awi Tristanto

Sebagai pribadi maupun atas nama umat manusia kita berduka, kita sedih, atas peristiwa-peristiwa teror, tetapi kita tidak perlu kemudian mengecam, karena tidak ada kata yang lebih keras daripada mengecam aksi terorisme.

Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang Pastor Aloys Budi Purnomo Pr mengatakan hal tersebut dalam Festival Pancasila di halaman rektorat Universitas Negeri Yogyakarta, 6 Juni 2018.

“Justru yang terpenting adalah bagaimana kita mengembangkan belas kasihan, kerahiman, karena para pelaku teror ini juga korban sebetulnya. Itu di mata saya. Maka, kita bersama-sama mengajak, ayo, hentikan balas dendam. Teror itu mengguncang Pancasila, mulai dari sila pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima,” katanya dalam Festival Pancasila itu.

Sejumlah tokoh bangsa dan rektor dari beberapa universitas menyampaikan orasi tentang Pancasila dalam acara yang dihadiri para mahasiswa dan kaum muda itu. Buya Syafii Maarif menekankan pentingnya semua pihak terlibat untuk menghidupi Pancasila, seraya berharap “nilai-nilai Pancasila bisa dibawa turun untuk menyelamatkan bangsa dari segala macam ancaman seperti liberalisme, kapitalisme, maupun terorisme.”

Semangat dasar Pancasila, menurut Yudi Latif, adalah semangat gotong royong. “Jiwa gotong royong itu adalah jiwa saling mencintai, menyayangi. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, bersambung rasa, membebaskan beban penderitaan manusia, menuntaskan beban penderitaan yang masuk kemanusiaan,” katanya.

Rektor Universitas Gajah Mada Yogyakarta Panut Mulyono mengatakan, Pancasila merupakan karakter dan identitas bangsa Indonesia. “Pancasila sebagai pemersatu dan pengikat komitmen bersama dari seluruh elemen bangsa, harus dipraktekkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari,” tegasnya.

Sedangkan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Sutrisna Wibawa mengatakan, Pancasila menyatukan dan menggerakkan kita yang bhinneka. “Pancasila mengajarkan kita untuk mengutamakan musyawarah sebelum mufakat. Hari ini, saya mengajak hadirin semuanya, kita ber-Pancasila, kita bersatu, kita berprestasi untuk Indonesia raya, untuk Indonesia jaya,” ajaknya.

Dalam festival itu, digelar drama musikal tentang perdamaian. Yunan Helmi sebagai koordinator drama musikal itu mengatakan, Islam adalah agama damai yang terus menerus senantiasa akan membawa perdamaian. “Begitu juga akan bersama-sama dengan yang lain untuk terus menjadi bagian dan berperan untuk perdamaian,” katanya.

Musisi muda itu mengajak semua lapisan masyarakat untuk bersama-sama bergerak karena, menurutnya, “perdamaian bangsa ini lebih mahal dibandingkan dengan apa pun di Indonesia.”

Acara yang mendapat perhatian besar dari para rektor berbagai universitas itu mendapat apresiasi dari Pastor Budi, karena perhatian itu “menunjukkan komitmen yang tinggi bahwa kampus yang dipimpin mereka pun menghidupi nilai-nilai Pancasila.”(Lukas Awi Tristanto)

Para rektor di universitas kota Yogyakarta, Buya Syafii Maarif dan Yudi Latif menyampaikan salam Pancasila/Foto Lukas Awi Tristanto
Buya Syafii Maarif menyampaikan orasi tentang Pancasila/Foto Lukas Awi Tristanto
Para mahasiswa yang datang sebagai peserta/Foto Lukas Awi Tristanto
Yunan Helmi dan Pastor Aloys Budi Purnomo Pr berbicara tentang perdamaian/Foto Lukas Awi Tristanto

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version