Uskup Bandung ajak keluarga makin berwawasan ekologis dan tidak khawatir akan hidup

0
3022

 

Umat Paroki Santa Maria KBI di Keuskupan Bandung belajar dan menjalankan penanaman hidroponik dan polibag sebagai bagian upaya mencintai bumi dan membentuk keluarga berwawasan ekologis. Foto PEN@ Katolik
Umat Paroki Santa Maria KBI di Keuskupan Bandung belajar dan menjalankan penanaman hidroponik dan polibag sebagai bagian upaya mencintai bumi dan membentuk keluarga berwawasan ekologis. Foto PEN@ Katolik

Di tahun kedua (2017) Tahun Keluarga Keuskupan Bandung (2016-2018), Uskup Bandung Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC mengajak keluarga-keluarga bersekutu di kelompok basis, makin berwawasan ekologis, dan tidak khawatir akan hidup, tetapi percaya dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah.

Kalau ternyata masih dijumpai hal mengkhawatirkan, uskup minta mengingat sabda Tuhan: “Janganlah khawatir akan hidupmu …,” karena Allah tidak akan membiarkan kita merana. “Kalau demikian, tak ada alasan bagi kita untuk khawatir dan serakah, kecuali percaya dan berserah diri kepada Allah seraya menunaikan tugas dan kewajiban dengan baik dan benar.”

Demikian ajakan Mgr Antonius Subianto dalam Surat Gembala Prapaskah 2017 yang dibacakan di semua gereja dan kapel keuskupan itu pada Misa Minggu Biasa VIII, 25 atau 26 Februari 2017.

Uskup berharap melalui pertobatan di masa Prapaskah, Kerajaan Allah dan kebenarannya dicari terlebih dahulu melalui serangkaian tindakan matiraga dan puasa, doa dan tapa, serta amal dan kasih. “Dengan matiraga dan puasa, kita mengendalikan diri dari kerakusan dan kekhawatiran berlebihan akan makanan, pakaian, dan perumahan,” tulis Mgr Antonius.

Melalui doa dan tapa, uskup percaya, umatnya akan semakin percaya dan berserah diri kepada Allah sebagai sumber kehidupan dan keselamatan, dan dengan amal kasih, “makin menjadi pribadi yang menampakkan kehadiran Allah yang murah hati dan penuh belaskasih lewat kerelaan berbagi rejeki dan memberi materi kepada sesama yang membutuhkan.”

Dalam Ensiklik, Laudato Si’ (Terpujilah Tuhan), Paus Fransiskus mengundang umat untuk memelihara bumi dan segala isinya sebagai rumah kita bersama dengan cara melakukan pertobatan ekologis.

“Di situ kita diajak memperbaiki sikap terhadap sesama dan alam serta mengubah gaya hidup sebagai tanggapan iman terhadap jeritan bumi yang mengalami kerusakan, teriakan orang miskin yang paling merasakan akibatnya, dan panggilan Allah untuk mengelola alam sesuai kehendak-Nya,” tulis uskup yang minta umat memasuki masa Prapaskah dalam semangat pertobatan ekologis itu.

Menurut uskup, salah satu akar masalah hidup adalah kekhawatiran. “Setiap orang punya kekhawatiran masing-masing. Orang yang khawatir sebenarnya tidak percaya kepada Allah sebagai Bapa yang mahakuasa, mahatahu, murah hati dan penuh belaskasih. Kekhawatiran bisa membuat kita serakah dan mencari jaminan lain yang bukan Allah,” kata uskup seraya mengatakan, Prapaskah adalah saat tepat dan kesempatan rahmat untuk “menjadikan Allah sebagai pribadi yang paling menjamin hidup kita.”

Uskup menggarisbawahi kekhawatiran berdasarkan bacaan Injil, Minggu 25 atau 26 Februari 2017, yakni Matius 6:24-34, di mana Yesus mengajak para murid untuk tidak khawatir. “Kekhawatiran bisa menyebabkan mereka menyembah berhala karena mengandalkan seseorang atau sesuatu yang bukan Allah. Orang yang khawatir tak sepenuhnya percaya pada Allah. Ia juga menggantungkan diri pada hal lain. Maka, ia akan mencurahkan hati, budi, dan energi juga pada siapa atau apa yang diandalkannya.”

Uskup Bandung mengamati, banyak orang khawatir akan hidupnya. Anak atau remaja khawatir akan masa depan saat tidak bisa sekolah. Pemuda atau dewasa khawatir akan dirinya manakala sulit mencari pekerjaan dan susah mendapat pasangan ideal. Ayah atau ibu khawatir akan anak-anaknya yang hidup tak sesuai harapan. Nenek atau kakek khawatir akan masa tuanya saat anak-cucunya tak peduli. “Kita mungkin khawatir akan kesehatan, keuangan, atau keadaan sosial, politik, dan keamanan.”

Kekhawatiran akan pangan, sandang, dan papan, lanjut uskup, biasanya menghantui setiap orang. Di situlah sabda Yesus: “Sebab itu janganlah kamu khawatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?” (6:31) meneguhkan kita bahwa Allah tidak akan menelantarkan manusia. Burung dan rumput di ladang saja tak akan dibiarkan terlantar apalagi manusia yang dikasihi Allah melebihi barang dan binatang.”

Ajakan untuk tidak khawatir, tegas Mgr Antonius, adalah undangan untuk percaya penuh kepada Allah sebagai Bapa yang mahatahu akan kebutuhan kita dan mahamurah memenuhi keperluan kita. “Orang menjadi serakah karena terlalu khawatir dan tidak percaya kepada kebaikan dan kemurahan Allah. Orang yang serakah memenuhi kebutuhan dan keinginannya tanpa peduli pada kehidupan sesama.”

Pencemaran air, pengotoran udara, kerusakan tanah, dan kelangkaan sumber alam bagi kesejahteraan orang banyak terjadi karena orang rakus mencari makanan, pakaian, dan perumahan yang melampaui kebutuhan yang wajar, tegas uskup.

Kehancuran alam akibat keserakahan dipicu kekhawatiran berlebihan dan ketidakpercayaan pada penyelenggaraan ilahi. Maka, “kita perlu melakukan pertobatan ekologis yang tampak dari perubahan mentalitas dalam mengelola alam sebagai buah spiritualitas karena relasi dekat dengan Tuhan yang diwujudkan dalam solidaritas pada sesama. Itulah juga ajakan pertobatan Aksi Puasa Pembangunan 2017 yang bertema Keluarga Berwawasan Ekologis.”

Melalui tema itu, jelas uskup, keluarga diundang untuk menjaga keutuhan ciptaan dengan menghargai alam sebagai penyangga kehidupan bagi semua makhluk dan dengan mengelolanya sedemikian rupa bagi kesejahteraan manusia sepanjang zaman.

“Perwujudan ini harus disertai kepercayaan kepada Allah yang mahaadil dan mahabaik hingga orang tak perlu khawatir akan kehidupannya dan tak perlu rakus mendapatkan yang dibutuhkannya. Maka, saat memanfaatkan hasil alam, kita pun pantas bertanya: Sudah bijaksanakah saya menggunakannya? Sudah pedulikah saya pada keberlangsungan alam dan ketersediaannya untuk generasi mendatang? Kita diajak mengubah gaya hidup hingga berwawasan lingkungan dan berkepedulian pada sesama,” tulis Mgr Antonius Subianto Bunjamin.(pcp)

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here