Demi persatuan penuh dan nyata dalam iman, hidup sakramental dan misteri gerejawi, masih banyak pekerjaan harus dilakukan, tetapi “kami yakin Roh Penghibur akan selalu menjadi terang dan kekuatan untuk ekumenisme spiritual dan dialog teologis.”
Inilah kata-kata Paus Fransiskus di pagi hari tanggal 4 Mei 2015 dalam pertemuannya dengan Uskup Agung (Lutheran) Upsala Antje Jackelén yang datang bersama delegasi Gereja Injili Lutheran dari Swedia.
Antje Jackelén adalah kepala perempuan pertama dari Gereja Swedia dan uskup agung wanita pertama yang diterima di Vatikan dalam audiensi kepausan yang resmi. Dalam sambutannya Paus Fransiskus berbicara tentang kemajuan dalam dialog antara umat Katolik dan Lutheran, termasuk tentang dokumen bersama ‘Dari Konflik ke Persekutuan’ untuk mempersiapkan peringatan bersama ulang tahun ke-500 dimulainya Reformasi.
Reformasi Protestan adalah gerakan reformasi umat Kristiani Eropa yang membentuk agam Protestan. Gerakan itu dimulai tahun 1517 tatkala Martin Luther mempublikasikan Sembilan Puluh Lima Tesis dan berakhir tahun 1648 dengan Perjanjian Westphalia yang meredakan perang agama di Eropa.
Dalam audiensi itu, Bapa Suci mengingatkan juga ulang tahun ke-50 dekrit Konsili Vatikan Kedua, Unitatis Redintegratio, yang dirayakan tahun lalu. “Hingga hari ini pun dekrit itu tetap menjadi titik dasar acuan untuk upaya ekumenis dari Gereja Katolik,” kata Paus.
Juga ditegaskan bahwa dokumen itu merupakan “ajakan bagi semua umat Katolik untuk melakukan upaya persatuan guna mengatasi perpecahan di antara umat Kristen.” Perpecahan itu, jelas Paus, “tidak hanya secara terbuka menentang kehendak Kristus, tetapi juga merupakan skandal bagi dunia dan merusak upaya tersuci: pewartaan Injil kepada segala makhluk.”
Kenyataannya, tegas Paus Fransiskus, kedua gereja itu bukanlah bermusuhan atau bersaing, melainkan merupakan “saudara-saudara dalam iman.”
Maka, Bapa Suci mendorong Umat Katolik dan Lutheran untuk “mengupayakan dan meningkatkan persatuan di keuskupan-keuskupan, di paroki-paroki, di komunitas-komunitas di seluruh dunia.”
Biarawan Serikat Yesus itu menekankan bahwa panggilan untuk bersatu berarti juga “seruan mendesak untuk membuat komitmen bersama di tingkat amal kasih, guna membantu semua orang yang menderita di dunia akibat kemiskinan dan kekerasan, dan yang secara khusus membutuhkan kemurahan hati kita.”
Mengingat penganiayaan terhadap orang Kristen di berbagai belahan dunia, Paus mengatakan bahwa penderitaan mereka “mendorong kita untuk bertumbuh dalam persekutuan persaudaraan.”
Paus juga mencatat masalah martabat kehidupan manusia, yang katanya merupakan “relevansi yang mendesak”, khususnya isu-isu seputar keluarga, pernikahan dan seksualitas.
“Sangat disayangkan kalau perbedaan-berbedaan baru dalam hal pengakuan dosa harus dikonsolidasikan karena persoalan-persoalan penting ini,” kata Paus.
Menutup sambutannya, Paus Fransiskus berterima kasih kepada delegasi Gereja Injili Lutheran Swedia itu, seraya berharap terjadi kolaborasi di antara umat Lutheran dan Katolik di masa depan. Paus juga berterima kasih kepada mereka “untuk sambutan yang mereka berikan kepada begitu banyak kaum migran dari Amerika Selatan di masa kediktatoran; sambutan persaudaraan yang telah memungkinkan keluarga-keluarga bertumbuh.” (pcp dari berbagai sumber di Vatikan)