Dalam renungannya tentang Injil hari Minggu, 28 Juli 2019, Luk. 11:1-13. Paus Fransiskus mengatakan, para murid ingin “mengalami ‘kualitas’ doa yang sama” yang ada dalam hubungan Yesus dengan Bapa. “Mereka bisa melihat bahwa doa itu merupakan dimensi penting dalam kehidupan Master (pemimpin) mereka,” kata Paus.
“Setiap tindakan-Nya yang penting ditandai dengan masa doa yang panjang,” lanjut Paus. Mereka juga menyadari bahwa Yesus “tidak berdoa seperti master-master yang lain saat itu.” Sebaliknya, “Doa-Nya merupakan hubungan intim dengan Bapa.”
Ketika para murid meminta Yesus untuk mengajar mereka untuk berdoa, kata Paus, Tuhan tidak sekedar “memberikan definisi yang abstrak tentang doa, atau mengajarkan teknik berdoa yang efektif guna ‘mendapatkan’ sesuatu.” Sebaliknya, Yesus membagikan kepada mereka pengalaman doanya sendiri, “menempatkan mereka langsung berhubungan dengan Bapa, dan membangkitkan dalam diri mereka kerinduan akan hubungan pribadi dengan-Nya.”
Ini, “cara baru doa umat Kristiani: dialog antara orang-orang yang saling mencintai, dialog yang berdasarkan kepercayaan, yang ditopang dengan mendengarkan, dan terbuka pada komitmen terhadap solidaritas,” kata Paus.
Doa yang Yesus ajarkan kepada mereka, Bapa Kami, “adalah salah satu karunia paling berharga yang ditinggalkan kepada kita oleh Master ilahi dalam misi duniawi-Nya,” kata Paus. Dengan doa ini, Yesus mengajar kita “untuk masuk dalam Kebapaan Allah, dan menunjukkan kepada kita cara untuk masuk ke dalam dialog penuh doa dan langsung dengan-Nya, dengan cara kepercayaan seorang anak.”
Bapa Kami, kata Paus, “adalah sintesis dari setiap doa, dan kita selalu menyampaikannya kepada Bapa dalam persekutuan dengan saudara-saudari kita.” (PEN@ Katolik/pcp berdasarkan laporan Christopher Wells/Vatican News)
Artikel Terkait:
Paus tutup katekese Bapa Kami: Keberanian dan keintiman memanggil Allah dengan Bapa