“Tanggal 13 Maret 2008, saat saya merayakan HUT ke-62, sebagai kenangan, saya diberikan satu hadiah yang tidak langsung saya buka. Pagi hari sesudahnya, baru saya buka bungkus hadiah itu. Di dalamnya saya dapatkan satu surat dan satu desain gambar gereja dalam bentuk tiga dimensi.”
Uskup Sanggau Mgr Giulio Mencuccini CP asal Italia bercerita saat memberi sambutan dalam Misa Konsekrasi dan Peresmian Katedral Hati Kudus Yesus Sanggau, 11 September 2018. Surat itu berbunyi, “Umat Keuskupan Sanggau mohon agar Bapak Uskup membangun Gereja Katedral baru, dan kalau suka, inilah desain gambar gereja baru itu dan kami umat siap membantu.”
Sesudah itu, Mgr Mencuccini berbicara dengan Pastor Franz Xaver Brantschen OFMCap. Misionaris asal Swiss itu menyetujui rencana pembangunan gereja baru dengan mengatakan, “wajar dibangun gereja baru, karena gereja lama sudah hampir 45 tahun digunakan.” Gereja yang lama itu merupakan gereja ketiga di Kota Sanggau. Gereja pertama dibangun tahun 1928, kedua tahun 1938 dan ketiga dibangun tahun 1965.
Pastor Brantschen hanya memohon agar kerangka besi gereja lama, yang dibawa dari Belanda, dipakai untuk membangun satu gereja di kampung. “Kini kerangka gereja katedral lama sudah menjadi kerangka untuk gereja di Paroki Bunut sebagai kenangan,” kata Mgr Mencuccini dalam sambutannya.
Berawal dari hadiah, “jati diri umat se-Keuskupan Sanggau mulai diwujudkan dan hasilnya adalah gereja katedral unik-artistik yang menggabungkan agama Barat dengan arsitektur seni serta kepercayaan suku Dayak,” lanjut uskup itu.
Menurut sejarah, jelas Mgr Mencuccini, Katedral Sanggau pertama tidak dibangun sebagai katedral, tetapi gereja pusat Paroki Sanggau. Gereja itu menjadi katedral karena Kewedanan Sekadau yang mencakup Kabupaten Sanggau menjadi keuskupan. “Sejak menjadi vikaris jenderal kemudian uskup pertama Keuskupan Sanggau, tak pernah masuk dalam program keuskupan ide membangun katedral baru, karena yang lama masih dianggap baik dan banyak umat merasa terikat secara emosional dengan gereja itu. Lebih-lebih, saya menaruh hormat terhadap Pastor Franz Xaver Brantscheen OFMCap yang telah membangunnya,” kata uskup.
Menurut buku “Karya Agung Allah di Tengah Umat-Nya/Gereja “Hati Kudus Yesus” Katedral Sanggau” tulisan Pastor Severyanus Ferry Pr, Stasi Sanggau berdiri 22 Desember 1912 saat Sanggau masih bagian wilayah Prefektur Apostolik Kalimantan yang berpusat di Pontianak.
Walaupun belum ada pastor menetap, secara berkala stasi ini dilayani oleh imam-imam Ordo Kapusin (OFMCap) dari Belanda. Melihat keperluan saat itu, tahun 1925, Pastor Kanisius OFMCap diangkat menjadi pastor pertama Stasi Sanggau. Gedung gereja pun mulai dibangun tahun 1928. Selain gereja, dibangun juga pastoran sebagai tempat tinggal para pastor yang melayani Stasi Sanggau.
Namun gereja itu tidak tahan lama. Tahun 1931, dibangun lagi gereja baru. Gereja kedua lebih baik dan representatif. Sejak 1925 hingga masa pendudukan Jepang (sekitar 1942), jumlah umat Katolik di Sanggau sekitar 1000 orang. Untuk itu, para imam Kapusin mulai menetap di Pastoran Sanggau demi pelayanan pastoral yang lebih efektif.
Selama masa pendudukan Jepang, jumlah umat di Sanggau tidak berkembang karena semua pastor dari Belanda dibuang ke kamp interniran di Kuching (Sarawak). Mereka baru kembali ke Indonesia setelah Jepang kalah perang tahun 1945.
Sekembalinya ke Indonesia, semangat dan kepercayaan diri orang Dayak bangkit. Kesadaran akan pentingnya pendidikan mulai tumbuh. Kesadaran ini muncul sebagai buah Kongres Persatuan Dayak (1948) yang diprakarsai para murid sekolah Katolik dan eks-seminaris.
Tahun 1950, Administrator Apostolik Pontianak Mgr Tarcisius van Valenberg OFMCap mendatangkan berbagai kongregasi imam, bruder dan suster untuk berkarya di wilayah Prefektur Apostolik Pontianak. Dengan bertambahnya tenaga misionaris, dibangunlah sekolah-sekolah dan gereja-gereja. Stasi-stasi pun mulai dimekarkan, Sekadau (1950), Jangkang Benua dan Pusat Damai (1952), Jemongko (1956) dan Batang Tarang (1958).
Sejak 1960, pelayanan di Paroki Sanggau diserahkan kepada misionaris Kapusin dari Swiss. Waktu itu ada enam misionaris dari Swiss di Sanggau yaitu Pastor Ewald Beck OFMCap, Pastor Franz Xaver Brantschen OFMCap, Pastor Matthau OFMCap, Pastor Rene Roscy OFMCap, Pastor Lazarus OFMCap dan Pastpr Agatho Elsender OFMCap.
Karena perkembangan umat yang pesat, tahun 1967, dibangun gereja ketiga yang lebih besar dengan kerangka besi yang didatangkan dari Belanda. Seiring dengan perkembangan umat, tanggal 10 Juli 1982, diumumkan Surat Keputusan Pendirian Keuskupan Sanggau. Keuskupan baru diresmikan 5 Desember 1982. Gedung gereja yang awalnya gereja paroki berubah status menjadi katedral, bangunan gereja induk, tempat kediaman uskup.
Namun, Minggu, 8 Mei 2011, Mgr Mencuccini merayakan Misa terakhir di Katedral Sanggau itu. Gereja yang telah berdiri selama lebih dari 40 tahun itu dibongkar dan akan diganti dengan katedral baru. Dan, Selasa, 11 September 2018, Katedral Hati Kudus Yesus Keuskupan Sanggau diresmikan oleh Bupati Sanggau Paulus Hadi dan Bupati Sekadau Rupinus dan dikonsekrasi oleh Mgr Ignatius Suharyo dan Mgr Giulio Mencuccini. (PEN@ Katolik/Samuel)