SINTANG, Pena Katolik – Medio 80-an, Uskup Sintang, Mgr. Samuel Oton Sidin OFMCap pertama kali menjejakkan kaki di hutan Laverna, Italia. Seketika ia disergap kekaguman. Hutan tempat bermeditasi pada Fransiskus ini dilihatnya sangat indah.
Pengalaman itu sangat membekas di hati Pastor Samuel. Doktor Fransiskanologi tamatan Universitas Antonianum Roma ini sadar orang Eropa sangat peduli dengan lingkungan. Bidang spiritualitas Fransiskan yang didalaminya seiring waktu membuatnya kian mengagumi alam ciptaan Tuhan. Di celah-celah waktu studi, Pastor Samuel menyempatkan diri mengunjungi taman-taman kota dan kebun binatang di Italia.
Hal inilah yang membuatnya bermimpi di kemudian hari, ia mengusung mimpi ingin membuat hutan suaka, sejenis kebun raya di Pontianak.
Ketika itu, ia kerap miris menyaksikan orang-orang di negerinya memperlakukan hutan seenaknya. Itu berarti, mereka telah merusak ciptaan Tuhan.
“Mereka hanya menguras kekayaan alam, tanpa pernah berpikir untuk melindungi,” tandasnya prihatin.
Pelestari Hutan
Saat menjadi Provinsial provinsial Kapusin (tiga periode, 1997-2009), atas kesepakatan Dewan Provinsial Kapusin, ia merintis pelestarian lingkungan di Dusun Gunung Benuah, Kecamatan Sei Ambawang. Ia menceritakan awalnya, lokasi itu terlantar, bekas kebakaran hutan dan gundul.
Proyek tersebut berawal dari keprihatinan Romo Samuel atas kerusakan hutan yang terjadi di sepanjang jalan trans Kalimantan yang menghubungkan Kota Pontianak dan Kabupaten Sanggau. Juga atas anjuran Definitor General Ordo yang menginginkan adanya rumah singgah di sekitar jalan trans Kalimantan tersebut.
Pastor Samuel mulai menggarap lahan tersebut dari nol. Bersama seorang bruder dan tukang, ia membawa tenda.
“Selama beberapa minggu kami tinggal di tenda, hingga kemudian kami membangun sebuah pondok dari kayu yang beratap dedaunan,” tuturnya. Ia juga membangun sebuah rumah sederhana yang diberi nama Rumah Pelangi.
Selanjutnya, mereka membangun jalan dengan cangkul dan linggis sepanjang 745 meter dari Rumah Pelangi menuju jalan besar. Setiap hari Pastor Samuel bekerja fisik hingga bersimbah peluh. Ia terjun langsung di lapangan. Ia mulai menyiapkan bibit, mengangkut bibit ke lahan, menanam, menyirami, hingga membersihkan tanaman.
Kini daerah ini menjadi satu-satunya hutan yang pohon-pohonnya masih kokoh berdiri di antara puluhan ribu hektar hutan di sekitarnya yang sudah habis dibabat
Kini hutan yang dulu gundul menjadi hijau kembali. Prestasi ini membuatnya dianugerahi Kalpataru untuk kategori Pembina Lingkungan yang diserahkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada Hari Lingkungan Hidup, 5 Juni 2012 lalu.
Menjadi Uskup
Mgr. Samuel ditunjuk Paus Fransiskus untuk menjadi gembala utama Keuskupan Sintang pada 21 Desember 2016. Ia adalah imam dari Ordo Kapusin (Ordo Fratrum Minorum Capuccinorum/OFMCap). Dengan kepercayaan ini, ia akan menggembalakan sekitar 270 ribu umat Katolik di Kabupaten Sintang atau yang sering disebuh Bumi Senentang.
Mgr. Samel lahir di Peranuk, Bengkayang, Kalimantan Barat, 12 Desember 1954. Ia menerima tahbisan imamat tahun 1984. Setahun setelah tahbisan, beliau ditugaskan belajar teologi di Universitas Antonianum di Roma hingga memperoleh gelar doktor bidang teologi spiritualitas.
Sudah lama, ia dikenal karena perhatiannya kepada pelestarian lingkungan. Hal ini karena ia dibesarkan dalam lingkungan nan hijau. Orangtuanya adalah petani. Keluarganya hidup dari hasil sawah dan perkebunan.
“Kami punya kebun karet yang cukup luas,” ungkapnya.
Wilayah Keuskupan Sintang dengan bentangan hutan tropis tentu memiliki tantangan yang tidak ringan. Kerusakan lingkungan akibat penebangan hutan secara liar tentu akan menjadi salah satu perhatian.