
VATIKAN, Pena Katolik – Paus Fransiskus wafat pada 21 April 2025. Ia wafat hanya satu hari setelah ia menyampaikan Urbi et Orbi Paskah terakhirnya. Mengenang Paus Fransiskus, kita akan mengingat saat di masa pandemi Covid-19, ia mendoakan dunia sendirian di Lapangan St. Petrus.
Paus Fransiskus berjalan seorang diri di pelataran Lapangan St. Petrus, Vatikan pada 27 Maret 2020. Di hadapannya telah berdiri sebuah salib, yang bukan salib seperti pada umumnya. Salib itu dikenal sebagai “Salib Ajaib” Gereja St. Marcello Roma, Italia. Salib itu adalah satu-satunya patung religius, yang selamat dari kebakaran yang terjadi pada 23 Mei 1519.
Paus Fransiskus berjalan hanya seorang diri. Tidak di tengah kerumunan ribuan peziarah, seperti yang terjadi pada kegitan-kegiatan lain di lapangan itu. Maret 2020, dunia lumpuh, tak hanya karena jutaan yang telah terinfeksi, namun saat itu, Covid-19 telah menghancurkan keseluruhan dasar-dasar kehidupan manusia. Lapangan St. Petrus yang sebelum pandemi selalu dipenuhi ribuan orang, saat itu seperti hanya hamparan tanah kosong.
Di dalam kesendirian itu, Paus Fransiskus berdoa, di depan “Salib Ajaib”. Ia meletakkan kepercayaan kepada Yesus yang tersalib, dan memohon Ia akan menyembuhkan dunia yang telah begitu dalam didera Covid-19. Dalam doanya, Paus Fransiskus hanya seorang diri. Namun bagi siapa saja yang melihat, daya kekuatan doa itu seolah jauh lebih besar di banding setiap doa yang sebelumnya pernah dipanjatkan di lapangan yang sama.
Entah berkat doa Paus Fransiskus itu, Italia yang menjadi salah satu negara yang paling telak dihantam Covid-19, berangsur pulih. Negara itu seolah mendahului negara-negara Eropa yang lain. Doa Paus Fransiskus ini seolah menjadi tanda, bahwa pelan tapi pasti Tuhan telah mengabulkan doa-doa manusia, agar dunia segera bebas dari Covid-19.
Momen Berkat
Momen ini adalah malam berkat yang luar biasa, benar-benar unik dalam sejarah. Saat itu, Paus Fransiskus berdoa seorang diri di depan Salib Ajaib di Lapangan Santo Petrus Vatikan. Ia berdoa untuk pandemi Covid-19 yang saat itu mulai menyebar di sleuruh dunia.
Doa itu begitu “keramat” (sakral). Di mana Paus mengajak seluruh dunia untuk tabah di hadapan Virus Corona. Kini, lima tahun berlalu setelah berkat “urbi et orbi” yang luar biasa itu.
Ibadah selama satu jam malam itu ditandai dengan “kekosongan dramatis” di Lapangan Santo Petrus, hujan sore itu menambah kekhidmatan.
Tidak pernah dalam sejarah ibadah serupa terjadi, dengan rahmat dari berkah “urbi et orbi” yang luar biasa diterima hampir seluruhnya oleh orang-orang yang menyaksikan melalui siaran langsung.
Berkat itu adalah cara yang benar-benar unik untuk menghadirkan Kristus.
Unik dan Sakral
Saat itu, homili Paus mencerminkan bagaimana Coronavirus menyatukan dunia dalam kemanusiaan. Semua orang bersama, sebagai saudara dan saudari.
“Kita telah menyadari berada di kapal yang sama, kita semua rapuh dan bingung, tetapi pada saat yang sama, menganggap orang lain penting dan saling membutuhkan. Kita semua dipanggil untuk mendayung bersama,” kata Paus Fransiskus ketika itu.
Lima tahun yang lalu, di Lapangan St. Petrus dunia mengangkat permohonan untuk berakhirnya pandemi. Pada hari-hari ini, dunia melakukan peziarahan, ada harapan untuk mengakhiri perang di sleuruh dunia, di Ukraina, di Gaza, di Myanmar, dan di seluruh dunia.
Pada hari yang gelap, Paus Fransiskus berdoa untuk dunia yang menderita. Malam memang telah tiba bagi banyak orang. Paus Fransiskus memanjatkan doa memohon agar pandemi segera berakhir. Saat itu, gereja-gereja di seluruh dunia ditutup. Rumah sakit dimobilisasi untuk membantu ratusan pasien yang datang ke ruang gawat darurat yang kesulitan bernapas selama bulan Maret 2020. Saat itu, virus yang mengancam itu belum sepenuhnya dipahami.
“Kita memiliki jangkar: Melalui salib-Nya kita telah diselamatkan. Kita memiliki kemudi: Melalui salib-Nya kita telah ditebus. Kita memiliki harapan: Melalui salib-Nya kita telah disembuhkan dan dipeluk sehingga tidak ada apa pun dan tidak seorang pun dapat memisahkan kita dari kasih penebusan-Nya.”
Jangan Takut
Dunia sedang terguncang oleh gelombang pandemi yang menakutkan, dalam lautan ketidakpastian dan ketakutan yang bergelora. Setelah kejadian yang tidak diketahui ini, Paus menanyakan kepada kita semua pertanyaan yang Yesus ingin tanyakan kepada umat beriman: “Mengapa kamu takut? Tidakkah kamu memiliki iman?”
Paus Fransiskus mengajak dunia untuk tidak takut. Awal pandemi lima tahun lalu itu terjadi pada masa Prapaskah, masa penebusan dosa, puasa, doa dan sedekah. Prapaskah adalah masa introspeksi dan pemeriksaan diri yang mendalam, masa mempersembahkan penderitaan demi Kristus dan sesama. Lima tahun lalu hari ini, Paus Fransiskus mengingatkan kita semua tentang panggilan umat Kristiani untuk benar-benar memeluk salib Yesus.
“Memeluk salib-Nya berarti menemukan keberanian untuk memeluk semua kesulitan saat ini, meninggalkan sejenak keinginan kita akan kekuasaan dan harta benda untuk memberi ruang bagi kreativitas yang hanya dapat diilhami oleh Roh.
“Melalui salib-Nya kita telah diselamatkan untuk memeluk harapan dan membiarkannya memperkuat dan menopang semua tindakan dan semua kemungkinan jalan untuk membantu kita melindungi diri kita sendiri dan orang lain. Memeluk Tuhan untuk memeluk harapan: itulah kekuatan iman, yang membebaskan kita dari rasa takut dan memberi kita harapan.”
Seruan Paus Fransiskus pada momen itu rasanya akan terus relevan. “Jangan Takut” selalu akan menjadi penghiburan untuk siapa saja ketika berada dalam situasi sulit.
“Mengapa kamu takut? Apakah kamu tidak beriman?”
Paus Fransiskus memimpin doa di hadapan Lapangan St. Petrus yang kosong. Namun, ini pun simbol, “Petrus yang kokoh” yaitu pondasi Gereja, pondasi iman. Dalam situasi sulit, setiap orang dipanggil menjadi pribadi yang berani dan kokoh dalam beriman.
“Saudara-saudari terkasih, dari tempat ini yang menceritakan tentang iman Petrus yang kokoh, saya ingin malam ini mempercayakan kalian semua kepada Tuhan, melalui perantaraan Maria.”
“Dari tiang-tiang yang merangkul Roma dan seluruh dunia, semoga berkat Tuhan turun atas kalian sebagai pelukan yang menghibur. Tuhan, semoga Engkau memberkati dunia, memberikan kesehatan bagi tubuh kami dan menghibur hati kami. Engkau meminta kami untuk tidak takut. Namun iman kami lemah dan kami takut. Tetapi Engkau, Tuhan, tidak akan meninggalkan kami dalam belas kasihan.” (AES)