Romo Samuel Sonny Gunawan OP masih mengingat, suatu hari ketika masih di Sekolah Dasar, ia berencana ingin bermain “misa-misaan”. Namun, ia kebingungan, kira-kira benda apa yang dapat ia gunakan untuk menjadi kasula, yang dapat ia pakai layaknya seorang imam yang sedang merayakan Misa.
Sudah beberapa saat Elson, begitu ia disapa, mencari di dalam lemari baju namun ia tidak menemukan. Setelah beberapa saat, ada sebuah baju Panjang yang ia lihat terselip di antara pakaian-pakain lain. Sontak ia mengambil baju itu dan memotongnya, sedemikian rupa sampai menyerupai sebuah kasula yang biasa dipakai seorang imam ketika merayakan Misa.
Dengan daster milik neneknya itu, akhirnya Elson bisa melakukan rencananya. Bermain misa-misaan pada suatu hari di rumahnya di Bojong Indah, Jakarta Barat. Kue sanca, makanan khas Tiongkok pun ia gunakan layaknya hosti.
Elson begitu Bahagia ketika bermain. Ia layaknya pastor paroki yang sedang memimpin Misa bersama umatnya. Sang oma yang melihat dasternya sudah menjadi “kasula” hanya tersenyum.
“Keinginan saya menjadi imam sudah ada sejak kecil. Pas kecil saya suka bermain misa-misaan, saya potong daster oma untuk dijadikan kasula. Dan saya pakai kue sanca sebagai hosti,” kenang Romo Elson.
Panggilan dari Kecil
Sejak kecil, ketertarikan untuk menjadi imam sudah ada meskipun kadang ada kadang hilang. Ketika itu, ia “iri” mengapa imam yang memimpin Misa hostinya lebih besar, dibanding umat lain. Di masa kecilnya, ia lebih suka menghabiskan waktu dengan permainan misa-misaan ini, dibanding seperti temannya yang lain, yang lebih suka bermain game atau jenis permainan lain yang popular di masa itu.
Barangkali hal ini sudah menjadi tanda akan masa depan panggilan Elson. Perjumpaannya dengan para Frater Diosesan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) yang sesekali berkunjung ke Paroki St. Thomas Rasul Bojong Indah sedikit memberi pengetahuan tentang hidup membiara. Ketika di bangko SMP pun, Elson masih belum pasti menentukan kelanjutan, setelah nanti lulus.
Kejelasan untuk masuk seminari justru baru terjadi saat Kepala Paroki Bojong Indah, Romo Ludo Reekmans CICM bertanya dan menawarinya masuk seminari. Tawaran itu pun ditanggapi Elson dengan “coba-coba”. Ia mendaftar saja, dengan berpikir, siapa tahu ini panggilannya. Alhasil, setelah tamat SMP St. Maria Juanda, Jakarta Pusat, Elson memilih melanjutkan pendidikan di Seminari Menengah Wacana Bhakti, Jakarta Selatan, seminari milik KAJ.
“Awalnya coba-coba, yang coba-coba ini akhirnya jatuh cinta,” kenang Romo Elson.
Kedua orangtua Elson, Kristoforus Rudy J Gunawan dan Maria Yunita Ratna A Suwarna antara mendukung dan tidak mendukung pilihan sang buah hati untuk masuk seminari menengah. Namun, Romo Elson mengingat, ketika ia mulai masuk seminari, kedua orangtuanya menjadi semakin aktif di Gereja. Tahun 2007, pasca banjir besar di Jakarta, Elson dan keluarganya pindah ke Curug, Tangerang Selatan sampai saat ini.
“Bapak sewaktu saya di seminari (Wacana Bhakti-red) selalu nanya kapan saya mau pulang, kalau ga betah ya pulang aja. Ibu juga begitu,” kenang Romo Elson.
Namun, Romo Elson mengingat dan meyakini, ada dukungan kuat dari keluarganya, ketika ia menjalani kehidupannya di seminari. Pada saat ia merasakan tantangan dalam panggilan, dan merasa ingin menyerah, di sinilah ibunya menguatkan. Ketika ia bercerita kepada ibunya, ingin keluar dari seminari menengah, sang ibu lah yang kemudian justru menguatkan.
“Yakin mau keluar, kan sudah jalan. Waktu saya ragu, ibu yang mendukung,” ujar Romo Elson.
Jatuh bangun, Elson dapat menjalani kehidupan di seminari menengah. Ketika tiba saat ia harus menentukan kemana ia akan berlabuh selanjutnya, Elson berkesempatan mengikuti retret di Biara Trappist (Ordo Cisterciensis Strictioris Observantiae/OCSO) Rawaseneng, Temanggung. Elson mendapat bimbingan dari para rahib di biara kontemplatif itu. Satu yang diingat para rahib itu adalah sifat Elson yang “bawel”, ia senang berbicara dan bercerita. Pribadinya ramah dan ceria. Sifat ini yang terlihat, sehingga seorang rahib di sana menyarankan kepada Elson untuk mencari satu kongregasi atau ordo religius yang bisa mengakomodasi sifatnya ini.
“Elson, kamu nih orangnya demen ngomong, kamu kalau masuk pertapaan kasian nanti. Coba cari kamu bisa mencari kongregasi atau ordo yang dapat mengakomodasi sifat kamu ini,” demikian Romo Elson mengenang saat retret di Biara Trappist, saat masih di Seminari Menengah.

Dari Indomie dan Nasi Goreng
Membawa saran itu, Elson kemudian pulang ke seminari. Di sini, ada cerita lain yang kelak ikut menentukan pilihan panggilan Elson selanjutnya. Saat itu, di dapur seminari, ada tiga sosok suster dari Ordo Pewarta (Ordo Praedicatorum/OP) yang melayani di sana. Satu yang diingatnya adalah Sr. Yovita OP. Di sinilah cerita panggilannya berlanjut, dan menjadi awal perjumpaannya dengan Ordo St. Dominikus ini.
“Saya masuk Dominikan ini karena dapur, panggilan saya nih ‘murah sekali’ karena indomie, dan nasi uduk, dan coklat,” ujarnya mengenang kehidupannya di seminari dan perkenalannya dengan para Suster Dominikan.
Sesekali ketika di seminari, Elson mendatangi dapur seminari untuk “menyapa” suster yang bekerja di sana. Namun, nyatanya ada maksud lain, ia berharap mendapat makanan di sana. Pada beberapa kesempatan, ia diberi Indomie, nasi uduk dan coklat. Dari sinilah, yang awalnya ia mulai mengenal para Suster Dominikan, ia kemudian juga mengenal Ordo Pewarta.
Romo Elson mengingat, imam Dominikan pertama yang ia kenal adalah Romo Adrian Adiredjo OP. Ia juga ikut saat Tahbisan Romo Andreas Kurniawan OP tahun 2009. Di sinilah, ketertarikannya kepada Ordo Pewarta semakin mendalam. Ia tertarik karena di dalam ordo ini, spiritualitas kontemplatif dan aktif. Di sini, ia dapat menghidupi keduanya. Ia dapat menjadi religius yang pendoa, namun sekaligus juga memiliki karya di tengah umat.
“Pertama dan utama buat saya, hidup yang aktif dan kontemplatif, saya secara ga langsung menyadari, saya butuh komunitas,” ujar Romo Elson menceritakan alasannya memilih Ordo Pewarta.
Hadir di Tengah Umat
Akhirnya, Elson pun masuk dan bergabung dengan Ordo Dominikan. Ia mengenang. Tidak mudah memulai kehidupan di Biara Dominikan. Ia memulainya di Surabaya, dan kemudian melanjutkan masa formasinya sampai menyelesaikan pendidikan S2 Pewartaan di Universitas St. Thomas Manila, Filipina. Selama masa ini, Frater Elson mengenang bahwa perjuangannya menjalani panggilan sangat terbantu karena adanya teman-teman komunitasnya.
“Hari pertama saya di Filipina, rasanya sudah mau pulang saya. Namun teman-teman komunitas saya membuat saya semakin maju dan semakin berkembang,” kenangnya.
Romo Elson menyadari, kehadirannya di komunitas adalah kunci panggilannya. Di komunitas ia mendapat dukungan, ia juga merasakan ada perasaan saling mendukung di antara setiap anggota komunitas ini. Ia pun semakin mencintai panggilannya. Ketika ditanya siapa sosok orang kudus Dominikan yang menjadi idolanya. Ia menyebut St. Dominikus, St. Martin de Porres, St. Vincentius Ferrer, dan Beato Giorgio Frasati.
Ketika nanti telah ditahbiskan, Romo Elson ingin menjadi imam yang hadir di tengah umat. Intinya, menjadi imam harus ada untuk umat. Dalam dirinya ia ingin berpegang pada “ministry of present”, ‘karya kehadiran’. Seperti pesan Paus Fransiskus, ia ingin menjadi “imam yang berbau domba”, hadir dan melayani umatnya.
“Kalau saya ditanya ingin menjadi seperti apa, saya ingin menjadi imam yang hadir di tengah umat,” ujarnya.
Ketika menjadi imam,Romo Elson ingin berusaha menjadi teman seperjalanan bagi umat-umatnya. Romo Elson akan ditahbiskan menjadi imam di Gereja St. Helena, Curug, Tangerang Selatan. Misa tahbiskan oleh Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo. (AES)
<<Dibuat dalam box khusus>>
Profil : Romo Samuel Sonny Gunawan, OP
Lahir : Jakarta, 4 September 1992
Perjalanan Formasi
Aspiransi : 2011-2013 (Surabaya, Indonesia)
Postulansi : 2013-2014 (Calamba, Filipina)
Novisiat : 2014-2015 (Manaoag, Filipina)
Kaul Pertama (OP) : 23 Mei 2015 (Manaoag, Filipina)
Kaul Kekal (OP) : 25 April 2018 (Quezon City, Filipina)
Penerimaan Lektor : 20 Agustus 2019 (Quezon City, Filipina)
Penerimaan Akolit : 20 Agustus 2020 (Quezon City, Filipina)
Tahbisan Diakon: 19 Maret 2024 (Quezon City, Filipina)
Riwayat Pendidikan
Seminari Wacana Bhakti, Kolese Gonzaga Tahun Lulus: 2011
S1 Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala (Tahun Lulus, 2017)
S1 Teologi Universitas Universitas Santo Tomas (Tahun Lulus, 2021)
S2 Preaching Universitas Institute of Preaching (Tahun Lulus, 2023)
Moto Panggilan: “Simplex Fac Cor Meus” (PSALMUS LXXXV)