Home BERITA TERKINI Gereja Katolik sedang mengalami pertumbuhan pesat di Singapura

Gereja Katolik sedang mengalami pertumbuhan pesat di Singapura

0

SINGAPURA, Pena Katolik – Meskipun agama Buddha sangat kuat, agama Katolik adalah agama yang paling berkembang di Singapura, negara terakhir yang akan dikunjungi Paus Fransiskus dalam lawatannya yang panjang ke Asia dan Oseania, 2-13 September 2024.

Asal mula Gereja Katolik di Singapura, terkait erat dengan para misionaris pertama yang, bersama dengan Santo Fransiskus Xaverius, tiba di Malaysia pada abad ke-16. Singapura terletak di ujung Malaysia, sebuah pulau yang hanya dipisahkan oleh selat sempit.

Santo misionaris itu tiba di Malaka di barat daya Malaysia, sekitar 150 mil dari Singapura, pada tahun 1545 dan tiga tahun kemudian wilayah tersebut menjadi keuskupan yang terkait dengan Keuskupan Agung Goa. Saat itu, wilayah ini merupakan koloni Portugis di pantai barat India, sekitar 2.200 mil jauhnya.

Agama Katolik dilarang di bawah pendudukan Kalvinis Belanda. Situasi ini dipulihkan pada tahun 1819, ketika Singapura berada di bawah yurisdiksi Perusahaan Hindia Timur Britania.

Misionaris Prancis

Pada tahun 1821, seorang misionaris menemukan 12 umat Katolik di pulau itu, jumlah yang akan bertambah menjadi 500 dalam waktu 17 tahun. Anggota Paris Foreign Missions Society (Missions Étrangères de Paris/MEP) tiba pada tahun-tahun itu dan mendirikan gereja dan sekolah.

Misionaris Prancis, Pastor Jean-Marie Beurel MEP bertanggung jawab atas pembangunan Katedral Gembala Baik. Ia juga membantu berdirinya sekolah laki-laki yang dikelola oleh para Bruder De La Salle (Fratres Scholarum Christianarum/FSC), dan sekolah perempuan yang dikelola oleh Soeurs de l’Enfant-Jésus/SIJ).

Sejak awal, umat Katolik di Keuskupan Malaka saat itu terbagi menjadi dua yurisdiksi. Hal ini karena konflik lama antara Takhta Suci dan Portugal, yang tidak terselesaikan hingga tahun 1886. Umat Katolik misi Portugis ditempatkan di bawah otoritas uskup Makau (saat itu koloni Portugis). Sedangkan umat Katolik misi Prancis di bawah otoritas vikaris apostolik Ava dan Pegu (saat itu Burma).

Sejak 1888, Misi Portugis dan para Misionaris MEP bekerja sama untuk mengonsolidasikan kehadiran Gereja di Singapura. Gereja mengalami penganiayaan berat selama pendudukan Jepang antara tahun 1942 dan 1945. Komunitas Katolik bangkit kembali pada tahun 1950-an pascaperang dan Gereja mengintensifkan pekerjaannya di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial.

Kardinal William Goh

Pada tahun 1972, Singapura diangkat menjadi keuskupan agung, yang tunduk pada Takhta Suci pada tahun 1977, dengan Mgr. Gregory Yong menjadi uskup agung pertamanya. Singapura saat ini memiliki satu kardinal, Kardinal William Goh, yang diangkat oleh Paus Fransiskus pada konsistori tahun 2022.

Setelah terjalinnya hubungan diplomatik dengan Takhta Suci pada tahun 1981, Singapura menerima kunjungan dari Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 20 November 1986. Ini adalah perjalanan apostolik Paus Polandia itu yang ke-32, yang juga berkunjung ke Bangladesh, Singapura, Fiji, dan Selandia Baru.

Saat ini, Singapura dianggap sebagai negara sekuler dan pluralistik serta kota multietnis. Sekitar 43% dari lebih dari 5 juta penduduknya beragama Buddha. Sekitar 20% beragama Kristen, 14% beragama Islam, dan ada juga sebagian kecil beragama Hindu.

Gereja Katolik saat ini memiliki 176.000 umat beriman di negara ini dan dianggap sebagai salah satu yang paling dinamis dan vital di Asia Tenggara. Sekitar 50% umat Katolik secara teratur menghadiri Misa Minggu, dan gereja-gereja tetap penuh berkat para emigran, yang merupakan komponen penting Gereja lokal.

Berdasarkan data terbaru dari Kantor Statistik Singapura, Takhta Suci melaporkan bahwa Kristen, dan khususnya Katolik, adalah satu-satunya agama yang tumbuh. Vitalitas ini ditegaskan baik oleh kehadiran aktif Gereja di bidang sosial maupun oleh kehadiran yang besar dan partisipatif dalam liturgi.

Secara umum, kebijakan otoritas Singapura berorientasi pada promosi dialog dan kerja sama dengan agama-agama, terutama di bidang pendidikan dan sosial. Koeksistensi antara berbagai agama ini juga didukung oleh seringnya perkawinan campuran di negara-kota tersebut. (AES)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version