Home BERITA TERKINI Majapahit dalam Catatan Misionaris Eropa Abad ke- 13, Pastor Odorico Mattiuzzi

Majapahit dalam Catatan Misionaris Eropa Abad ke- 13, Pastor Odorico Mattiuzzi

0
Ilustrasi perjalanan Pastor Odorico Mattiuzzi di Pulau Jawa. IST

Pena Katolik – Pastor Odorico Mattiuzzi (1286-1331) tercatat pernah menginjakkan kaki di Pulau Jawa pada masa Kejayaan Majapahit. Ketika di Jawa, Pastor Mattiuzzi sempat membuat catatan singkat tentang kehidupan masyarakat Jawa.

Pastor Mattiuzzi atau yang dikenal Odorico da Pordenone dikenal sebagai seorang biarawan dari Ordo Fransiskan. Sebagai Imam, Pastor Mattiuzzi tergolong seorang yang terpelajar. Hal itu tampak karena ia banyak menulis buku, terutama di bidang religi dan kesusastraan.

Singkat cerita, pada suatu hari, biarawan asal Asisi ini dipanggil oleh Vatikan. Saat itu Paus Yohanes XII memberinya tugas untuk mengunjungi Rusia Selatan, India, dan China. Tugas segera dilaksanakan. Mulailah Pastor Mattiuzzi mendayung kapalnya dari Venesia. Berlayar menuju tiga kawasan itu.

Persinggahan ke pulau-pulau

Sepanjang perjalanan mengarungi samudra itu, Pastor Mattiuzzi memang sering berlabuh di beberapa pelabuhan besar. Seperti kebiasaan kapal pada umumnya mungkin mengisi persediaan makanan atau suku cadang untuk kapal.  Dia juga mampir di pelabuhan di Konstatinopel, Teluk Persia, Mumbai, Malabar, Srilangka, Madras, dan singgah di pulau-pulau di Indonesia. Ia sempat mampir di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Saat berlabuh di Jawa, rupanya sang biarawan sempat terpesona pada Jawa. Ia terkagum-kagum pada kehidupan orang-orang Jawa.

Tak heran jika ia memutuskan untuk tinggal di Jawa untuk beberapa lama. Kedalaman instingnya sebagai kaum terpelajar semakin terasah di Jawa. Rasa ingin tahunya semakin menjadi-jadi. Ia berusaha keras mengamati dan melakukan riset kecil untuk mengenali Jawa. Mulai dari keadaan alamnya, kehidupan masyarakatnya, ekonominya, budaya, juga politiknya. Malah, ia juga sempat datang dan dipersilakan memasuki istana Raja Jawa kala itu. Disambut baik dan mendapatkan jamuan istimewa dari sang Raja. Di dalam istana itu, ia merasa terkagum-kagum.

Tidak hanya karena kemegahan istana Raja, melainkan pula kewibawaan sang Raja. Sayang, kunjungannya itu tak bisa diperpanjang. Ia masih mengemban misi dari Vatikan Roma untuk menyambangi China. Di sana, ia harus menemui Montecorvino, Uskup Agung di Beijing. Ia pun akhirnya melanjutkan perjalanan menuju China.

Teringat tentang pesona Jawa

Di sana, ia tinggal selama 3 tahun (1324-1327). Lantas, kembali melanjutkan perjalanan pulang ke Italia melalui jalur darat. Melintasi pegunungan Tibet, Badachschan, Tabriz, Armenia, dan kembali ke negerinya pada bulan Mei 1330. Setahun setelah menjalani masa istirahat dari penjelajahan panjang itu, ia tiba-tiba saja sangat ingin menemui Paus Yohanes XXII.

Ia teringat pada kisah yang mengagumkan tentang Jawa. Ia merasa sangat perlu disampaikan kisah itu pada sang Paus. Tapi sayang, Paus Yohanes XII sedang dinas di Avigon, sebuah kota di selatan Perancis.

Tekadnya yang besar itu membuatnya memaksakan diri menyusul sang Paus. Ia menempuh perjalanan dari Italia menuju Avigon. Tapi, ketika sampai di Pisa, ia jatuh sakit. Tak sanggup melanjutkan perjalanan. Ia pun memutuskan kembali ke Friuli.

Sayang, kondisi tubuhnya makin lemah. Sakitnya pun makin parah. Ia memutuskan beristirahan di Padua sejenak.

Isi catatan yang melukiskan pandangannya tentang Jawa. Di Padua, tepatnya di biara St. Antonius, ia menemui teman sejawatnya, William de Solona. Kepada kawannya itu ia meminta untuk mencatat kisah-kisahnya. Salah satunya, kisah mengagumkan dari Jawa.

“Saya pergi ke sebuah pulau lain bernama Jawa yang memiliki garis keliling pantai sepanjang 3.000 mil dan raja Jawa memiliki tujuh raja lain di bawah kekuasaan utamanya. Pulau ini dianggap sebagai salah satu pulau terbesar di dunia dan sepenuhnya dihuni; berlimpahan cengkih, kemukus dan buah pala serta segala macam rempah lain juga banyak, jenis makanan lain dalam jumlah besar, kecuali anggur,” tulis Pastor Mattiuzzi.

Raja Jawa memiliki sebuah istana besar dan mewah paling menakjubkan yang pernah saya lihat, dengan tangga lebar dan megah ke arah ruangan di bagian atas, semua anak tangga secara bergantian terbuat dari emas dan perak. Seluruh dinding bagian dalam dilapisi oleh lapisan emas dan perak. Seluruh dinding bagian dalam dilapisi oleh lapisan emas tempa, di mana gambar-gambar ksatria diukirkan pada lapisan emas tersebut.

Setiap ksatria berhiaskan sebuah mahkota emas kecil yang dihias dengan beragam batu mulia. Atap istana ini terbuat dari emas murni dan seluruh ruangan di bawah dilapisi berselingan oleh lempeng-lempeng berbentuk kotak yang terbuat dari emas dan perak. Khan yang agung, atau Kaisar China, sering mengadakan peperangan dengan Raja Jawa, tetapi serangannya selalu berhasil dipatahka dan dipukul mundur.”

Setelah Pastor Mattiuzzi menceritakan semua yang dialami. Lantas, ia pun berpamitan melanjutkan perjalanan ke Friuli. Setahun kemudian, ia meninggal di Udine dalam usia 66 tahun.

Viaggi di Frate Odorico

Sepeninggalannya, catatan perjalanan itu kemudian dicetak dalam buku I viaggi di Frate Odorico. Oleh James D. Rush, dalam bukunya A Java Travellers Antology, catatan ini dijadikan catatan penting yang menyingkap kejayaan Majapahit pada masa itu.

Apalagi, kunjungan Pastor Mattiuzzi dilakukan dalam kurun tahun 1321-1322 Masehi. Itu artinya, semasa dengan pemerintahan Prabu Sri Jayanagara. Sebelumnya, pada era Kertarajasa Jayawardhana, kisah mengenai kekalahan pasukan Kublai Khan telah menjadi kisah heroik di Jawa.

Dengan segala daya upaya, Kertarajasa Jayawardhana telah mengubah serangan pasukan Kublai Khan menjadi keuntungan bagi kekuasaannya. Di sisi lain, catatan Pastor Mattiuzzi dengan gamblang mengungkapkan betapa masa itu menjadi masa kejayaan Majapahit.

Terlebih dengan ditunjukkannya hasil rempah-rempah dan bangunan istana Raja. Meski begitu, James D. Rush meragukan apakah catatan Pastor Mattiuzzi masih otentik atau sudah ada penambahan di sana-sini.  Sebab, menurut James D. Rush, Pastor Mattiuzzi memiliki daya ingat yang tak begitu tajam. Namun paling tidak catatan Pastor Mattiuzzi menandakan bahwa peristiwa yang dilihat dan dialami hendaknya dituliskan agar gambaran masa lalu masih bisa dinikmati masa kini.

Cara Pastor Mattiuzzi mengemban misi ini pun menunjukkan ketaatan pada panggilannya menjadi biarawan Fransiskan sekaligus mengemban tugas mulia untuk menjelajahi dunia  untuk menyebarkan kabar Suka Cita dan keselamatan.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version