Saat Perang Saudara di Spanyol mulai berkecamuk, beberapa anggota Ateneo Libertario (organisasi pekerja anarkis yang berpihak pada Fraksi Republik yang berhaluan kiri) membakar Gereja Bunda Allah. Saat melihat gerja ini memerah karena nyala api, para biarawan Dominikan tentu tak tinggal diam. Nyala api ini terlihat karena terletak tak jauh dari Biara Dominikan. Mereka pun bergegas, para imam dan bruder itu berusaha keras mencoba menyelamatkan gereja dari api.
Kejadian ini terjadi pada 21 Juli 1936, tiga hari setelah dimulainya Perang Saudara. Atas tindakan ini, para militan menghina dan memaksa para biarawan Dominikan itu pergi. Walikota, yang tidak menginginkan kekerasan di wilayah hukumnya, kemudian meminta para biarawan itu untuk meninggalkan kota. Para biarawan itu menolak. Pada malam yang sama, para militan menggeledah biara untuk mencari senjata.
Pada tanggal 25 Juli 1936, mereka tidak punya pilihan selain meninggalkan biara, meskipun sebagian berhasil menemukan penginapan di rumah-rumah warga di kota. Akhirnya mereka ditangkap. Kaum anarkis menganggap mereka “berbahaya”. Beberapa menerima tawaran perjalanan yang aman, tetapi kemudian akhirnya dibunuh oleh gerilyawan Republik sebelum mencapai tempat yang aman di daerah-daerah di bawah kendali Fraksi Nasionalis. Pada akhirnya, mereka yang tetap tinggal di Almagro dipenjara dan menjadi martir.
Salah satu dari biarawan yang gugur itu adalah Pater Angelo Marina Álvarez. Pada saat ketika perang itu mulai berkecamuk, Pater Álvarez adalah pemimpin Komunitas Biara Dominikan di Almagro. Selama memimpin biara itu, Pater Álvarez dikenal sebagai pribadi yang penuh belas kasih, ia adalah kepala biara yang cermat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan mereka yang paling kecil.
Pribadi yang Sederhana
Pater Álvarez lahir di Barruelo de los Carabeos pada 28 Maret 1890. Setelah menjalani masa Novisiat dalam Ordo Dominikan, ia mengikrarkan profesi pertamanya pada 1907. Tiga tahun kemudian, ia mengikrarakan kaul kekal pada 23 Oktober 1910. Ia ditahbiskan menjadi imam pada 21 September 1916.
Sebelum bertugas sebagai kepala biara di Almargro, Pater Álvarez sempat diutus sebagai misionaris di Venezuela, Kuba, dan di Kepulauan Canary. Ia sebenarnya baru dipindahkan lagi ke Spanyol pada tahun 1935, setahun sebelum perang jahanan itu pecah.
Masa kecil Angelo dihabiskan sama seperti anak-anak lain di Spanyol. Lahir dari keluarga yang sederhana, Angelo sejak kecil harus berjuang untuk membantu kedua orang tuanya. Pada saat itu, ia mengenal para biarawan Dominikan karena sering melihat mereka berkarya di sebuah paroki di kampungnya. Seperti layaknya anak lain, ia juga aktif sebagai pelayan altar di gereja di dekat rumahnya.
Perlahan kedekatan dan panggilan Angelo terbangun. Kecintaannya kepada Ordo Pengkotbah dan Santo Dominikus sepertinya tumbuh. Di sanalah, ia semakin memupuk cita-cita untuk menjadi imam Dominikan.
Angelo pun masuk menjadi calon imam Dominikan hingga akhirnya ditahbiskan. Semangat misi sepertinya begitu besar berkobar dalam diri Pater Álvarez. Untuk itu, saat pemimpin ordo memintanya untuk menjadi misionaris di Venezuela, Pater Álvarez dengan penuh kegembiraan menaati perutusan ini.
“Ke mana pun pater meminta saya, di sana saya akan berangkat untuk mewartakan Injil,” begitu disampaikan Pater Álvarez menjelang perutusannya ke Venezuela.
Tahun 1932, gerakan partai Repubilk Sosialis di Spanyol sudah sedemikian kuat. Dari kelompok inilah muncul gerakan anti Gereja. Pada tahun itu, para Yesuit, yang bertanggung jawab atas banyak sekolah di seluruh Spanyol, dilarang dan semua harta benda mereka disita. Tentara semakin berkurang digantikan tentara dari kelompok milisi pada saat bersamaan kepemilikan tanah diambil alih. Pada bulan Juni 1933 Paus Pius XI mengeluarkan ensiklik Dilectissima Nobis (Kekasih Kita Yang Terkasih), “Tentang Penindasan Gereja Spanyol”, di mana ia mengkritik anti-klerikalisme pemerintah Republik.
Pada awal gejolak ini, Pater Álvarez berada di tahun-tahun akhirnya di Kepulauan Canary. Setelah sebelumnya ia berkarya di Venezuela dan Kuba. Tempat-tempat ini diketahui juga sebagai lokasi di mana gerakan sosialis berkembang. Selaras dengan semangat hidup Santo Dominikus, Pater Álvarez terus setia dalam menjalankan karyanya di tanah misi.
“Meskipun begitu besar tantangan di tanah misi, namun saya berusaha untuk menjalankan tugas perutusanku dengan penuh iman,” begitu Pater Álvarez mengungkapkan suatu kali.
Jalan Kemartiran
Hingga pada tahun 1935, Pater Álvarez diminta untuk kempali ke Spanyol. Tujuan perutusannya kali ini adalah sebagai kepala biara di Almagro yang terletak sekitar 500 km dari kampong halamannya. Kembali ke Spanyol tentu sebuah kebahagiaan tersendiri bagi Pater Álvarez. Ia tentu berpikir, dengan kepindahan ini, ia dapat bekerja dan berkarya di negerinya sendiri.
Untuk itu, meskpun jiwa misi masih kuat berkembang dalam hidup Pater Álvarez, toh ia taat juga saat harus menjalani perutusan baru sebagai kepala biara di Almagro. Hanya sayangnya, Pater Álvarez pindah ketika Spanyol berada di “detik-detik” awal Perang Saudara. Kekejian perang dan gerakan anti Gereja sedang berkobar di Spanyol. Untuk itu, keberadaan biara dan para biarawan/biarawati di Spanyol selalu menjadi incaran. Ini berarti, hidup para religius ini berada dalam bahaya.
Di hari kemartirannya, Pater Álvarez bisa saja melarikan diri atau menyerah mengikuti tuntutan tentara Republik. Namun, nyatanya ia setia untuk menjalankan misinya, mendampingi mereka yang lemah dan miskin.
Pada hari 25 Juli 1936, Pater Álvarez dan 19 rekan-rekannya adalah para biarawan dari Biara St Maria Diangkat ke Surga Almagro yang diusir dari biara dan ditahan di sebuah rumah. Mereka menjadi martir di Almagro dan di kota-kota terdekat antara Juli dan Agustus 1936.
Pater Álvarez adalah satu dari ribuan martir termasuk uskup, imam, religius pria dan wanita dan umat beriman yang gugur selama Perang Saudara di Spanyol. Tiga dari martir itu berusia 16 tahun dan yang tertua 78 tahun. Mereka berasal dari seluruh Spanyol, termasuk keuskupan Barcelona, Burgos, Madrid, Mérida, Oviedo, Seville, Toledo, Albacete, Cartagena, Ciudad Real, Cuenca, Gerona, Jaen, Malaga dan Santander. Meskipun Spanyol adalah tempat kemartiran mereka dan tanah air banyak dari mereka, ada juga beberapa yang datang dari negara lain, dari Perancis, Meksiko dan Kuba.
Paus Yohanes Paulus II adalah paus pertama yang membeatifikasi sejumlah besar santo dari Perang Saudara Spanyol ini. selanjutnya, Paus Benediktus XVI membeatifikasi 498 martir. Selain itu, ada sekitar 1000 martir menunggu proses beatifikasi mereka di Vatikan. Dekrit beatifikasi Pater Álvarez disetujui Paus Fransiskus sejak tahun 2019. Misa Beatifikasi baru bisa dilaksanakan 18 Juni 2022 di Katedral Sevilla. Penundaan ini dikarenakan pandemi virus corona. (Antonius E. Sugiyanto)