Rumah Keluarga Abrahamik, yang terdiri dari sinagoga, gereja dan masjid dalam satu kompleks, dan yang dijadwalkan akan diresmikan tahun 2022, telah selesai 20 persen, kata Komite Tinggi Persaudaraan Manusia dalam pernyataan 15 Juni. Proyek itu, kata Komite yang juga mengawasi proyek itu, terinspirasi dari Dokumen Persaudaraan Manusia 2019. Dibangun di Pulau Saadiyat di Abu Dhabi, ibu kota Uni Emirat Arab (UEA), proyek ini diikuti secara dekat oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Ahmed el-Tayeb dari al-Azhar, yang mendukung desain itu, kata komite itu. Nama Rumah Keluarga Abrahamik berasal dari tokoh Kitab Suci Perjanjian Lama, Abraham, yang diakui dan sangat dihormati oleh orang Yahudi, Kristen dan Muslim.
Desain Rumah Keluarga Abrahamik oleh arsitek Sir David Adjaye menangkap nilai-nilai yang dimiliki bersama oleh agama Yahudi, Kristen, dan Islam, melalui tiga bangunan utama, antara lain masjid, gereja, dan sinagoga di satu tempat. “Dengan demikian, kompleks itu secara inovatif menceritakan sejarah dan membangun jembatan antara peradaban manusia dan pesan-pesan surgawi.”
Nama-nama resmi dari tiga rumah ibadah yang ikonik dan terpisah di kompleks Rumah Keluarga Abrahamik itu adalah “Masjid Imam AlTayeb,” “Gereja Santo Fransiskus,” dan “Sinagoga Musa bin Maimun.” Musa bin Maimun adalah filsuf Yahudi Sephardi yang produktif dan berpengaruh di Abad Pertengahan.
Selain tiga tempat ibadah, situs ini juga memiliki pusat budaya yang bertujuan mendorong orang untuk menunjukkan persaudaraan dan solidaritas manusia dalam komunitas yang menghargai nilai-nilai saling menghormati dan hidup berdampingan secara damai, sementara karakter unik dari masing-masing agama itu dilestarikan.
Desain Rumah Keluarga Abrahamik itu pertama kali dibuka oleh Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan, Menteri Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Uni Emirat Arab, pada pertemuan global di New York tahun 2019, dalam pertemuan kedua komite itu. Dikatakan, desain itu juga dipresentasikan kepada Paus Fransiskus dan Imam Besar dalam pertemuan dengan mereka bulan November tahun itu.
“Rumah Keluarga Abrahamik melambangkan hidup bersama antaragama yang rukun dan mempertahankan karakter unik dari setiap agama,” kata Mohamed Khalifa Al Mubarak, Ketua Departemen Kebudayaan Abu Dhabi dan anggota komite itu. Rumah Keluarga Abrahamik, jelasnya, “melambangkan visi Abu Dhabi untuk persaudaraan manusia dan menanamkan hidup bersama ke dalam tatanan budaya UEA yang sudah beragam. Mengawasi pembangunan proyek ikonik ini menginspirasi dan mencerminkan upaya UEA dalam mewujudkan nilai-nilai Dokumen Persaudaraan Manusia dan meningkatkan prinsip-prinsip luhurnya.”
Nama-nama tiga rumah ibadah itu, jelas Mohamed Khalifa Al Mubarak, mengakui karya Imam Besar, Paus Fransiskus dan Musa bin Maimun, dan “memanfaatkan ajaran-ajaran mereka untuk menempa pesan niat baik bagi generasi-generasi masa depan di seluruh dunia.”
“Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama,” atau Dokumen Persaudaraan Manusia, ditandatangani 4 Februari 2019, oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar dalam kunjungan Paus ke Abu Dhabi.
Dalam semangat Dokumen ini, kompleks Rumah Keluarga Abrahamik akan menerima semua pengunjung yang ingin beribadah, belajar dan terlibat dalam dialog, memberikan berbagai program dan kegiatan sehari-hari, dan akan jadi tuan rumah konferensi-konferensi internasional dan pertemuan tingkat tinggi dunia yang menggambarkan hidup bersama rukun dalam masyarakat. “Sebagai tempat belajar, berdialog dan beribadah,” kata komite itu, “Rumah Keluarga Abrahamik akan jadi landmark budaya dan simbol global menginspirasi yang melambangkan nilai-nilai bersama dari hidup bersama yang rukun dan pemahaman di antara tiga agama Abrahamik, yakni Agama Yahudi, Agama Kristen, dan Agama Islam.”
Arsitektur geometris ikonik dari tiga kuba, yang mewakili tempat ibadah yang terpisah itu, membangkitkan kesamaan yang kompak dan hidup bersama satu dengan yang lain antara tiga agama itu. Desainnya juga mencerminkan arsitektur tradisional dengan tetap mempertahankan ciri khas masing-masing dari ketiga agama tersebut.
Para pengawas proyek itu mengatakan, dalam fase desain rumah-rumah ibadah itu, para anggota komunitas-komunitas agama seluruh dunia telah dilibatkan dan dikonsultasikan untuk memastikan konsistensi dan kepatuhan terhadap tuntutan-tuntutan dan ajaran-ajaran agama masing-masing.
Setelah selesai, kompleks Rumah Keluarga Abraham akan memberikan bagi para pengikut agama masing-masing ruang yang cukup untuk “kedamaian pikiran dan jiwa yang sesungguhnya dalam suasana yang dipenuhi semangat keintiman.” Komite itu mengatakan, “Setiap aspek desain dihidupkan melalui fitur-fitur arsitektur dan detail bangunan bagian depannya yang unik, pandangan eksternal dan internal, tiang-tiang, dan jendela-jendela serta kubah yang mencerminkan karakteristik-karakteristik unik dari agama Abrahamik itu.”(PEN@ Katolik/paul c pati/Robin Gomes/Vatican News)