Home VATIKAN Paus berjalan sendirian di Lapangan Santo Petrus yang sunyi dan basah, 27...

Paus berjalan sendirian di Lapangan Santo Petrus yang sunyi dan basah, 27 Maret tahun lalu

0

Paus Fransiskus di kaki salib dalam doa selama kockdown 27 Maret 2020. (Vatican Media)

“Saya berjalan seperti ini, sendirian, seraya memikirkan kesepian banyak orang… pemikiran inklusif, pemikiran dengan kepala dan hati, bersama-sama.” Itulah kata-kata Paus Fransiskus dalam buku mengenang momen doa luar biasa yang dia lakukan di malam 27 Maret tahun lalu di Lapangan Santo Petrus yang sunyi dan basah, seraya memohon agar umat manusia diselamatkan dari cengkeraman virus corona yang mematikan. Acara yang disiarkan langsung itu diikuti banyak orang di seluruh dunia.

Buku, “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” adalah wawancara singkat dengan Paus oleh Sekretaris Dikasteri untuk Komunikasi Monsinyur Lucio Adrián Ruiz. Dalam buku itu Bapa Suci menghidupkan kembali peristiwa yang tak terlupakan itu melalui foto-foto. Judul buku, yang diambil dari Injil Markus (Markus 4:40), adalah kata-kata Yesus kepada murid-murid-Nya yang ketakutan, yang membangunkan-Nya dari tidur di perahu yang diombang-ambingkan di lautan badai. Rumah Penerbitan Vatikan (LEV) akan menerbitkan buku itu untuk umum, 17 Desember, saat Paus berusia 85 tahun.

Bagian pertama dari buku itu mencakup permohonan berapi-api dan kuat Paus kepada Allah untuk umat manusia pada peristiwa 27 Maret itu. Bagian kedua berisi perkembangan refleksi itu dalam terang Injil dan ajaran sosial Gereja yang muncul di bulan-bulan setelah peristiwa itu. Paus mendorong umat untuk menjadikan pandemi itu sebagai kesempatan untuk memikirkan kembali makna hidup dan keberadaan, agar keluar dari pandemi itu dengan lebih baik bukan lebih buruk, serta membiarkan diri sendiri ditanyai dan bertobat.

“Ada dua hal terlintas di pikiran: lapangan kosong, orang-orang bersatu dalam kejauhan, … dan di sisi ini, perahu migran, monumen itu …,” kenang Paus dalam wawancaranya. “Dan kita semua berada di perahu, dan di perahu ini, kita tidak tahu berapa banyak yang bisa turun … Sebuah drama di depan perahu, wabah penyakit, kesepian … dalam keheningan …. ,” Paus komentar seraya menekankan bahwa di saat itu dia tidak merasa sendirian tetapi berhubungan dengan orang-orang.

Momen sangat pedih di malam 27 Maret itu terjadi setelah doa hening sejenak di depan salib basah, Paus mencium kaki Yesus. “Mencium kaki Salib,” kata Paus, “selalu memberi harapan.” Yesus “tahu apa artinya berjalan dan Dia tahu karantina karena mereka memasang dua paku di situ agar Dia tetap di tempatnya.”

“Kaki Yesus adalah kompas dalam kehidupan manusia, ketika berjalan dan ketika berdiri diam. Kaki Tuhan sangat menyentuh saya …,” lanjut Paus. Selain salib di lapangan sepi itu ada juga gambar Maria Salus Populi Romani (Maria Kesehatan Rakyat Romawi). Ibadah itu bagaikan sebuah perhentian, saat umat Kristen seluruh dunia terpaku pada acara di Lapangan Santo Petrus itu, untuk memohon belas kasihan Allah dan memikirkan kembali kehidupan secara pribadi dan global.

Dua bagian buku itu, tentang doa dan ajaran, yang sangat saling terkait, juga sediakan tautan kode QR ke beragam konten media Vatikan. Dalam ketegangan pesan Paus untuk Hari Komunikasi Sedunia 2020, buku dari Dikasteri untuk Komunikasi itu juga mendorong seni menceritakan dan berbagi cerita-cerita konstruktif yang membuat kita menyadari bahwa kita semua bersaudara, bagian dari cerita yang lebih besar dari diri kita sendiri. Tujuannya tidak hanya untuk memerankan kembali peristiwa masa lalu, tetapi menyampaikan ingatan yang menjadi daging saat ini agar menghasilkan buah.

Di akhir bagian pertama, Monsinyur Ruiz menjelaskan bahwa peristiwa 27 Maret itu adalah “perayaan yang mencerminkan sejarah,” karena menampilkan drama manusia di hadapan Allah yang Maharahim. Juga merupakan sejarah karena jawaban Allah adalah kehadiran-Nya di tengah-tengah umat-Nya. “Saat ini,” jelas sekretaris Dikasteri itu, “tidak hanya ditandai oleh virus ini tetapi pada dasarnya dimateraikan oleh kehadiran Allah.” Ini harus diingat dan dinarasikan sehingga bisa diperbaiki dalam ingatan dan menjadi bagian dari “sejarah besar perjalanan Allah bersama dengan umat manusia.”

Bagian kedua mencakup beberapa intervensi Paus pada bulan-bulan setelah ibadah 27 Maret itu, yang mendesak perubahan arah dan mengarah ke ensiklik terbaru Paus Fratelli tutti, yang juga mencakup bagian-bagian yang terkait dengan pandemi global.

Dalam hal ini, dalam audensi umum mingguan dari 5 Agustus hingga 30 September 2020, Paus sampaikan siklus baru katekese tentang penyembuhan dunia. Renungan-renungan tentang merubah akar-akar penyakit fisik, spiritual dan sosial membahas masalah-masalah seperti kebaikan bersama, keberpihakan terhadap orang miskin, merawat rumah bersama dan subsidiaritas. Fokus pada Kristus adalah inti, seraya mengingat bahwa tidak ada yang diselamatkan sendirian, karena pandemi telah membuatnya terbukti secara konkret.(PEN@ Katolik/paul c pati/Robin Gomes/Vatican News)

Artikel Terkait:

Hari hari ini Paus tunjukkan kedekatan dengan orang yang menderita akibat virus corona

Malam ini pukul 24-00 WIB umat beriman seluruh dunia diundang ikut bersama Paus dalam doa

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version