“Panggilan untuk ‘datang dan lihatlah’… adalah metode otentik setiap komunikasi manusia,” kata Paus Fransiskus dalam pesannya untuk Hari Komunikasi Sedunia ke-55. Vatikan merilis teks Pesan Paus itu 23 Januari menjelang Pesta Santo Fransiskus de Sales, santo pelindung para wartawan, 24 Januari 2021.
“Tahun ini,” kata Paus, “Saya ingin mencurahkan perhatian pesan ini pada ajakan untuk ‘datang dan lihatlah’, yang bisa menjadi inspirasi bagi semua komunikasi yang berusaha menjadi jelas dan jujur, di pers, pada internet, dalam khotbah harian Gereja dan dalam komunikasi politik atau sosial.”
Tema ini mengingatkan kisah Injil tentang pertemuan awal murid-murid pertama dengan Yesus, yang mengajak mereka untuk “Datang dan lihatlah,” untuk masuk dalam hubungan dengan Dia. Belakangan, salah satu murid itu, Santo Filipus, yang sedang berbicara dengan temannya Nathaniel, mengajaknya untuk “datang dan melihat” Mesias yang dia jumpai.
“Begitulah iman Kristen dimulai, dan cara iman dikomunikasikan: sebagai pengetahuan langsung, yang lahir dari pengalaman, bukan dari desas-desus,” kata Paus. Dijelaskan, melihat sesuatu untuk diri sendiri adalah cara terbaik untuk mendapatkan kebenaran, dan “pengecekan paling jujur dari tiap pesan, karena, untuk tahu, kita perlu berjumpa, biarkan orang di depan saya berbicara, biarkan kesaksiannya sampai kepada saya.”
Paus sangat kritis terhadap kecenderungan mereduksi berita menjadi soundbite (penggalan atau potongan pernyataan. Red.) yang merupakan rujukan pribadi dan sudah dikemas sebelumnya, yang hanya mencerminkan kepedulian dan sudut pandang dari “kekuasaan yang ada.”
Hal ini mengarah pada alur informasi yang “dibuat di ruang redaksi,” yang tidak akurat mencerminkan kenyataan di lapangan. Sebaliknya, kata Paus, kita malah harus “turun ke jalan” untuk melihat hal-hal yang tidak akan kita tahu kalau tidak melakukannya, berbagi pengetahuan yang tidak akan terjadi kalau kita tidak melakukannya, dan mengalami perjumpaan-perjumpaan yang juga tidak akan terjadi kalau kita tidak melakukannya.
Para wartawan, khususnya, kata Paus, harus rela pergi ke tempat yang tidak dikunjungi siapa pun, harus memiliki keinginan untuk melihat sendiri, “rasa ingin tahu, keterbukaan, gairah.” Paus memuji keberanian wartawan yang menghadapi risiko besar untuk berbagi cerita tentang orang tertindas, tentang penderitaan orang miskin dan tentang ciptaan, tentang peperangan yang terlupakan. “Jika tidak ada suara-suara itu, ini kerugian bukan hanya untuk pelaporan berita, tapi untuk masyarakat dan demokrasi secara keseluruhan,” kata Paus. “Seluruh keluarga manusia kita akan dimiskinkan.”
Paus mencatat, banyak situasi saat ini meminta seseorang untuk “datang dan melihat” segala sesuatu sebagaimana adanya. Terlalu sering, kata Paus, kita berisiko melihat sesuatu hanya dari sudut pandang orang kaya di dunia. Ini dapat menyebabkan perbedaan antara berita yang kita terima dan apa yang sebenarnya terjadi.
Paus juga mencatat pentingnya sarana komunikasi modern, khususnya internet. “Internet, dengan ekspresi media sosialnya yang tak terhitung jumlahnya, bisa tingkatkan kapasitas untuk melaporkan dan berbagi, dengan lebih banyak perhatian pada dunia dan banjir gambar dan kesaksian yang terus menerus.” Ini memungkinkan lebih banyak orang berbagi cerita mereka, dan menjadi saksi dari apa yang mereka lihat dan dengar.
Namun, di saat yang sama, Paus memperingatkan tentang “risiko penyebaran informasi yang salah di media sosial,” yang kini “jelas bagi semua orang.” Internet adalah “alat ampuh,” kata Paus, yang menuntut dari kita, baik sebagai produsen maupun konsumen informasi, kehati-hatian yang tinggi dan perhatian yang bertanggung jawab atas cara kita menggunakannya. “Kita semua bertanggung jawab atas komunikasi yang kita buat, atas informasi yang kita bagikan, atas kendali yang dapat kita lakukan terhadap berita palsu dengan membongkarnya,” katanya. “Kita semua harus menjadi saksi kebenaran: pergi, melihat dan berbagi.”
Paus menekankan, “dalam komunikasi, tak ada yang bisa sepenuhnya menggantikan melihat sesuatu secara langsung.” Beberapa hal, tegas Paus, “hanya bisa dipelajari melalui pengalaman tangan pertama.”
Pesan Yesus tidak bisa dipisahkan dari perjumpaan pribadi dengan-Nya. “Sungguh di dalam Dia – Logos yang berinkarnasi – penjelmaan Sabda; Tuhan yang tidak terlihat membiarkan diri-Nya dilihat, didengar dan disentuh.”
Ini berlaku untuk semua komunikasi, yang hanya bisa efektif jika melibatkan orang lain dalam perjumpaan, pengalaman, dialog, kata Paus. Injil disebarkan melalui perjumpaan pribadi, seperti terlihat dalam pengalaman mereka yang bertemu Yesus, atau yang mendengar pesan dari Santo Paulus. “Begitu juga, Injil hidup di zaman kita sendiri, setiap kali kita menerima kesaksian orang-orang yang hidupnya telah diubah oleh perjumpaan-perjumpaan mereka dengan Yesus.”
“Selama dua ribu tahun, rangkaian perjumpaan seperti itu telah mengomunikasikan daya tarik petualangan Kristen,” kata Paus. “Maka, tantangan yang menanti kita adalah berkomunikasi dengan berjumpa dengan orang-orang, di mana mereka berada dan sebagaimana mereka adanya.”
Pesan Paus diakhiri dengan doa:
Tuhan, ajari kami untuk melampaui diri kami sendiri,
dan pergi mencari kebenaran.
Ajari kami untuk keluar dan melihat,
ajari kami untuk mendengarkan,
bukan untuk melipur prasangka
atau menarik kesimpulan terburu-buru.
Ajari kami pergi ke tempat yang tidak akan dikunjungi orang lain,
Mencari waktu perlu untuk memahami,
memperhatikan hal-hal penting,
tidak terganggu oleh hal-hak yang tak berguna,
membedakan penampilan menipu dari kebenaran.
Berilah kami rahmat untuk tahu di mana Kau tinggal di dunia kami
dan apa yang benar perlu diberitahukan kepada orang lain dari apa yang kita lihat.
(PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan Vatican News)