Pastor Didik dalam doa dan refleksi tentang Pancasila: Covid-19 ajari banyak nilai kehidupan

0
2550
Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KAS Pastor Eduardus Didik Chahyono SJ dalam Doa dan Refleksi di Rumah Pancasila di pelataran Gereja Santa Teresia Bongsari Semarang (@HIDUP tv)
Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KAS Pastor Eduardus Didik Chahyono SJ dalam Doa dan Refleksi di Rumah Pancasila di pelataran Gereja Santa Teresia Bongsari Semarang (@HIDUP tv)

Pandemi Covid-19 memakan korban jiwa dan harta benda, namun, ada hikmah positif bisa diambil. “Covid-19 mengajari kita banyak hal tentang nilai-nilai kehidupan. Kita dapat memiliki keaslian dalam berelasi intim dengan Tuhan. Kita semakin kokoh dalam beriman, berpengharapan dan berbuat kasih. Banyak aksi solidaritas kemanusiaan, peduli sesama, yang kita lakukan. Tampaknya komunitas masyarakat tidak terjebak pada perbedaan yang ada. Kita semua bergotong royong membantu sesama yang sedang mengalami kesulitan. Tampak kita tidak bersikap diskriminatif di tengah pandemi Covid-19 ini.”

Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (Komisi HAK KAS) Pastor Eduardus Didik Chahyono SJ mengungkapkan hal itu dalam Doa dan Refleksi di Rumah Pancasila di pelataran Gereja Santa Theresia Bongsari Semarang, yang disiarkan oleh HIDUP tv melalui YouTube, 7 Juni 2020.

Doa dan refleksi itu dilaksanakan di Plaza Santa Theresia yang dilengkapi patung Santa Theresia. “Tempat ini dikenal dengan nama Plaza Perdamaian, karena aktivis dan tokoh lintas agama sering melakukan kegiatan di tempat ini. Mereka mengadakan kegiatan kebangsaan dan kegiatan kemanusiaan, peduli pada sesama. Ada kalanya rekan-rekan mengadakan doa, refleksi, dan tampilan kebudayaan. Di tempat ini kami semua belajar membangun semangat toleransi,” kata Pastor Didik.

Siaran itu bukan hanya menunjukkan beberapa kegiatan lintas agama di Plasa Perdamaian Santa Theresia, tetapi juga dokumentasi Peduli Sesama di tengah Pandemi Covid-19 oleh Komisi HAK KAS, Tim Relawan #SalingJaga, dan Komunitas Persaudaraan Lintas Agama Kota Semarang. Mereka membawa bantuan berupa kebutuhan pokok ke Sayung, Demak, tepatnya ke Panti Asuhan Darul Yatim di Desa Sidogemah dan kepada warga sekitar Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin di Desa Loireng, yang terdampak Covid-19.

Tapi, yang pantas jadi refleksi, tanya imam itu, “Apakah di masa new normal sikap tidak diskriminatif akan menjadi kenormalan bagi kita? Akan masih adakah persekusi pada orang lain? Akan masih adakah sikap menghina, menjelek-jelekkan penganut agama lain dan juga ajaran agama lain? Bahkan akan masih adakah sikap dan tindakan kekerasan terhadap sesama warga negara dengan berbagai macam dalihnya?”

Malam itu, Pastor Didik mengajak pemirsa kembali ke semangat dasar negara.  “Pancasila adalah dasar negara yang dapat kita jadikan pedoman, cara berpikir, cara merasa, cara bertindak kita sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Pastor Didik yang secara khusus mendalami sila kedua, “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.”

Sila kedua, tegas Pastor Didik, mengajak kita mampu memandang dan menerima sesama sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki harkat dan martabat yang sama. “Dengan menghayati sila kedua Pancasila, kita sebagai warga negara Indonesia diharapkan memiliki kualitas pribadi yang menampilkan sosok yang adil dan beradab. Sebagai sosok adil kita dapat memperhatikan hak dan kewajiban kita serta orang lain,” kata imam itu.

Menurut imam itu, ada beberapa kualitas diri yang bisa menjadi aktualiasi penghayatan sila kemanusiaan yang adil dan beradab, antara lain, satu, kita mau mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban sesama manusia, dua, saling mencintai sesama manusia, tiga, mengembangkan sikap tenggang rasa, empat, tidak semena-mena terhadap orang lain, lima, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, enam, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, tujuh, berani membela kebenaran dan keadilan, delapan, bangsa Indonesia sebagai bagian dari seluruh umat manusia perlu mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

Manusia beradab, lanjut imam itu, hendaknya menunjukkan diri sebagai pribadi terdidik, “yang memiliki hati nurani bersih, jernih dan tulus, dan tekun belajar untuk juga mendidik diri agar memiliki komitmen serta kepedulian pada sesama. Atau dengan kata lain, sebagai orang yang beradab, kita memiliki competence, conscience, commitment, compassion.”

Sambil berharap agar nilai-nilai Pancasila dihayati dan diimplementasikan dalam kehidupan harian, Pastor Didik mengutip kalimat Mgr Albertus Soegijapranata SJ. ”Kemanusiaan itu satu. Kendati berbeda bangsa, asal-usul, dan ragam, berlainan bahasa dan adat istiadat, kemajuan dan cara hidup, semua merupakan keluarga besar. Satu keluarga besar di mana anak-anak masa depan tidak lagi mendengar nyanyian berbau kekerasan, tidak melukiskan kata-kata bermandi darah. Jangan lagi ada curiga, kebencian, dan permusuhan.”(PEN@ Katolik/Lukas Awi Tristanto)

Semua gambar di bawah ini diambil lewat tangkapan layar dari HIDUP tv

Bantuan kemanusiaan berupa kebutuhan pokok untuk warga sekitar Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin di Desa Loireng, Sayung, Demak, yang terdampak Covid-19.
Bantuan kemanusiaan berupa kebutuhan pokok untuk warga sekitar Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin di Desa Loireng, Sayung, Demak, yang terdampak Covid-19.
Pastor Didik (paling kanan) bersama rombongan di Panti Asuhan Darul Yatim di Desa Sidogemah, Sayung, Demak
Pastor Didik (paling kanan) bersama rombongan di Panti Asuhan Darul Yatim di Desa Sidogemah, Sayung, Demak
salah satu kegiatan lintas agama di Plaza Persaudaraan
salah satu kegiatan lintas agama di Plaza Perdamaian
Kegiatan lintas agama lainnya di Plaza Perdamaian Gereja Bongsari Semarang
Kegiatan lintas agama lainnya di Plaza Perdamaian Gereja Bongsari Semarang
Garua Indonesia di sebelah Gereja katedral Jakarta
Garua Indonesia di sebelah Gereja katedral Jakarta

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here