Oleh Roy Lagarde/CBCPNews
Setiap orang, bisa mengalami saat ragu, saat mempertanyakan imannya, saat yang datang tak terduga. Orang berjubah pun demikian, mereka bisa mengalami saat bertanya dalam diri sendiri, saat krisis, saat melihat apa yang akan mereka lakukan dalam menghadapi tantangan hidup.
Uskup Auksilier Keuskupan Agung Cebu, Filipina, Mgr Midyphil Billones mengakui, dia juga hampir kehilangan iman, tetapi kemudian menemukannya kembali di tempat yang paling tidak terduga: di tengah kemacetan lalu lintas di kota Manila.
“Krisis hebat” hidupnya datang saat ibunya yang berusia 74 jatuh sakit beberapa tahun lalu, ketika dia masih seorang pastor. Doanya hanyalah untuk “perpanjangan” hidup ibunya. Tapi, doa itu tak dikabulkan. Padahal, bakal uskup itu tidak siap kehilangan ibunya. Ayahnya meninggal lebih dulu, sepuluh tahun kemudian, saudarinya yang merupakan satu-satunya saudara kandungnya, juga meninggal.
“Sangat menyakitkan ketika ibu saya meninggal,” kata uskup yang berbicara lembut itu. “Karena itu, saya berhenti berdoa, terutama rosario,” kata uskup itu. “Aku berhenti berdoa rosario karena Maria tinggalkan ibuku,” lanjut Mgr Billones. “Dia membelakangi saya,” kata uskup itu sambil terisak.
Sebagai imam Keuskupan Agung Jaro, Filipina tengah, Pastor Billones melanjutkan tugasnya sebagai rektor seminari meskipun ia sedang jauh dari imannya. Imam itu “meragukan” panggilan imamatnya karena kesedihan dan depresi. “Aku merasa begitu jauh dari Tuhan dan juga dari Ibu Maria,” katanya.
Suatu ketika, saat berada di Manila, dia terjebak kemacetan lalu lintas yang parah. Pengemudi mobil yang ditumpanginya memilih “jalan pintas,” hanya mencari tahu bahwa jalan itu terhambat. Mereka terjebak.
Di tengah kemacetan lalu lintas, dan di tengah perjuangan emosional karena kehilangan orang yang dicintai, imam itu kembali mempertanyakan keberadaannya dan rencana Tuhan untuknya. Namun terkadang beberapa hal terjadi di tempat tak terduga.
Sambil menantang lalu lintas, mobil berhenti dekat sebuah gerbang yang menempelkan poster dengan gambar Perawan Maria. “Bukankah aku ini ibumu?” tulis poster itu. Dan, Pastor itu menangis.
“Saya menangis karena sedih, karena rasa kehilangan. Saya sungguh tidak bersedih atas kematian ibu saya, karena saya harus kuat dan banyak pekerjaan,” katanya. “Tetapi saya sangat malu karena berpikir dia tidak peduli, dan di atas segalanya, saya menangis karena saya tahu dia tidak meninggalkan saya,” lanjutnya.
“Pengakuan” ini disampaikan Uskup Billones dalam homili Misa pesta Nuestra Señora Virgen de Regla, atau Bunda Kita dari Rule, 21 November 2019, saat peringatan enam tahun kematian ibunya. “Aku datang ke sini bukan hanya untuk merayakan Misa, tetapi, bersama kalian semua, aku ke sini sebagai anak dari Perawan Maria de la Regla,” kata uskup itu.
Homili yang dipancarkan langsung di media sosial itu mendapat lebih dari 6.300 share dan sekitar 254.000 view tanggal 27 November.
Ketika ditahbiskan menjadi uskup Agustus lalu, momen itu berubah emosional saat uskup penahbis Kardinal Luis Antonio Tagle dari Manila berharap keluarganya hadir. “Tapi aku yakin mereka ada di sini. Dan keluarga Allah ada di sini … terikat dengan Anda bukan oleh darah tetapi oleh cinta,” kata Kardinal Tagle.
Uskup Billones yang berusia 50 tahun adalah salah satu uskup termuda di Filipina saat ini. Di tengah “lalu lintas gila” Manila, uskup itu mengatakan bahwa ia mengalami “rahmat kesembuhan.” Dia berkata, Bunda Maria melihat dan membawanya kembali ke hati Allah. “Percaya atau tidak, hari berikutnya saya mulai berdoa lagi,” kata uskup itu.(Diterjemahkan oleh PEN@ Katolik/Paul C Pati)