Oleh Pastor Filemon I dela Cruz Jr OP*
Saya berasal dari Filipina. Di negara itu saya bertumbuh di daerah yang hampir semua penduduknya beragama Katolik. Saya ingat betul, Rosario pertama saya berwarna pink (merah muda). Ya, itu hanya sekedar warna, tanpa arti. Jangan tambah arti yang lain. Mungkin saat itu sebagai seorang anak kecil saya menyukainya karena warna-warninya.
Pertama saya suka Rosario bukan karena suka berdoa Rosario, tetapi karena ada banyak Rosario di rumah. Setelah warna pink, saya punya Rosario yang bisa menyala di malam hari, yang mengandung fosfor. Mulai saat itu saya selalu membawa Rosario, bukan karena suka berdoa Rosario tetapi karena suka membawanya. Bahkan saat tidur saya menaruhnya di bawah bantal, agar tahu di mana tempat tidurku. Rosario jadi semacam perlindungan dari kegelapan. Saya tidak tahu, tapi kalau ada Rosario di samping atau dekat saya, saya merasa kuat.
Benar, di rumah saya ada banyak Rosario. Maka, kalau ada teman ulang tahun saya kasih Rosario. Teman akan senang kalau saya kasih Rosario, padahal Rosario tidak usah beli karena ada banyak di rumah, dan Rosario adalah hadiah rohani yang sangat berarti.
Rosario adalah bagian dalam rumah saya. Kami biasa berdoa Rosario keluarga. Tapi, saya ingat, kami sekeluarga pernah berdoa Rosario hanya 10 menit, karena saya baru ucapkan “Salam Maria Penuh Rahmat …,” ibu saya sudah menjawab “Santa Maria Bunda Allah ….” Bahkan pernah dalam doa keluarga kita semua berhenti dan saling memandang, karena bingung sudah berapa kali Salam Maria yang kami doakan. Kadang-kadang baru tujuh Salam Maria, ibu saya sudah berdoa “Kemuliaan.”
Semoga dia beristirahat dengan damai. Dialah yang selalu mengajak kami sekeluarga berdoa Rosario secara teratur. Apakah saya suka berdoa Rosario atau tidak, saya tidak mengerti, saya tidak tahu. Yang pasti, saat berdoa kita tidak berbicara satu sama lain, tidak memandang satu sama lain, tapi kita berbicara dengan Tuhan.
Saya masih ingat, kalau kita dipanggil berkumpul untuk doa Rosario bersama, saudara saya mengatakan “sebentar …, sebentar lagi ….” Kadang-kadang, waktu dipanggil saudara saya sedang menelepon. Dia bilang “tunggu!” tapi saat bergabung doa sudah selesai.
Saya paling suka Rosario Lingkungan. Alasannya, pertama, kalau hadir dalam Rosario Lingkungan saya bisa masuk rumah orang lain, kedua, saya bisa menjumpai teman saya, dan ketiga, biasanya doa Rosario dilakukan di ruang tamu dan dari situ saya bisa kelihatan dapurnya, dan sesudah peristiwa ketiga akan kedengaran bunyi persiapan untuk makan. Maka saya tak pernah tidur dalam Rosario Lingkungan.
Saya ingat, dulu di sekolah ada semacam doa Rosario lingkungan dengan nama Mary’s Arm (tangan Maria). Saya sangat senang ikut kegiatan itu, karena kesempatan doa berpindah dari ruangan kelas yang satu ke ruangan kelas lain, dan dengan masuk ruangan kelas lain saya bisa menemui cewek-cewek. Benar, waktu masih muda saya mau lihat mereka dan mereka mau melihat saya juga.
Di Filipina ada juga Persaudaraan Ratu Rosario yang dipromosikan oleh Ordo Dominikan. Banyak orang ikut persaudaraan itu karena kalau ikut kita akan mendapat medali besar. Ketika saya bergabung, saya juga dapat medali itu dan saya berikan medali itu kepada ibu saya. Ibu saya sangat senang dan dia katakan saya sangat baik dan belajar bagus. Ibu tidak tahu bahwa medali itu gratis.
Medali itu saya terima di depan altar Gereja Santo Dominikus. Saya ingat saat itu saya melihat gerejanya besar dan saya merasa sangat kecil. Saya tidak pernah tahu bahwa suatu hari saya akan masuk gereja itu dan saya akan kembali ke altar itu bahkan akan berada di sana kurang lebih 13 tahun.
Benar, saya pun masuk seminari. Dan, suatu kali saat liburan, saya kaget doa Rosario di rumah saya didaraskan perlahan-lahan tidak secepat dulu sebelum saya masuk seminari. Bukan hanya itu, saya pun menyadari bahwa meski saya sudah berada di seminari mereka tetap berdoa Rosario, dan untuk pertama kali saya mendengar mereka berdoa untuk saya.
Kini, saya juga mengingat alasan ketiga saya suka Rosario lingkungan, yakni makanan. Maka, dalam pelayanan pastoral saya sampai sekarang sebagai imam, saya yakin bahwa menghidangkan makanan selalu efektif, kalau ada hidangan makanan semuanya beres. Lupa akan makanan, banyak hal bisa salah. Ya benar, dalam pelayanan kampus, kalau disiapkan makanan para relawan siap disuruh apa saja. Bahkan, dalam retret peserta akan senyum kalau ada makanan.
Saya juga mengenang saat berusia 16 tahun, saat saya bermain dalam sandiwara tentang kehidupan dan kemartiran Lorenzo Ruiz untuk mendukung beatifikasinya. Saat itu untuk pertama kali saya memperhatikan dan memegang Rosario panjang yang digunakan dalam sandiwara itu. Saya tidak tahu bahwa nanti saat saya menjadi biarawan Dominikan saya akan selalu membawa Rosario besar dan panjang dengan 15 peristiwa ini.
Jadi, awalnya Rosario tidak begitu menarik bagi saya. Namun satu hari saya sadar bahwa saya mencintai Rosario. Dan ketika masuk menjadi aspiran Ordo Dominikan tahun 1980, dari gerbang kapel saya sudah bisa melihat patung yang memegang Rosario, patung Santa Perawan Maria dari Pompeii. Itu menambah maknanya buat saya sampai sekarang.
Memang dalam konstitusi Dominikan dituliskan bahwa Rosario menjadi bagian dari jubah Dominikan yang terdiri dari jubah putih dengan skapulir dan penutup kepala berwarna putih, dengan cappa hitam dan penutup kepala warna hitam serta ikat pinggang kulit dan Rosario.
Konstitusi itu meminta agar setiap hari para biarawan Dominikan mendaraskan sepertiga dari Rosario apakah bersama-sama atau secara pribadi, sesuai ketentuan provinsi. “Doa ini membuat kita merenungkan tentang misteri keselamatan di mana Perawan Maria terkait erat dengan karya Putranya,” tulis konstitusi itu.***
(Kisah yang diceritakan Pastor Filemon I dela Cruz Jr OP saat Retret Nasional Persaudaraan Dominikan Awam di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan awal September 2019 ini diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan diedit oleh PEN@ Katolik/paul c pati)
Tuhan yesus memberkati.tlg doakan saya,agar dikuatkan iman dan percaya saya, dlm menjalani hidup ini, dan di beri kemampuan, d kasabaran dan setia dlm iman