Paroki Bunda Hati Kudus Wendu di Keuskupan Agung Merauke memiliki agenda rutin tahunan berupa Perarakan Sakramen Mahakudus ke seluruh wilayah parokinya. Namun perarakan 2019 dimulai dengan Peresmian Rumah Bunda Maria Yonggo di wilayah Komunitas Basis (Kombas) Santo Andreas, Stasi Santo Yoseph Sirapuh.
Peresmian Rumah Bunda Maria diawali dengan Misa 6 Juli 2019 yang dipimpin oleh Kepala Paroki Wendu Pastor Andreas Fanumbi Pr dengan konselebran Pastor Yohanis Sedik OSA dan dihadiri puluhan umat dari kombas itu.
Setelah diresmikan, Sakramen Mahakudus ditahtakan di rumah itu dan umat boleh beradorasi selama satu hari sebelum diarak selama sebulan ke seluruh wilayah paroki dan ditahtakan selama satu hari di setiap kapel yang ada di kombas.
Pastor Fanumbi yang akrab disapa Pastor Andy mengatakan, perarakan itu merupakan agenda rutin setiap tahun di parokinya dan juga “merupakan tanda ucapan syukur dari umat setempat atas hasil panen mereka.”
Yang menjadi kapel untuk pentahtaan Sakramen Mahakudus itu, menurut Pastor Andy, adalah “rumah-rumah asli orang Marind yang dulu digunakan oleh para leluhurnya.” Adorasi selama sehari di kapel-kapel itu, lanjut Pastor Andy, “dilaksanakan sesuai konteks budaya setempat.”
Cara umat setempat memuji dan menyembah Allah itu, “bertujuan untuk melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat setempat dan diharapkan agar melalui budaya, iman mereka juga dapat bertumbuh dan berkembang.”
Rumah Bunda Maria Yonggo dibangun selama kurang lebih dua minggu dari yang kecil menjadi besar. Menurut Pastor Andi, bentuk rumah dan bukan gua yang dipilih, karena konteks di daerah Marind itu bukan daerah pegunungan. Rumah Bunda Maria juga menjadi pusat spiritualitas dan pusat pengembangan diri umat setempat yang disinergikan dengan kawasan wisata berbasis budaya lokal.
Seraya berharap agar stasi lain mengikuti apa yang dilakukan stasi itu, Pastor Andy menegaskan, kalau dulu Misa Syukur Panen dirayakan bergiliran di setiap stasi, “sekarang ini saya gunakan strategi lain, merayakan Misa Syukur setiap tahun di kombas-kombas.”
Di rumah-rumah budaya itu, lanjut Pastor Andy, umat boleh duduk bersama dan membahas pasang surut kehidupan mereka. “Kalau ada masalah, ya, mereka mulai membicarakannya dan berusaha menemukan jalan keluarnya,” kata Pastor Andy. (PEN@ Katolik/Yakobus Maturbongs)