Minggu, Desember 22, 2024
29.9 C
Jakarta

Kaum muda milenial berbagai agama ikut persiapan pertunjukan pembawa pesan multikultural

IMG_3993
PEN@ Katolik/LAT

Lebih dari 200 orang muda dari berbagai agama menikmati pertunjukan teatrikal bertajuk “Makrifat (mengenal) SakaMuni Temui Jatidiri” di Semarang, 15 September, yang diselenggarakan dalam rangka pra-event Srawung (perjumpaan) Persaudaraan Sejati Orang Muda 2018 di bulan Oktober.

SakaMuni (Srawung Kaum Muda Milenial) adalah salah satu pre-event Srawung Persaudaraan Sejati OMK Rayon Barat Utara Kevikepan Semarang, yang mengangkat konsep pertunjukan dengan kolaborasi teatrikal, musik-tari, dan film-videografi yang dikemas menjadi satu cerita sebagai pembawa pesan multikulural tentang keberagaman suku, agama, bahasa dan adat istiadat dengan tema “Srawung Kaum Muda Milenial.”

Ketua panitia, Maria Victa, bersyukur karena acara yang melibatkan kaum muda berbagai agama itu berjalan baik dan lancar, dan berharap acara puncak Srawung bulan Oktober 2018 semakin ramai. “Semoga bisa semakin ramai. Kaum mudanya semakin bisa srawung dari latar belakang apa pun, hadir dan menyemarakkan acara itu,” katanya.

Proses persiapan acara itu, kata penulis naskah, Hendy Kiawan, kepada awak media, diawali dengan mendengarkan kegelisahan dan keprihatinan orang muda dewasa ini tentang gejala intoleransi yang mulai merebak di masyarakat. “Dari situlah muncul ide ‘Makrifat SakaMuni Temui Jatidiri,” katanya

Cerita tentang makrifat sebenarnya lahir dari pergulatan kaum muda sendiri untuk mempertanyakan “bagaimana kesejatian saya harus berproses dalam kehidupan.” Makrifat, jelasnya, adalah satu karya “yang lahir dari perjuangan seseorang untuk melepaskan diri dari belenggu tata nilai norma.”

Makrifat juga menyinggung soal kesatuan antara manusia dengan Tuhan, kata Hendy yang juga menyoroti kegelisahan orang muda terkait surga. “Kami percaya, surga itu ada dalam kebersamaan. Salah satunya, proses srawung yang nantinya kita lakukan merupakan proses surgawi, bagaimana kita menikmati keselamatan, persaudaraan satu keluarga,” katanya.

Kegiatan teater itu, menurut sutradara teater, Paminto, sebenarnya membuka ruang ekspresi bagi anak-anak muda untuk mengasah keterampilan. Sayangnya, selama ini ruang berkesenian sangat kurang “sehingga banyak anak muda lari ke aktivitas yang boleh dikatakan tidak menguntungkan.”

Acara itu mendapat apresiasi positif dari Koordinator Persaudaraan Lintas Agama yang berbasis di Semarang, Setyawan Budi, karena acara itu berhasil menggandeng kerja sama kaum muda dari berbagai agama. Dia berharap, kegiatan itu tetap bisa berkelanjutan.

Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Semarang,  Mushonifin, menyatakan kegembiraannya atas keberhasilan acara itu. “Ini momentum bagi kita semua untuk membangun jati diri kita kembali sebagai anak bangsa Indonesia,” ungkapnya.

Ketua Komisi Kepemudaan Kevikepan Semarang Pastor Hubertus Adi Wiyanto MSF yang berproses bersama kaum muda berharap, srawung tetap dilanjutkan. “Tidak hanya berhenti pada even, tetapi berkelanjutan di srawung setiap hari. Teman-teman muda memiliki jejaring kuat dalam menjalani kehidupan ini. Jadi, kegiatan sangat merukunkan ini, saya rasa baik jika dirawat sampai ke akar rumput, sampai di pergaulan sehari-hari, sehingga srawung sungguh berbuah, menjadi berkat bagi siapa saja, teristimewa untuk Indonesia yang kita cintai,” ungkapnya.

Pastor Martinus Joko Lelono Pr yang mengawal srawung di beberapa tempat mengatakan, Keuskupan Agung Semarang (KAS) memberi tempat bagi kaum muda untuk menyadari bahwa mereka mempunyai peran untuk menyiapkan masa depan. “Kami mengajak kaum muda terlibat dalam kegiatan lintas iman. Kita ingin berperan aktif menjaga nasionalisme,” kata Pastor Joko yang berharap kaum muda aktif menjaga kesatuan Indonesia dan persaudaraan antarumat manusia.

Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KAS Pastor Aloys Budi Purnomo Pr mengapresiasi pra-srawung di berbagai kota sebagai proses kreatif orang muda yang istimewa. “Suasana di berbagai wilayah menampilkan kreativitas unik. Yogya, Solo, Kedu, Semarang memperkaya paradigma bagaimana orang muda bergembira, bersaudara dengan kreativitas luar biasa istimewa,” kata imam itu.

Pastor Budi berharap, pergerakan selama tahun 2018 terus berkembang dan bergema untuk “mewujudkan peradaban kasih bagi masyarakat Indonesia yang sejahtera, bermartabat, dan beriman apa pun agama dan kepercayaannya. Kita bersaudara, muda, bergembira.”(PEN@ Katolik/Lukas Awi Tristanto)

IMG_4000
PEN@ Katolik/LAT

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini