Ketika 830 anak remaja dari 35 keuskupan di Indonesia (Keuskupan Agung Ende dan Keuskupan Merauke berhalangan hadir) berkumpul di Pontianak untuk ikuti Jambore Nasional Sekami 3-6 Juli 2018, mereka hidup bagaikan “keluarga” dalam 48 keluarga (kelas) di tiga kampung (sekolah) di belakang Katedral Santo Yoseph Pontianak.
Hampir dalam setiap gerakan hidup mereka di keluarga, kampung, tenda utama (lapangan SMA Santo Paulus), dan Katedral Pontianak mereka didampingi para angel pria dan wanita sebanyak 90 orang dan pendamping rohani sebanyak 90 orang. Para angel terdiri dari OMK dan animator Sekami dari Pontianak dan para pendamping rohani terdiri dari biarawan dan biarawati dari Keuskupan Agung Pontianak atau keuskupan peserta.
Cesar Marchello, seorang angel, mengatakan kepada PEN@ Katolik bahwa dia bertugas “membantu memperlancar jalannya acara dengan menjadi ‘malaikat penjaga’ dalam keluarga. “Kami membantu peserta kalau mereka mengalami kesulitan, misalnya kalau barang hilang atau sakit,” kata Cesar yang bertugas sebagai koordinasi angel yang meneruskan pesan dari angel keluarga ke tim di sekretariat.
Para angel memang ditempatkan di setiap keluarga dan live in secara penuh dengan keluarga yang dipercayakan kepadanya. “Dalam tugas ini, tentu ada suka-duka, karena bisa saling berbagi pengalaman dan keceriaan, namun sebagai koordinator saya harus capek karena jarak jauh dan harus bolak-balik.”
Yang paling menyenangkan, Cesar bisa menerima pengalaman “memimpin kawan-kawan dan menerima kawan baru.” Cesar mengaku berkoordinasi dengan pendamping rohani agar semua peserta dalam keluarganya bisa mengikuti setiap acara dengan baik dan tepat waktu.
Suster Marsiana PRR dari Keluarga Santa Agnes di Kampung Galilea mengatakan kepada PEN@ Katolik bahwa tugasnya dalam keluarga adalah “sebagai kepala keluarga untuk menjaga dan mengawas termasuk di saat peserta tidur, serta mendampingi dan membimbing peserta dalam hal rohani dan jasmani selama jamnas.”
Sebagai pendamping rohani, suster membantu peserta mempertegas makna dan sasaran formasi misioner. “Setiap kali ada edukasi, kami harus membawa dalam renungan dan refleksi sehingga adik-adik peserta lebih mendalami bagaimana makna jamnas bagi seorang anak missioner, bagaimana berbagi sukacita Injili bagi sesama temannya,” kata Suster Marsiana.
Suster itu bercerita, dia sangat tersentuh dengan sharing peserta pria dari Keuskupan Agats yang mengatakan “saya dikasih makanan enak di sini, mandi airnya sejuk, cuacanya bagus, dan acara pembukaan jambore sangat indah dengan berbagai penari.”
Awalnya, nampak suasana sedih di antara anak-anak dalam keluarganya. 24 anak remaja dalam keluarganya datang dari 24 keuskupan berbeda. “Awalnya mereka sedih saat mau tidur malam karena ingat papa-mama, namun kebersamaan menghilangkan rasa sedih mereka,” kata suster.
Suster sendiri mendapatkan sukacita. “Karena adik-adik itu, meski panas dan capek, begitu gembira dan sukacita, maka saya menjadi lebih semangat melayani anak-anak misioner itu,” kata suster yang aktif dalam tim Karya Kepausan Indonesia (KKI) Keuskupan Agung Pontianak dan pernah mengikuti Jamnas Sekami lima tahun lalu di Palasari, Bali.
Menurut suster itu, Jamnas Sekami di Pontianak lebih unggul daripada di Palasari hanya dalam hal tarian pembukaan dari berbagai suku yang melibatkan 175 anak. Melihat manfaat jamnas itu, Suster Marsiana berharap kegiatan seperti itu tetap berjalan di tingkat keuskupan, kalau perlu tingkat nasional.
“Kegiatan ini hendaknya berkelanjutan 3 tahun sekali juga di tingkat keuskupan, supaya anak-anak Sekami merasa bahwa mereka diperhatikan dengan doa, derma, kurban, dan kesaksian (2D2K),” harap suster itu.(paul c pati)
Artikel Terkait:
mgr-agus-minta-anak-remaja-sekami-untuk-kristis-tapi-percaya-kepada-mama-papa-dan-teman
Pemerintah buka Jamnas Sekami: Ajaran tentang perdamaian penting di era globalisasi
Dialog uskup-peserta Jamnas Sekami: Ada tawaran sembako untuk ibadah di rumah ibadah lain