Teroris dan tentara bayaran telah menyusup, kata para uskup Nigeria melihat 19 umat dan imam tewas

0
4177
Para Uskup Nigeria
Para Uskup Nigeria

Para Uskup Katolik Nigeria mengecam keras serangan 24 April 2018 terhadap Gereja Katolik dan serangan berikutnya terhadap umat yang dicurigai sebagai gembala. Mereka menggambarkan serangan itu “menghebohkan, biadab dan kejam.”

Setidaknya 19 orang termasuk dua imam tewas ketika orang-orang yang dicurigai sebagai gembala Fulani menembaki gereja di Lingkungan Ayar Mbalom di Wilayah Pemerintahan Gwer East di Negara Bagian Benue, Nigeria, demikian laporan Pastor Paul Samasumo.

Berbicara kepada Vatikan News dalam wawancara eksklusif, empat uskup dari Daerah Tengah Nigeria menggambarkan serangan itu “menghebohkan, biadab dan kejam.” Para gembala itu meluncurkan serangan mematikan pada umat paroki menjelang akhir Misa pagi.

Di hadapan Presiden Konferensi Waligereja Nigeria Uskup Agung Augustine Akubeze, para uskup itu mengatakan kepada Pastor Paul Samasumo bahwa serangan tak beralasan terhadap umat mereka, telah membuat mereka hancur. Empat uskup wilayah tengah Nigeria itu adalah Uskup Makurdi Mgr Wilfred Anagbe CMF, Uskup Katsina-Ala Mgr Peter Adoboh, Uskup Gboko Mgr William Avenya, dan Uskup Otukpo Mgr Michael Ekwoy Apochi. Para prelatus itu mengamati, itu adalah serangan besar kedua setelah serangan Malam Tahun Baru ketika para gembala itu membunuh 72 orang.

Para uskup Nigeria yakin bahwa teroris dan tentara bayaran telah menyusup pada para gembala Fulani itu. Mereka bertanya-tanya bagaimana serangan-serangan ini bisa terus terjadi di siang hari bolong dan para pelaku hampir selalu tak pernah mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. “Sebagaimana kami amati, aparatur pemerintah benar-benar tidak berdaya, tidak berfungsi atau sengaja tidak berdaya dan sengaja tidak berfungsi,” kata Uskup Avenya atas nama para uskup lain yang hadir.

Para uskup mengatakan, dunia perlu memperhatikan apa yang terjadi di Daerah Tengah Nigeria, di sana sebagian besar orang yang diserang adalah umat Kristen minoritas. “Dunia tidak mendengarkan kita. Di Rwanda dimulai seperti ini; dunia tidak mendengar. Dimulai seperti ini bertahun-tahun lalu di Jerman. Dunia tuli. Inilah yang sedang terjadi pada kita, dan dunia perlu tahu bahwa kita sedang dalam masalah!” kata Uskup Avenya.

Menurut Uskup Peter Adoboh dan Uskup Wilfred Anagbe, ada juga kebutuhan mendesak akan air bersih dan bantuan kemanusiaan untuk kamp-kamp pengungsi di dalam negeri. Saat orang-orang lari menghindari serangan, muncul beberapa kamp di Daerah Tengah.

“Daerah ini didominasi pedesaan, dan orang-orang di sana tidak punya suara di mana pun. Jika Gereja tidak bisa bersuara bagi mereka, maka kita dalam masalah. Gereja sedang berusaha agar mereka didengar … situasi menyedihkan ini harus didengar. Dunia harus tahu bahwa genosida (mulai terjadi terhadap) sebagian besar suku minoritas di Daerah Tengah dan … di utara,” kata Uskup Avenya.

Para uskup menegaskan, sebagai pastor dan gembala mereka ingin mendorong umat, para imam dan kaum religius untuk tidak kehilangan harapan. “Kami adalah umat dari Kebangkitan,” kata para uskup, “dan kami memiliki harapan.”

Kamis pagi, 26 April 2018, para uskup Nigeria bertemu Paus Fransiskus dan secara pribadi melaporkan kepadanya mengenai keadaan Gereja di Nigeria. Kunjungan ke Vatikan adalah kunjungan rutin yang dilakukan semua uskup Katolik, idealnya setiap lima tahun, yakni kunjungan Ad Limina (Ad Limina apostolorum). Menjelang kunjungan-kunjungan seperti itu, para uskup diharuskan menyusun laporan-laporan terperinci tentang keuskupan mereka masing-masing, yang memberikan wawasan komprehensif mengenai keadaan Gereja di negara mereka. Di Vatikan, para uskup juga bertemu berbagai dikasteri Tahta Suci.(paul c pati berdasarkan Vatican News)

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here