Home BERITA TERKINI Pemilihan Pastor Abzalón Alvarado sebagai Superior General MSC, tanda perubahan

Pemilihan Pastor Abzalón Alvarado sebagai Superior General MSC, tanda perubahan

0

ater-Mario-Absalón-Alvarado-Tovar-msc1

Pastor Mario Absalón Alvarado Tovar MSC adalah superior general Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC) terpilih dalam kapitel umum September 2017. Pemilihan superior general dari “dunia ketiga” yang pertama dengan semangat “option for the poor” itu dirasakan sebagai sebuah perubahan.

Indonesia akan sangat merasakan pembaruan ini, karena Indonesia adalah provinsi MSC dengan jumlah anggota terbesar sedunia yakni 4 uskup, 231 imam, 23 bruder, 77 frater, 20 novis, 21 pranovis, dan 11 postulan (data 2017).

Untuk melihat apa yang akan menjadi penekanan Tarekat MSC yang memiliki 1663 anggota sedunia ini untuk periode enam tahun mendatang dan seterusnya, Paul C Pati dari PEN@ Katolik menemui Pastor Absalón Alvarado MSC di Generalat MSC, Via Asmara 11, Roma, di awal Desember 2017 untuk sebuah wawancara.

PEN@ Katolik: Bagaimana Pastor mengartikan terpilihnya Pastor sebagai Superior General MSC?

PASTOR MARIO ABSALÓN ALVARADO TOVAR MSC: Saya kira sebagian besar peserta Kapitel Umum MSC September 2017 menginginkan perubahan, menginginkan wajah baru untuk pelayanan ini. Maka, untuk pertama kalinya mereka memilih seseorang dari “dunia ketiga” untuk menjadi superior general. Padahal sebelumnya, superior general MSC berasal dari Eropa atau Australia. Superior General terakhir, Pastor Mark McDonald MSC, yang telah melakukan pekerjaan dengan sangat bagus, adalah Americano pertama, yang pertama dari Amerika Serikat.

Saya kira mereka menginginkan seseorang dari dunia baru, dan Roh Kudus mendorong tindakan mereka. Nama saya ada di antara nama-nama lain. Mereka lebih baik daripada saya. Saya hanya memiliki gelar PhD dalam fisioterapi dan beberapa karir, termasuk provinsial, dan ketua Konferensi Religius Guatemala yang bekerja dengan Konfederasi Religius Amerika Latin, dan Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (Justice, Peace, and Integrity of Creation, JPIC). Maka saya terkejut.

Saya tahu nama saya ada di daftar calon, tapi saya tidak menyangka saat ini kongregasi berani memilih seseorang dari dunia lain. Saya berasal dari negara sangat miskin, dari salah satu provinsi MSC terkecil, dan kini saya berada di sini. Saya tahu, pekerjaan ini pelayanan dan harus dikerjakan dengan rendah hati. Namun, saya punya tim yang bagus, salah satunya dari Indonesia, Pastor Paulus Polce Pitoy MSC. Yang lain dari Brazil, Belgia, dan Australia.

Apa yang akan dilakukan sekarang?

Ini saat transisi. Baru-baru ini Pastor McDonald MSC yang saya gantikan berada di sini untuk menemani saya. Para anggota Dewan Pimpinan Umum MSC yang baru akan datang Januari 2017. Yang akan kami lakukan adalah berupaya menjalankan apa yang diamanatkan oleh kapitel umum, yang menjadi prioritas dalam enam tahun ke depan.

Yang perlu dilakukan sekarang adalah menghadapi tantangan budaya dan politik yang berbeda di seluruh dunia, yang sebenarnya adalah sama, yakni berjuang membela kehidupan, menjaga bumi dan ciptaan Tuhan, serta dekat dengan orang yang paling miskin.

Bumi adalah milik Tuhan yang harus dipertahankannya dari semua sistem ekonomi dunia yang mengeksploitasinya seperti kelapa sawit, pertambangan dan cara-cara lain yang menghancurkan ‘rumah kita bersama’. Itulah salah satu prioritas kami dalam JPIC.

Apa prioritas MSC saat ini?

Dalam enam tahun masa bakti ini, kami harus menghadapi provinsi barat yang menua. Sebagai provinsi mereka sedang menyusut jumlahnya. Mereka perlu bangun kembali dan memulai sesuatu yang berbeda. Kami harus mencari cara baru menjadi MSC di Eropa, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Prioritas kami di sana. Kami akan bekerja sama dengan mereka. Saya baru mengunjungi dua provinsi, Belanda dan Belgia. Kenyataannya, anggota-anggota kami di sana sudah tua, beberapa di antaranya sakit berat. Mereka adalah misionaris di lima benua. Banyak orang Belanda pernah berkarya di Indonesia selama 40, 50 bahkan 60 tahun.

Prioritas lain adalah kaum awam. Sebagai tim pimpinan, kami yakin, karisma kongregasi ini bukanlah milik kami. Ini karisma dunia, karisma Gereja. Maka, karisma atau spiritualitas kami, akan terus hidup melalui kaum awam. Kalau tidak, tidak akan berhasil. Maksud saya, kaum awam sekarang adalah protagonist. Mereka selalu ada, tapi belum diakui. Awam adalah salah satu prioritas kami saat ini.

Apakah sudah ada MSC awam?

Sudah ada bahkan menjadi organisasi dunia. Namanya, Awam Keluarga Chevalier (Jules Chevalier adalah pendiri tarekat MSC). Juli lalu mereka bertemu di Brasil. Kami mencoba mempromosikannya sebagai panggilan, karena mereka bukan pembantu kami. Panggilan mereka sama pentingnya dengan panggilan kami sebagai imam. Kami mencoba bekerja sama dengan mereka. Kami adalah pelayan kaum awam. Seharusnya, panggilan hidup religius atau imamat harus disadari sebagai panggilan Allah untuk melayani kaum awam, jika tidak, panggilan kami tidak ada artinya. Sayang sekali, hal itu hampir berlawanan sekarang. Padahal, Yesus Kristus datang untuk melayani bukan untuk dilayani.

Apa tujuan kepemimpinan yang baru?

Dalam berkarya di paroki-paroki, sekolah-sekolah atau proyek-proyek lainnya, yang terpenting sebagai MSC adalah jangan sampai kehilangan option for the poor. Itu akar kami. Kalau itu hilang, kami akan tersesat. Semakin jauh dari masyarakat semakin buruk hidup kami. Kami harus dekat dengan masyarakat, dekat dengan kenyataan. Tentu kami harus jalankan doa pribadi serta kehidupan spiritual secara bersama dalam biara, tetapi selalu harus dekat dengan kenyataan masyarakat. Jika jauh dari masyarakat, imam akan kehilangan dirinya. Dengan dekat dengan orang miskin, seorang imam akan diajari oleh orang miskin tentang cara menolong dirinya sendiri. Itulah salah satu tujuan utama kami enam tahun ke depan.

Langkah konkret yang akan dilaksanakan?

Kami masih harus mempersiapkannya. Sebagai tim baru, kami akan mulai membuat perencanaan di bulan Januari. Namun yang pertama adalah mendukung apa yang telah dan sedang dilakukan, karena di seluruh dunia ada banyak MSC yang sedang bekerja sangat dekat dengan masyarakat dan kami harus menemukan jawaban-jawaban. Karisma kami adalah menanggapi yang kurang baik saat ini.

Di awal pembicaraan, Pastor berbicara tentang perubahan!

Ya, inilah saat perubahan. Kami harus memikirkan cara untuk terus menjadi MSC di Eropa. Di sana kami hanya miliki anggota-anggota tua. Di Belanda, misalnya, ada proyek yang dijalankan komunitas internasional, dua dari Belanda, satu dari Indonesia dan satu dari Filipina. Mereka bekerja dengan orang-orang paling miskin di Belanda. Hal yang sama dilakukan di Belgia oleh dua orang MSC dari Kongo. Di Spanyol ada MSC dari Guatemala yang sedang bekerja di sana, dan tiga atau empat anggota dari dari Republik Dominika bekerja di Kanada.

Sekarang adalah saat perubahan. Di negara-negara seperti Indonesia, Nicaragua, Filipina dan Papua New Guinea pun harus ditemukan cara baru menjadi anggota MSC sekarang ini, karena sudah banyak yang berubah. Maka saya katakan, inilah kesempatan untuk mengartikan kembali cara memperlihatkan keadilan dan cinta Tuhan yang sejati di tengah kesulitan yang dihadapi orang-orang sekarang.

Pilihan Pastor sebagai Superior General adalah tanda perubahan?!

Ya, saya kira itu sungguh sebuah tanda (perubahan), karena saya masih muda, saya berasal dari dunia ketiga. Namun, bukan hanya saya sendiri. Ini pelayanan. Ini komitmen. Saya harus mencoba bekerja sebagai tim. Kami harus menemukan paradigma baru dalam otoritas, kerja, dan pengorganisasian kongregasi. Itu tidak mudah, tapi kami akan bisa melaksanakan yang terbaik. Ini panggilan Tuhan. Kami diminta melakukan sesuatu, bukan yang lebih baik, tetapi yang berbeda.

Ketika terpilih, Pastor langsung membasuh kaki lima misionaris mewakili lima benua. Apa artinya?

Bukan saya yang memutuskan untuk melakukannya. Itu bagian dari program. Namun, saya lakukan dengan segenap kasih saya, karena itu sangat signifikan, membasuh kaki anggota dari masing-masing benua. Itulah yang ingin saya jalani.

Benar, seperti yang dikatakan Paus Fransiskus, saya orang berdosa, orang lemah yang memiliki keterbatasan, saya bukan superman, tapi saya akan mencoba menjalankan tugas pelayanan yang diberikan kepada saya.

Apa komitmen Pastor dalam pelayanan ini?

Komitmen pertama menciptakan tim dengan tugas berbeda untuk berbagai tanggung jawab. Saya harus mendelegasikan atau mendistribusi (tenaga) ke berbagai wilayah kami.

Akhir pekan ini, Komunitas Meksiko akan dipindahkan dari Provinsi Kanada ke Provinsi Amerika Tengah. Maka, saya akan ke Meksiko. Ini tidak umum dalam kongregasi ini. Perpindahan komunitas terakhir terjadi tahun 1971. Ini tanda-tanda jaman. Mungkin karena Kanada tidak dapat lagi mendukung MSC di Amerika Tengah, maka setelah proses tiga tahun, Komunitas Meksiko akan jadi anggota Provinsi Amerika Tengah.

Ada semangat baru dari pimpinan Gereja untuk memberantas klerikalisme!

Beberapa hari lalu saya berbicara tentang klerikalisme dalam konferensi yang saya pimpin. Bagi saya, klerikalime bukan hanya masalah paroki. Ini bahan diskusi semua provinsi. Bagi saya, klerikalisme adalah masalah kekuasaan, bagaimana mengelola kekuasaan. Maka, klerikalisme bisa berada di antara para imam, suster, bruder dan awam.

Dalam kasus kami sebagai imam, kleriskalisme lebih buruk karena machismo, pria merasa superior. Itu jelek karena dalam budaya tertentu tidak adil dalam keluarga, khususnya dalam menghargai perempuan.

Gereja juga memberi kami banyak kekuasaan, kekuasaan publik, dan banyak imam merasa seperti manager perusahaan di paroki-paroki, padahal bukanlah demikian. Klerikalisme adalah memusatkan kekuasaan dalam diri saya sebagai imam dengan mengatakan “saya adalah bos.”

Menjadi pastor paroki kadang merasakan klerikalisme, tapi banyak pastor paroki tidak klerikalis. Tapi sulit karena kekuasaan, kekuasaan adalah sesuatu. Kami kurang mempersiapkan para imam dalam proses pembinaan. Pria muda yang baru menyelesaikan teologi ditahbiskan dan segera kami kirim ke paroki, kadang-kadang sebagai pastor paroki. Maka baru beberapa bulan melepaskan status mahasiswa dia langsung menjadi seperti bos. Jadi ada yang kurang, ada kekosongan, belum berpengalaman, belum tahu cara menjalankannya, dan timbul rasa bingung. Apabila bingung, ia tak boleh menjalankannya. Itu persoalan besar dalam Gereja dan harus dirubah.

Indonesia masih lahan subur panggilan MSC!

Saya kurang tahu tentang Indonesia karena saya belum pernah ke sana. Saya belum punya gambaran tentang Indonesia. MSC Indonesia dibutuhkan di seluruh dunia. Semua propinsi ingin memiliki imam dari Indonesia. Panggilan di sana harus terus dipromosikan. Tapi saat ini, kami harus lebih menekankan kualitas daripada kuantitas. Kualitas harus ditekankan, harus diperhatikan. Kalau dengan demikian jumlah fraternya menjadi sedikit, itu lebih baik.

Tetapi saya tidak tahu, saya belum penah ke sana. Tapi sebagai MSC itulah harapan besar kami. Jadi, bukan karena kebutuhan lalu dicari banyak orang untuk memenuhi seminari. Tidak, tidak, tidak.

Tapi, banyak keuskupan di Indonesia masih perlu banyak imam, karena untuk merayakan Misa saja sudah tidak cukup!

Tidak! Itu klerikalisme. Yang pertama kami harus belajar menjadi manusia. Bagaimana saya bisa membantu orang kalau saya bukan manusia seimbang. Maka seorang imam harus belajar untuk tahu mengerjakan tugasnya. Itu salah satu cobaan, hanya menjadi petugas iman untuk merayakan Misa sebagai tugas, tanpa ada nilai religius, tanpa ada nilai melayani, tanpa memberi ruang untuk awam.

Memang benar, banyak imam baru tidak mau datang ke tempat-tempat terpencil. Mereka ingin tinggal di kota karena mereka mungkin perlu wifi, komputer, dan mobil yang bagus. Ya, ini masalah seluruh dunia.

Di beberapa negara di lima benua, ada banyak imam di keuskupan yang tidak melakukan apa-apa, padahal di negara yang sama ada keuskupan yang sangat luas dengan banyak sekali paroki. Ya, kami juga punya paroki di kota besar di Nikaragua dengan 147 stasi misi, namun hanya ada tiga misionaris, dua MSC dan satu diosesan tinggal bersama. Mereka berkeliling selama 15 hari dengan naik kuda, naik bis atau berjalan kaki, dan mereka bisa pergi dua atau tiga kali setahun ke setiap stasi misi. Dan di utara Brasil, kami memiliki paroki dengan luas sekitar sepuluh ribu kilometer persegi. Berada di sana adalah sebuah tantangan.

Kami harus mempromosikan panggilan untuk misi itu dan juga panggilan untuk datang ke sini, ke Eropa, bukan untuk menjadi pekerja misi, tetapi datang ke sini untuk bekerja dengan kaum migran, orang yang tergantung pada obat terlarang, dan kaum pengungsi, serta warga miskin dan tuna wisma yang banyak di sini. Itulah fungsi panggilan itu. itu tujuan panggilan kami saat ini.

Apa sebenarnya visi pelayanan Pastor?

Visi saya membangun kembali kehidupan religius yang manusiawi, gereja yang manusiawi,  seperti banyak kali dikatakan oleh Paus Fransiskus. Paus pernah mengatakan bahwa gereja harus seperti rumah sakit untuk orang-orang berdosa, bukan gereja indah dan megah namun kosong. Kosong bukan berarti tak ada orang, tetapi kosong atau tidak ada nilai, tidak ada harapan, dan tidak ada kedekatan.

Jadi visi saya adalah berusaha mempromosikan wajah Tuhan yang manusiawi, karena ini bagian dari karisma kami, Misionaris Hati Kudus. Hati membuat kami bertekad mencintai seperti Yesus mencintai. Cinta harus dikaitkan dengan kehidupan manusia, nilai-nilai manusiawi, kalau tidak kami hanya akan berbicara, berbicara, berbicara, menulis buku, menulis laporan.

Selain itu kami tidak perlu memperhatikan kaum muda. Ini tantangan besar seluruh dunia. Kami kehilangan anggota muda dalam komunitas kami, dalam misi kami. Maka, kami perlu banyak memperhatikannya.

Apakah ada Kaum Muda MSC?

Ya, kami punya kaum muda MSC, tapi tidak seperti keluarga awam MSC. Beberapa negara telah mengaturnya, tapi kami tidak punya jaringan yang seharusnya kami buat. Sekarang keluarga awam atau Lay Chavelier Family sedang memikirkan cara mempromosikan Youth Chevalier Family.***

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version