Memamerkan Kitab Suci berbagai agama seperti terjadi baru-baru ini di Gedung Sukasari, samping Katedral Semarang, bukan hanya sebatas menunjukkan Kitab Suci masing-masing agama, tetapi disertai harapan agar Kitab Suci dihayati dalam kehidupan sehari-hari, kata Vikaris Episkopal (Vikep) Semarang Pastor Aloysius Gonzaga Luhur Pribadi Pr.
“Dan saya yakin, kehidupan sehari-hari, yang mengalir dari penghayatan iman berdasarkan Kitab Suci akan membangun kehidupan yang damai,” demikian pembukaan sambutan Pastor Luhur seraya menambahkan bahwa tujuan utama pameran itu adalah membangun kehidupan yang damai atas dasar iman yang bersumber pada Kitab Suci masing-masing.
Maka, saat membuka pameran tahunan Kitab Suci lintas agama di Semarang itu, Pastor Luhur berharap agar umat sesuai agamanya membaca Kitab Suci dan merenungkannya. “Yang direnungkan itu dipahami. Yang dipahami diyakini dan yang diyakini itu yang dihayati dalam kehidupan. Karena yang dibaca hal yang suci tentu akhirnya yang dihayati adalah juga cara hidup yang suci,” tegas imam itu.
Pameran itu melibatkan umat agama Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu yang menggelar stan-stan dengan menyajikan Kitab Suci dan buku-buku yang berkaitan dengan Kitab Suci. Selain pameran, yang berlangsung 9-10 Desember 2017 itu, saat pembukaan diadakan sarasehan yang menjelaskan Kitab Suci masing-masing. Pameran yang dikunjungi masyarakat, termasuk pelajar dan mahasiswa itu juga menampilkan pentas seni lintas agama.
Ketua Komisi Kitab Suci Keuskupan Agung Semarang Pastor Petrus Tri Margono Pr mengapresiasi acara yang melibatkan tokoh-tokoh agama itu. “Kita bisa menjalin relasi yang makin akrab, dekat, hangat, disertai kegiatan-kegiatan lintas agama,” kata imam itu.
Apresiasi senada diberikan oleh tokoh Islam, Muksin Jamil. Acara itu, tegasnya, merupakan oase di tengah krisis persaudaraan. “Ini harus dikembangkan. Bila perlu tidak semata-mata dalam bentuk ritual tahunan, tapi jadi even sosial yang menunjukkan persaudaraan lintas iman, dan ekspresi keimanan untuk peduli terhadap persoalan di tengah masyarakat,” katanya.
Muksin berharap supaya umat beragama memiliki pemahaman yang segar dan kontekstual akan Kitab Suci mereka. “Saya kira kalau kita kembali kepada Kitab Suci dengan pemahaman yang segar dan kontekstual, kita akan selalu mendapat inspirasi dan bimbingan iman serta rohani mengenai kita hidup sebagai manusia yang selalu berhubungan dengan dua aspek, dengan Tuhan dan dengan sesama manusia,” lanjutnya.
Kalau umat beragama mempunyai keterkaitan batiniah dengan Tuhan, lanjutnya, maka secara otomatis bisa memiliki penghayatan yang baik tentang kemanusiaan. “Jadi, kita beriman pada saat yang sama bukan semata-mata meyakini keberadaan Tuhan saja, tapi bagaimana bisa memanusiakan manusia.” (Lukas Awi Tristanto)