Home OPINI INILAH TUBUHKU Oleh Pastor Yohanes Robini Marianto OP

INILAH TUBUHKU Oleh Pastor Yohanes Robini Marianto OP

0

 Eucharist1

Kekristenan adalah agama yang unik. Di saat banyak pihak atau mendewakan tubuh atau menolak atau memandang rendah tubuh, kekristenan sangat menghormati tubuh dengan segala keterbatasan dan kelebihannya. Boleh dikatakan Kekristenan itu dibangun atas pemberian tubuh.

Hari ini, Kamis Putih, kita sadar bahwa kekristenan berawal dari sebuah perjamuan sederhana di Yerusalem dan di dalam perjamuan tersebut tiba-tiba Yesus berkata: “Inilah TUBUH-KU dan inilah DARAH-KU.” Boleh dikatakan sejak saat itu, sebagaimana kesaksian jemaat purba, para murid yang percaya Yesus merayakan terus-menerus pemberian tubuh (dan darah) ini (baca: Ekaristi).

Sabda Tuhan Yesus pada perjamuan terakhir dikaitkan dengan dua hal: pemberian diri dan pemberian diri itu terjadi di dalam cinta kasih (baca: pelayanan). Tubuh dikaitkan dengan pelayanan dan pemberian diri. Bagaimana bisa dimengerti kaitan tubuh dan pemberian diri serta pelayanan? Mengapa tubuh begitu sentral dan dikaitkan dengan pemberian diri dan pelayanan?

Untuk masyarakat modern sangatlah susah dimengerti tubuh punya arti. Di satu sisi tubuh itu hanya sarana mencapai tujuan (nyaris kehilangan artinya). Kelompok ini bak bidaah (ajaran sesat) masa lalu yang melihat tubuh manusia sebagai penjara dan yang lebih penting adalah jiwanya. Makanya tubuh kadangkala dikomersialkan (iklan-iklan yang menonjolkan tubuh) sampai tahap mendewakan keelokkan dan lekak-lekuk tubuh. Ada juga yang secara nyata menjual tubuh agar bisa hidup bermewah-mewah. Demikian juga ada yang bekerja setengah mati (workalcoholic) sehingga lupa akan kesehatan tubuh. Di kubu lain tubuh didewakan. Orang modern tidak mengerti matiraga, puasa, pantang. Mereka hanya mengerti satu kata yaitu diet. Tindakan diet dan matiraga (puasa dan pantang) itu sama, meski artinya berbeda. Namun masyarakat modern tidak mengerti kata matiraga; yang dimengerti hanyalah diet.

Ketika Tuhan Yesus mengatakan pemberian diri dan pelayanan lewat tubuh, pewartaan Kamis Putih ini sangat mengejutkan. Bukankah banyak kalangan menuduh Gereja anti tubuh? Anti seks? Anti kesenangan tubuh dll? Bagaimana mungkin semua kemampuan tubuh (termasuk seks, kesenangan tubuh [makan minum dll] punya tempat di dalam Gereja? Bukankah Gereja dilihat di dunia sekarang (terutama di Barat) hanyalah teriak persoalan moral (tidak boleh seks bebas, tidak boleh KB, tidak boleh poligami dll)? Makanya, banyak anak muda meninggalkan Gereja karena mereka melihat Gereja hanya meneriakkan soal yang sangat dekat dengan mentalitas jaman sekarang?

Tubuh di dalam kekristenan itu bukan hanya sarana. Manusia itu kesatuan tidak terpisahkan (bahasanya kesatuan substansial) antara jiwa dan tubuh. Manusia itu tubuh berjiwa dan jiwa yang mewujudkan diri di dalam kebertubuhan. Orang mengenal siapa kita, kita berhubungan dengan dunia dan orang lain melalui tubuh (panca indera, minimal). Kita bahkan mengungkapkan ide dan perasaan terdalam kita melalui tubuh (misalnya, gerakan tubuh). Kalau manusia tidak bertubuh maka kita tidak akan ada saling kaitan dan komunikasi. Tubuh bukan segalanya; karena masih ada jiwa (prinsip yang menjiwai dan menghidupkan). Tetapi, tanpa tubuh tidak ada manusia dan kita sebagai pribadi. Tubuh jelas menjadi penampakkan yang di balik tubuh (yaitu pribadi kita). Bagi Tuhan, pemberian diri manusia bukan ide belaka melainkan konkret, yaitu melalui pemberian tubuh kita.

Jangan salah, ini bukan soal seksualitas. Tubuh itu simbol diri kita, waktu yang kita jalani dan berikan, tindakan kita (termasuk cinta dan lawannya, benci) dan bahkan kebaikkan kita. Maka ketika Tuhan memberikan tubuh-Nya maka Ia memberikan segalanya, termasuk nyawa-Nya. Seolah-olah Yesus ingin mengatakan: “Dengan pemberian tubuh-Ku ini tidak ada yang tinggal lagi. Segalanya Kuberikan kepada manusia untuk selamat.” Pemberian tubuh (diri) Tuhan inilah yang menyelamatkan. Kita sampai hari ini di dalam Ekaristi menerima dan menerimanya kembali dan terus sampai Ia datang (kata Paulus) dan mendapatkan kehidupan bahkan kehidupan kekal. Melalui tubuh-Nya Tuhan menyapa, mendatangi dan memberikan diri (keselamatan) kepada kita. Bahkan, melalui pemberian tubuh ini Ia berkomunikasi dengan kita seperti “salah satu di antara kita” (peristiwa Natal yaitu penjelmaan Allah) dan melayani kita (mencuci kaki hari ini). Maka tubuh manusia itu kudus karena menampakkan sisi yang melebihi tubuh (diri, keinginan, cita-cita, perasaan dan cinta kasih kita).

Inilah sebabnya Gereja itu disebut Tubuh Kristus. Awalnya, ketika bicara Tubuh Krisus, jemaat perdana bukan mengertinya sebagai komuni suci. Mereka menangkap kata “Tubuh Kristus” sebagai Gereja. Betul, jemaat yang percaya kepada Tuhan Yesus bukanlah jemaat tidak nyata dan tidak tampak (hanya persekutuan rohani). Gereja itu institusi yang nyata dengan kepemimpinan yang sah pula. Namun kalau hanya dilihat Gereja sebagai institusi kita terjebak menjatuhkan Gereja bagaikan lembaga sosial dan klub semata-mata. Gereja melebihi “tubuhnya;” Gereja itu Tubuh Mistik Kristus. Artinya, di balik yang tampak ada yang tidak tampak yaitu Allah Tritunggal dan karya-Nya.

Sayangnya, karena masyarakat modern (atau dari dulu) tidak mengerti simbol dan arti tubuh, mereka menjatuhkan tubuh menjadi sebuah pelecehan. Hal ini gampang dimengerti karena tubuh yang diberikan di dalam kasih, besoknya (Jum’at Agung) dilecehkan habis-habisan dan bahkan dihancurkan habis-habisan. Simbol pemberian diri ditolak dan bahkan yang harusnya pemberian kasih (ciuman) menjadi saran pengkhianatan (ciuman Yudas Iskariot). Inilah drama paling ironis dari tubuh: pemberian diri ditolak dan dilecehkan.

Pelecehan ini paling nyata terjadi di perkawinan. Perkawinan adalah kedua pihak berjanji saling memberikan tubuh, demikian kata Kekristenan di dalam dokumen Konsili Vatikan II. Pemberian tubuh ini artinya saling memberikan hidup di dalam kasih. Namun apa yang awalnya diberikan di dalam kasih, entah kenapa suatu saat dilecehkan dan dihancurkan di dalam perselingkuhan dan perceraian. Akibatnya, satu pihak atau kedua belah pihak dilecehkan (dilukai dan dihancurkan): kasih yang memberikan tubuh dilecehkan, dikhianati (seperti ciuman Yudas) dan dihancurkan (mati). Bukankah ini drama modern di mana tubuh yang melayani dan saling memberikan hidup di dalam perkawinan dilecehkan pada Juma’at Agung? Pemberian tubuh yang harusnya pemberian kasih dan pelayanan di Perkawinan kini menjadi malapetaka Jumat Agung dan semuanya berkahir di makam.

Hari ini Tuhan Yesus ingin mengembalikan arti tubuh di dalam hidup manusia. Pewartaan Kamis Putih menjadi sangat relevan kalau kita melihat mentalitas modern yang atau melecehkan tubuh atau mendewakan tubuh. Tubuh adalah ekspresi pribadi manusia dan ekpresi tertinggi tubuh adalah kasih dan pelayanan.

Itu sebabnya di dalam Sakramen Imamat yang dirayakan hari ini pemberian tubuh ditegaskan. Ketika seorang imam berjanji setia di dalam pelayanannya, ia sebenarnya mengatakan demikian: ”Tubuh-ku [semua kemampuan tubuh yang melekat yaitu kemampuan seksual, mempunyai keturunan, berkeluarga, waktu dan cita-cita pribadinya bahkan kekayaan yang melekat pada tubuh] kukorbankan buat kamu [yaitu jemaat dan Tuhan].” Imam harus sadar pemberian kasih dan pelayanan ini bisa juga dilecehkan, dimatikan ditolak di dalam drama Jum’at Agung. Imam bisa ditolak umat, dilecehkan manusia. Namun, itulah dramanya: cinta kasih dan pelayanan yang diberikan di dalam tubuh tidak ada jaminan akan diterima.

Drama Jum’at Agung untungnya tidak berakhir di hari Jum’at Agung! Pada Paskah nanti dikatakan bahwa mereka yang memberikan tubuh untuk cinta kasih dan pelayanan akan dimenangkan Allah. Tubuh mereka akan mulia seperti Tubuh Tuhan. Tubuh mulia ini bisa menembus pintu tertutup dan jendela terkunci dan memberikan salam damai (sebagaimana Yesus katakan). Pemberian diri dan pelayanan, bagaimana pun ditolak, akan memberikan hasil kedamaian. Mereka yang menghayati tubuh sebagaimana Kristus menghayati tubuh akan memperoleh kedamaian dan memberikan kedamaian. Luka yang di dalam tubuh bekas pelecehan nanti di Paskah akan menjadi luka yang mulia dan menyembuhkan. Bukankah oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh, sebagaimana dikatakan Yesaya?

Baik mereka yang dilecehkan (bahkan dihancurkan) baik oleh pasangan pernikahan (dengan perselingkuhan dan ciuman pengkhianatan Yudas) dan mereka yang menyerahkan tubuh untuk imamat akan dimuliakan Tuhan dan mendatangkan kedamaian apabila pemberian diri dan pelayanan tetap di dalam hati sanubari mereka dan dilaksanakan. Mereka tidak akan seperti Pilatus yang tahu namun takut dan akhirnya ikut secara tidak langsung menghancurkan tubuh.***

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version