Kita bisa bekerja sama dan menciptakan kerukunan dan kebersamaan dalam nuansa kebangsaan, kata seorang pendeta ketika berkunjung di sebuah mesjid. “Kita bersama-sama tidak lagi mempersoalkan adanya perbedaan. Sekarang kita bicara soal bangsa kita, dia yang menyatu. Ini tanggung jawab bersama saat KTP kita itu warga negara Indonesia,” kata Pendeta Rahmat Paska Rajagukguk.
Pendeta dari GKI Gereformeerd itu berada di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang bersama pendeta-pendeta lain, serta Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (Komisi HAK KAS) Pastor Aloys Budi Purnomo Pr.
“Statemen-statemen yang mengkotak-kotakan membuat umat beragama mudah diadu domba,” tegas Pendeta Rahmat dalam kunjungan 16 Januari 2017 itu.
Tujuan kunjungan para pendeta itu, menurut Pastor Aloys Budi Purnomo Pr, adalah dalam rangka “mengisi kegiatan Pekan Doa Sedunia untuk Kesatuan Umat Kristiani yang jatuh tanggal 18-25 Januari 2017. Pada masa itu umat kristiani dari berbagai denominasi berdoa bersama secara ekumene.”
Itu dalam rangka gerakan ekumene, tegas Pastor Budi Purnomo, “gerakan kerukunan antargereja, Gereja Kristen, Gereja Katolik.” Namun, kami dari Gereja Katolik dan Kristen “juga menyadari, seringkali kami kadang-kadang tidak rukun, maka kami perlu terus menerus membangun kerukunan itu,” jelas Pastor Budi Purnomo.
Penjelasan itu disampaikan kepada Sekretaris Dewan Pelaksana Pengelola MAJT Haji Muuhyiddin, Wakil Ketua Dewan Pelaksana MAJT Haji Agus Fathuddin Yusuf dan Kepala Tata Usaha MAJT Haji Fatquri Busyaeri yang menemui para pendeta itu.
Pada masa Pekan Doa itulah, lanjut imam itu, para tokoh kristiani bermaksud mengadakan anjangsana dalam rangka untuk membangun dialog dan silaturahmi lintas agama, khususnya Islam.
Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Kristen (PGKS) kota Semarang, Pendeta Sediyoko, mengatakan, selain bisa saling bersilaturahmi dan saling mengenal, para tokoh agama diharapkan juga bisa mengadakan kerja sama.
“Tentu untuk memajukan kota Semarang, untuk membangun NKRI, kita bisa bekerja sama dalam hal tertentu. Kita bisa menciptakan yang namanya kesejahteraan kota Semarang,” katanya.
Pendeta Sediyoko juga menjelaskan kalau PGKS sudah lahir 20 tahun dan menaungi lebih dari 200 gereja di kota Semarang.
Kepada para pendeta dan pastor, Muuhyidding menjelaskan bahwa MAJT merupakan masjid yang menjadi destinasi wisata agama dan destinasi peradaban Islam, Islam Indonesia, Islam Nusantara.
“Islam yang dikembangkan di masjid kami adalah islam yang toleran. Toleran internal Islam, dan toleran antarpemeluk agama sepanjang itu masih dalam kontrol, tidak menyimpang,” katanya. Di masjid itu dikembangkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin, “yang membawa rahmat untuk semua, bukan hanya rahmat buat orang Islam, tapi semua, semua manusia, semua alam,” jelasnya.
Agus Fathuddin Yusuf berharap agar sinergi dan kerja sama untuk menjaga kebersamaaan dan kesatuan, senantiasa dipelihara bersama. “Apalagi dalam situasi-situasi seperti sekarang yang kita rasakan bahwa yang namanya kearifan agama, yang namanya kebhinekaan Indonesia ini, belakangan ini nampaknya sedang diuji,” tuturnya.
Suasana pertemuan berlangsung sangat akrab, bahkan sesekali saling bersendau gurau. Di akhir pertemuan, para pendeta dan pastor pun diajak menaiki menara masjid. Di sana mereka menikmati pemandangan kota Semarang yang sangat indah dari atas menara.(Lukas Awi Tristanto)