Paus Fransiskus merayakan Misa Kamis Putih di Pusat Pencari Suaka (Centro di Accoglienza per Richiedenti Asilo, atau CARA) di Castelnuovo di Porto, yang terletak 25 kilometer utara Roma. Dalam Misa itu, Paus membasuh kaki 11 orang migran dan satu relawan. Empat dari kaum migran itu adalah orang muda Katolik dari Nigeria, sedangkan tiga lainnya adalah perempuan beragama Koptik dari Eritrea, tiga beragama Islam dan, dan satu beragama Hindu dari India.
Dalam homili yang disampaikan tanpa teks, Paus berbicara tentang “sikap-sikap” yang dikenang dalam Misa: sikap-sikap Yesus yang melayani dan sikap Yudas yang mengkhianati. Hari itu, Paus Fransiskus juga menyarankan agar masyarakat dari berbagai agama dan budaya datang bersama-sama sebagai anak-anak dari satu Bapa, bukan melakukan serangan teroris yang terjadi Selasa, 22 Maret 2016 di Brussels.
Di balik pengkhianatan Yudas ada orang-orang yang menawarkan uang, kata paus, sama seperti di balik terorisme, ada orang-orang yang menginginkan darah, bukan perdamaian, peperangan bukan persaudaraan. Paus mengajak semua yang ada di CARA itu untuk bersama berdoa agar persaudaraan bisa menyebar ke seluruh dunia, dan mereka yang mencari 30 keping perak untuk mengkhianati kebaikan akan berakhir.
“Dua sikap yang sma: Yesus membasuh kaki, Yudas menjual Yesus untuk mendapatkan uang. Kalian, kami, kita semua bersama-sama, dari agama yang berbeda, budaya yang berbeda, tetapi anak-anak dari Bapa yang sama, bersaudara – dan di sana, orang-orang malang, membeli senjata untuk menghancurkan persaudaraan,” kata Paus.
Hari itu, Paus Fransiskus meminta, agar di saat “saya melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Yesus yakni membasuh kaki dua belas dari kalian, marilah kita semua melakukan sikap persaudaraan, dan mari kita semua mengatakan: ‘Kita berbeda, kita berbeda, kita memiliki budaya dan agama berbeda, tetapi kita bersaudara dan kita ingin hidup dalam damai.’”
CARA menampung hampir 900 pencari suaka dari 25 negara berbeda yang tersebar di Afrika, Asia, dan bahkan Eropa. Sebagian besar orang yang ditampung di situ beragama Islam, dan ada juga banyak orang Protestan serta orang Kristen Koptik.
Uskup Agung Rino Fisichella yang bertugas sebagai ketua Dewan Kepausan untuk Peningkatan Evangelisasi Baru, menulis minggu ini dalam L’Osservatore Romano tentang simbolisme dari Paus yang memilih pengungsi untuk Misa Perjamuan Tuhan.
“Jutaan pengungsi memperlihatkan kepada dunia fitur nyata sebuah eksodus baru di mana kita melihat pergerakan massa orang-orang miskin, yang kini tak memiliki rumah maupun tanah air,” tulis uskup agung itu. “Mereka enggan melarikan diri di bawah tekanan kekerasan tanpa sebab, perang sia-sia dan kelaparan, menuju tujuan-tujuan yang sering hanya sekedar khayalan bukan kenyataan. Meskipun demikian, negara-negara kaya, khususnya di Barat, tetap acuh tak acuh ….”
Dalam seruan 6 September 2015, saat Angelus Minggu tak lama sebelum Yubileum Kerahiman dimulai, Paus meminta agar setiap paroki, komunitas religius, biara dan tempat ziarah membuka pintu bagi satu keluarga, dimulai dengan Keuskupan Roma. “Sebuah sikap kecil tapi konkret untuk meningkatkan kesadaran terhadap drama internasional itu,” lanjut uskup agung itu. (pcp berdasarkan Zenit)
Pria itu menangis setelah kakinya dibasuh dan dicium oleh Paus Fransiskus: