Home PLURALISME Shinta Nuriyah Wahid melihat wajah Indonesia seutuhnya di Kebon Dalem

Shinta Nuriyah Wahid melihat wajah Indonesia seutuhnya di Kebon Dalem

0

20150629_042239

“Di sini saya sangat berbahagia dan sangat terharu, karena di sini, di pagi ini, saya bisa melihat wajah Indonesia seutuhnya, wajah Indonesia yang dihiasi pelangi yang sangat indah dengan warna-warnanya yang bermacam-macam.”

Shinta Nuriyah Wahid mengatakan hal itu dalam acara sahur bersama yang diikuti sekitar 500 umat dari berbagai agama dan suku di kompleks Gereja Santo Fransiskus Xaverius Kebon Dalem, Semarang, 29 Juni 2015.

Dalam acara sahur itu, isteri dari presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menegaskan bahwa warna yang melambangkan identitas, seperti agama dan suku, tidak saling mengingkari, “tetapi bersatu dan menjadi warna indah, sebuah pelangi yang menghiasi cakrawala nusantara Indonesia.”

Mantan ibu negara itu mengingatkan, kalau salah satu warna pelangi itu dihilangkan, maka menjadi tidak indah lagi. “Oleh karena Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama, maka setiap saya menyelenggarakan sahur bersama, saya juga mengajak semua komponen yang ada di Indonesia,” katanya.

Shinta mengatakan, acara buka puasa atau sahur yang dilakukannya adalah untuk mengungkapkan semangat persaudaraan, penghormatan, dan kasih sayang bagi saudara-saudara yang beragama Islam agar mereka bisa menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan dengan sebaik-baiknya.

“Di samping itu, saya ingin bersilaturahmi, menyapa saudara-saudara yang kurang beruntung,  memberikan senyum hangat, dan berbagi kesenangan, rejeki, maupun pengalaman dengan mereka semua. Itu yang saya lakukan setiap bulan puasa Ramadhan,” katanya.

Program “sahur dan buka keliling” di berbagai tempat, jelasnya, sudah dilakukan sejak mendampingi Gus Dur, yang waktu itu menjabat presiden. “Jadi, sudah 15 tahun saya  menyelenggarakan sahur bersama kaum dhuafa, kaum terpinggirkan, dan kaum marginal,  antara lain, mbok-mbok bakul, kuli bangunan, tukang becak, pemulung, pengamen, anak jalanan, penderes gula, dan penambang pasir.”

Biasanya, lanjut Shinta, sahur dan buka puasa itu dilakukan di tempat tinggal mereka masing-masing seperti di bawah jembatan layang tempat para kuli bangunan tinggal, atau di pasar bersama para pedagang pasar.

“Jadi tujuannya agar semua bangsa dan semua agama di Indonesia dapat hidup rukun dan damai dan sejahtera, saling menolong, saling mengasihi, saling menghormati, saling menghargai, sehingga negara kita bisa menjadi negara yang baldatun toyyibatun warobbun ghofur (negara yang adil dan makmur yang diberkati dan diampuni Allah),” tegasnya.

Kepala Paroki Kebon Dalem Pastor Aloys Budi Purnomo Pr menghargai program buka dan sahur keliling itu. “Kita berterima kasih karena mempunyai seorang ibu yang peduli kepada anak-anaknya. Buka dan sahur keliling yang beliau selenggarakan merupakan bentuk kepedulian dalam menghadirkan cinta seorang ibu kepada anak bangsa di negeri ini,” kata imam itu.

Menurut Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang itu, kerja sama dengan banyak pihak di sekitar tempat tinggalnya sudah berjalan baik.  “Maka, kami sangat berterima kasih atas kerja sama yang sangat bagus ini sehingga pagi ini kita bisa bersama-sama menyambut kehadiran ibu yang kita kasihi bersama.”

Pagi hari itu, umat dari berbagai agama mendengarkan dan menyaksikan penampilan musik klasik khas Tionghoa oleh Lam Kwan Boen Hian Tong dari Perkumpulan Sosial Rasa Dharma Semarang, dan kasidahan, serta musik saksofon yang dimainkan oleh Pastor Aloys Budi Purnomo Pr yang berkolaborasi dengan grup musik kasidahan Rebana Assalam dari Jagalan Banteng, yang bertetangga dengan Pastoran Kebon Dalem. Para penari sufi dari Pondok Pesantren Al Islah asuhan Kyai Budi Harjono juga melantunkan tembang “Tombo Ati”.

Dalam suasana itu, para ibu dan muda-mudi Katolik memberikan sate ayam, nasi dos, kue dan minuman kepada semua yang hadir, mulai dari anak-anak hingga para lansia, tukang becak hingga pengusaha, ketua RT hingga Camat Semarang Tengah Bambang Suronggono, serta kepada sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh agama, termasuk para suster Penyelenggaraan Ilahi (PI) Kebon Dalem. (Lukas Awi Tristanto)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version