Jumat, November 22, 2024
28.1 C
Jakarta

Pematung rasakan energi besar terpancar saat menaruh simbol perdamaian di dada patung Maria

??????????????????????????
Patung Maria Ratu Pencinta Damai/PEN@ Katolik, soni

Patung Maria Ratu Pencinta Damai sudah berdiri di bawah kaki bukit Anjongan, Mempawah, Kalimantan Barat. Dan saat ini, “saya mengharapkan tema itu mengejawantah atau menjadi kenyataan dalam kehidupan masyarakat lokal atau Indonesia bahkan dunia,” kata pematungnya Leonardo Ismanto dari Muntilan, Jawa Tengah.

Di dada patung Maria itu tertulis sebuah tulisan kanji Mandarin yang berarti damai. “Kebetulan huruf yang berarti damai itu visualnya mirip salib, jadi kami sebagai pematung merasakan sesuatu. Sebelum ada tulisan itu, kelihatan patung itu timpang, tetapi ketika simbol itu ditaruh di dada, saya betul-betul merasakan sesuatu yang universal. Saya merasakan energi yang sangat besar, dan banyak orang juga merasakan itu,” kata Ismanto kepada PEN@ Katolik seusai Misa Pemberkatan dan Peresmian Patung Maria Ratu Pencinta Damai di Anjongan 27 Mei 2018.

Baca juga: Pemberkatan dan Peresmian Patung Maria Ratu Pencinta Damai Anjongan

Video peresmian dan pemberkatan Patung MRPD Anjongan

Artinya, lanjut Ismanto, “Kami punya ciri khas wajah Maria, tetapi ketika simbol itu dimasukkan saya sebagai pematungnya merasakan sesuatu yang lain sekali, saya merasakan ada sesuatu yang menyatu betul dengan alam di sini.”

Sebagai seniman patung, Ismanto lalu mengatakan bahwa keindahan atau estetika dicapai harus melewati etika. “Keindahan tentu harus dicapai dengan kelembutan, kasih sayang, dan gotong royong. Itu yang harus diangkat, bagaimana kita merealisasikan keindahan dan perdamaian mulai dari diri sendiri dengan memvisualkan kedamaian dalam bentuk apapun, tingkah laku, budi pekerti, pekerjaan dan mimpi-mimpi kita,” jelas Ismanto.

Gagasan uskup untuk membuat patung itu sekarang, menurut Ismanto, adalah momen yang tepat dan bagus sekali, ketika ada sekelompok orang yang ingin merobek kebinekaan. Maka pematung itu senang melihat keterlibatan semua umat di Anjongan, “apalagi ketika badan patung-patung itu datang dan kita mau mengangkatnya, semua umat di sini terlibat, bukan hanya umat Katolik, tetapi juga Muslim dan Kristen datang tanpa kita ajak, mereka datang ikut mengangkat bagian-bagian patung itu.”

Yang dibuat di Anjongan itu, menurut pematung itu, adalah membuat patung sesuai rancangan patung dengan berbagai filosofinya. “Kami hanya merealisasikan gagasan dari Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus untuk membuat patung Maria Ratu Pencinta Damai. Lewat kolaborasi dengan uskup untuk mendesainnya, maka kami masukkan desain-desain Dayak dalam jubahnya dan desain beberapa suku di Indonesia,” jelasnya.

Memang, Ismanto mengalami berbagai kesulitan, karena membuat motif Dayak agak beda dengan motif di Jawa, karena motif Dayak memiliki kekuatan seperti optical art, sehingga ketika dilihat ada gerak. “Optikal itu memiliki komposisi besar dengan warna yang berlawanan sehingga menimbulkan gerak. Kalau orang yang tidak biasa dengan itu dia bisa bingung. Itulah energi alam dan desain-desain yang diciptakan nenek moyang dulu di sini. Bagi saya itu hal yang baru,” kata Ismanto.

Sebagai seorang Katolik, Ismanto merasakan kelebihan yang besar sekali dalam menempatkan patung itu di Taman Ziarah Anjongan, karena “tema patung ini betul-betul tercermin dalam kehidupan sehari-hari umat di sini.” Sayangnya, dalam menggarap tema kedamaian ada saja yang tidak mudah bagi manusia untuk bertahan atau untuk melepaskannya, kata Ismanto yang mengaku kadang jengkel dan kadang emosi, apalagi patung besar dengan tujuh bagian dan dengan ketinggian seperti itu hanya dikerjakan sejak Februari 2018.

Maria Bunda Kita Semua

Petrus Anyim dari Pemuda Katolik melihat patung itu sebagai sesuatu “yang sangat bagus sekali,” maka dia mengatakan kepada PEN@ Katolik, “Kami sangat berterima kasih dengan program keuskupan ini. Ini ikon baru bagi Anjongan dan sekitarnya. Ini sesuatu yang multi etnis. Ini menggambarkan kedamaian. Kami senang karena patung ini akan membantu kampung ini menjadi  ramai dan menggerakkan ekonomi baru bagi masyarakat di sini.”

Menurut Petrus, suasana masyarakat Anjongan cukup damai, “ikon baru ini kita harapkan menjadi virus kedamaian bagi semua masyarakat di Kalimantan Barat juga Indonesia secara keseluruhan, karena kita cinta damai.” Warga Anjongan itu mengatakan akan lebih giat berdoa Rosario dan mengajak masyarakat untuk menularkan kedamaian dan membawa kebaikan bersama tanpa memandang latar belakang suku, bahasa dan agama, karena iman “hendaknya menjadi perekat yang mendekatkan kita kepada Tuhan dan dengan sesama.”

Riki yang datang bersama wanita yang baru dinikahinya merasa senang sekali karena pertama kali melihat dan memiliki patung seperti itu di Anjongan. “Saya akan selalu datang untuk berdoa di sini,” kata Riki yang harus datang dari daerah perkebunan lewat jalan kebun yang basah. Dan di sini, katanya, “saya dengan senang hati berdoa untuk keluarga, dan untuk umat di sini agar rajin datang untuk berdoa.”

Bagi Markus Akim, peristiwa peresmian patung itu adalah momentum luar biasa untuk umat Katolik Kalimantan Barat karena mereka semakin merasakan kehadiran Tuhan. Selain berdoa untuk keluarga dan pribadinya, warga Anjongan yang kini tinggal di Pontianak itu berdoa untuk keamanan dan kedamaian di Anjongan. “Setiap bulan Maria saya datang ke sini, dan patung ini menjadi pelengkap  tempat ziarah kita,” kata Markus.

Sementara itu, dalam Misa pemberkatan dan peresmian patung itu Eva Krista Asmarani mengalami rasa persaudaraan dan kekompakan dari berbagai suku dan daerah yang dipersatukan oleh Bunda Maria. “Saya sangat setuju dengan kehadiran patung ini dalam suasana itu, maka saya senang meski datang jauh dengan motor selama dua jam dari Pahuman, Kabupaten Landak. Saya berdoa semoga kedamaian di negara kita ini. Saya berdoa agar Bunda Maria senantiasa melindungi kita semua,” kata Eva yang berniat datang setiap tahun untuk berdoa di depan Patung Maria Ratu Pencinta Damai itu.

Patung Maria Ratu Pencinta Damai Anjongan sudah diberkati dan diresmikan oleh Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus. Namun, menurut Ismanto, patung itu belum selesai. Namun, sambil berdiri di depan warung-warung makanan yang berjejer sepanjang jalan menuju Gua Maria dan memandang umat yang mulai kembali ke rumah masing-masing, Ismanto menegaskan bahwa “Tidak pernah ada karya yang selesai.”

Sebagai seniman dia akan terus berkomunikasi, berkarya, dan menyentuh terus. “Mungkin orang lain akan juga terlibat atau bekerja sama dengan kami dengan menempelkan atau mengecat, maka saya sangat berharap keterlibatan umat lokal, supaya gagasan dari uskup itu bukan hanya merupakan karya saya, tetapi direalisasikan bangunan dan perdamaian itu dengan bantuan umat setempat,” harap Ismanto .(paul c pati)

Peletakan batu pertama pembangunan Patung MRPD Anjongan

Peletakan batu pertama pembangunan Wisata Rohani MRPD Anjongan

Ismanto (kiri) berbincang dengan Mgr Agustinus Agus sebelum melepaskan balon dalam peresmian Patung Maria Ratu Pencinta Damai Anjongan/PEN@, pcp
Ismanto (kiri) berbincang dengan Mgr Agustinus Agus sebelum melepaskan balon dalam peresmian Patung Maria Ratu Pencinta Damai Anjongan/PEN@, pcp

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini