Di saat kebinekaan di Indonesia sedang digoncang, Uskup Agung Pontianak meresmikan dimulainya pembangunan sebuah patung Maria, yang sarat simbol persatuan, setinggi 12 meter, termasuk landasannya empat meter, di lapangan parkir Rumah Retret dan Wisata Rohani Anjongan, Kalimantan Barat.
“Kita harus menunjukkan bahwa kita mendukung kebinekaan itu, maka selain akan membangun rumah-rumah penginapan bergaya Dayak, Cina, dan suku-suku lain yang ada di Kalimantan termasuk Melayu, kalau diijinkan oleh Majelis Adat Melayu, kini kita memulai pembangunan patung Maria Ratu Pencinta Damai yang memperhatikan simbol-simbol kebinekaan dan persatuan,” kata Mgr Agustinus Agus.
Mgr Agus berbicara dengan PEN@ Katolik saat peletakan batu pertama pembangunan Patung Maria Ratu Pencinta Damai di lapangan parkir yang terhampar di depan bukit yang masih dipenuhi pepohonan, tempat berdirinya Gua Maria Ratu Pencinta Damai Anjongan sejak 29 April 1973, dan tempat sedang dibangunnya aula dan rumah retret, serta rumah suster, rumah pembimbing, dan kamar makan.
Selanjutnya di kawasan itu akan dibangun Jalan Salib dan rumah-rumah penginapan “laksana miniatur Indonesia yang membawa pesan kebinekaan,” kata Mgr Agus seraya menjelaskan bahwa rencana pengembangan Gua Maria menjadi Rumah Retret dan Wisata Rohani itu sudah dimulainya dengan peletakan batu pertama 29 Oktober 2017.
“Meski yang dibangun adalah simbol-simbol Katolik, namun saya ingin mengatakan bahwa umat Katolik terbuka untuk siapa pun. Jadi kalau dapat ijin, rumah Melayu pun akan kita bangun,” tegas Mgr Agus.
Patung Maria Ratu Pencinta Damai yang mulai dibangun itu pun, menurut Uskup Agung Pontianak itu, “sarat simbol kebinekaan, persatuan dan perdamaian.” Di bawah mantel patung itu, cerita Mgr Agus, akan berlindung suku-suku yang memiliki umat Katolik, khususnya Dayak dan Cina.
“Gua Maria yang sudah ada itu memiliki pesan perdamaian, karena setelah G30S PKI terjadi bentrokan antara orang Dayak dan orang Cina, dan mendiang Mgr Isak Doera Pr, yang waktu itu adalah pastor militer, ingin membuat perdamaian antara kedua kelompok itu dengan mengajak mereka datang berdoa bersama di Gua Maria itu. Dari dari situ muncul nama Gua Maria Ratu Pencinta Damai ini. Dan itulah yang ingin saya munculkan kembali dalam simbol patung,” kata Mgr Agus.
Mgr Agus menjelaskan kepada PEN@ Katolik bahwa patung yang akan segera dibangun itu akan diberkati pada Penutupan Bulan Maria, 27 Mei 2018.
Peletakan batu pertama pembangunan patung itu didahului dengan ritual adat. “Ritual adat ini memang biasa dilakukan di sini, juga sebelum membangun tempat-tempat ibadat. Meletakkan batu pertama sama seperti membuat pondasi, maka kita pakai adat dulu baru naikkan bata dan segalanya,” kata Asip, pemimpin adat itu kepada PEN@ Katolik. Dia menegaskan bahwa adat dan agama tidak bertentangan, dan orang Katolik tidak menentang adat, karena “agama menyempurnakan adat, yang merupakan turunan dari nenek moyang kita.”
Guna menyelesaikan pembangunan patung dan seluruh kawasan rumah retret dan wisata rohani sebagai bentuk kepedulian Gereja dalam menyediakan pusat pembinaan iman umat itu, Mgr Agus masih mengharapkan bantuan dengan menghubungi 0561 731280 atau 0812 5233 8650, atau langsung disalurkan lewat Rekening BCA 512 5678 901 an Keuskupan Agung Pontianak.(paul c pati)