“Pengalaman akan kasih dalam keluarga adalah sumber abadi untuk daya hidup Gereja. Keindahan pengalaman sebagai ayah-ibu, harapan dan kecemasan bersama, sukacita dan pengampunan yang lahir dari perhatian anggota-anggota keluarga adalah buah panggilan keluarga,” kata Paus Fransiskus dalam Ajakan Apostolik Amoris Laetitiae tentang Kasih dalam Keluarga yang dikutip oleh Uskup Jayapura.
Mgr Leo Laba Ladjar OFM berbicara dalam Hari Studi Bersama dari Rapat Kerja Dewan Pastoral Keuskupan Jayapura, yang dihadiri para pastor dan ketua dewan pastoral paroki dari 28 paroki se-Keuskupan Jayapura, di wisma Samadhi St. Clara, Sentani-Jayapura, 23-29 Januari 2017.
Menurut uskup itu, Paus Fransiskus melihat perkawinan sebagai persekutuan intim kehidupan dan kasih, dan di dalam persekutuan kasih itu, pribadi-pribadi masuk dalam pengalaman gerejawi. “Persekutuan kasih terbentuk justru dalam keluarga yang memantulkan misteri Tritunggal kudus. Di situlah orang belajar ketabahan dan sukacita dalam kerja, kasih persaudaraan dan pengampunan, dan lebih-lebih ibadat dalam doa dan persembahan kehidupan, sehingga keluarga bisa disebut ecclesia domestica.”
Lebih lanjut, uskup menjelaskan, Paus menempatkan Gereja sebagai “keluarga dari keluarga-keluarga” yang terus diperkaya oleh kehidupan semua Gereja domestik. “Dengan interaksi antara keluarga dan Gereja akan ada anugerah yang berharga untuk zaman kita. Gereja adalah ‘kebaikan’ untuk keluarga dan sebaliknya. Anugerah dalam sakramen perkawinan dipelihara bukan hanya oleh keluarga sendiri-sendiri tetapi oleh seluruh komunitas Gereja,” tegas Mgr Leo.
Paus menempatkan hubungan seks dalam perkawinan sakramen ke kasih konyugal laki dan perempuan, yang penuh makna biarpun tidak dianugerahi anak. Mgr Leo menggarisbawahi dengan mengatakan, “hubungan seks dalam perkawinan sakramen adalah suci dan kudus karena mengungkapkan kasih dalam persatuan konyugal dan tertuju ke prokreasi.” Jadi, menurut Amoris Laetitiae, anak bukan tambahan pada persatuan konyugal, tetapi lahir dari inti saling memberi, buah dan kepenuhannya.
Dalam hari-hari studi itu, peserta juga belajar dan berdiskusi tentang Komunitas Basis Gereja (KBG) sebagai “keluarga dari keluarga-keluarga” yang bisa hidup, kalau keluarga-keluarga hidup dan berperan aktif dalam KBG. Karena itu uskup menegaskan “pendampingan pastoral untuk KBG tidak dapat berjalan sendiri tanpa pendampingan pastoral untuk keluarga-keluarga.”
Dalam hal ajaran tentang perkawinan, Mgr Leo mengajak peserta berusaha agar keluarga “memandang bagaimana Yesus berjalan bersama mereka dan mewartakan Kerajaan Allah, dan berusaha melihat pelaksanaan Injil dalam keluarga.” Sedangkan Sakramen Perkawinan, tegas uskup, adalah “anugerah untuk pengudusan dan keselamatan mempelai, karena melalui tanda sakramental, sakramen itu menghadirkan hubungan yang sama antara Kristus dan Gereja.”
Uskup juga berbicara tentang “Kasih Perkawinan” yang disebutnya sebagai “pantulan kasih Kristus kepada Gereja.” Ditegaskan, tidak mungkin berbicara mengenai perkawinan dan keluarga tanpa berbicara mengenai kasih. “Kesetiaan dikuatkan dengan menguatkan dan memperdalam kasih mempelai dan keluarga. Anugerah sakramen perkawinan adalah pertama-tama menyempurnakan kasih mempelai,” kata Mgr Leo seraya menegaskan bahwa kasih bukan hal abstrak, tetapi dialami dalam hidup sehari-hari oleh suami-istri dan anak-anak mereka.
Mgr Leo meneruskan ajakan Paus agar para pastor “jangan ragu mengeritik faktor-faktor budaya, sosial, politik dan ekonomi yang menghalangi hidup keluarga yang otentik dan membawa kepada diskriminasi, kekerasan dan eksklusivisme.”
Reksa pastoral keluarga yang tepat, tegasnya, akan menjadikan keluarga kristiani sebagai agen pastoral keluarga dengan kesaksian penuh sukacita sebagai “Gereja domestik”. Maka, “para pastor hendaknya membantu semua anggota keluarga untuk mengalami Injil-keluarga sebagai sukacita yang memenuhi hati dan kehidupan,” tegas Mgr Leo.
Paus juga mengajak agar paroki berperan sebagai pelaku utama reksa pastoral keluarga, karena paroki adalah “keluarga dari keluarga-keluarga,” yang di dalamnya hidup secara harmonis komunitas-komunitas basis gerejawi, gerakan-gerakan kegerejaan serta perkumpulan-perkumpulan kategorial lainnya.
Selain mengusulkan agar pemimpin awam dilatih untuk reksa pastoral keluarga, dengan konseling dan terapi psikologis, Paus mengajak agar orang muda dibantu untuk menemukan martabat serta keindahan perkawinan, daya tarik persatuan penuh yang mengangkat dan menyempurnakan dimensi sosial eksistensi dan memberikan makna terdalam dari seksualitas.
Paparan Mgr Leo dalam berbagai sesi diikuti diskusi dan sharing kelompok untuk melihat relevansi ajaran Paus Fransiskus dengan kenyataan umat paroki di Keuskupan Jayapura.(Abdon Bisei)