Home BERITA TERKINI Karya Agung Paus Leo I: Alasan Mengapa Seorang Paus Disebut Agung

Karya Agung Paus Leo I: Alasan Mengapa Seorang Paus Disebut Agung

0

ROMA, Pena Katolik – Sepanjang 2.000 tahun sejarah Gereja Katolik, terdapat tiga Paus yang disebut “agung”: Leo I, Nicholas I, dan Gregorius I. Di antara tig aini, Paus Leo I menjadi pribadi yang pertama disebuat “agung”.

Gelar ini diberikan kepada seorang santo setelah melihat pengaruhnya di dunia dan Gereja Katolik. “Yang Agung” ini bukanlah gelar resmi yang diberikan oleh Paus atau Vatikan. Secara umum, gelar ini adalah gelar “populer” (bukan resmi), yang diberikan kepada seseorang oleh umat, yang semuanya sepakat tentang kebesaran orang tersebut.

Tentu, alasan mengapa Leo I disebut agung bukan karena satu torehan prestasi. Julukan ini adalah simpulan dari karya-karya besar yang dibuat Leo I.

Leo I dan Raja Hun

Leo Iadalah seorang paus pada abad ke-5 (440-461), masa ketika Kekaisaran Romawi Barat mengalami kemerosotan tajam dan terjadi banyak konflik di dunia dan di dalam Gereja. Tujuan utama kepemimpinan St. Leo adalah mempertahankan kesatuan Gereja. Saat itu, ia menghadapi berbagai ajaran sesat yang populer di seluruh Eropa. Leo I juga serta memelihara dialog dengan Gereja Timur.

Salah satu episode paling terkenal dalam hidupnya adalah pertemuannya dengan Attila sang Raja Hun.

Setelah hasil yang tidak menentukan dalam Pertempuran Chalons tahun 451, Attila sang Raja Hun melancarkan invasi ke Italia pada tahun 452. Ia menjarah kota-kota seperti Aquileia dan bergerak menuju Roma. Menurut laporan, ia menuntut agar Honoria—saudari Kaisar Valentinianus III—diserahkan kepadanya beserta mas kawin. Sebagai tanggapan, kaisar mengirim tiga utusan untuk berunding dengan Attila: Gennadius Avienus, Memmius Aemilius Trygetius, dan Uskup Roma, dan Paus Leo I.

Detail negosiasi ini tidak banyak diketahui, namun hasilnya jelas: Attila mundur. Banyak sejarawan kuno dan abad pertengahan memuji peran Leo, bahkan menyebutnya sebagai tokoh utama di balik keberhasilan diplomasi tersebut. Attila sangat terkesan dengan Leo hingga memutuskan mundur.

Leo I bertemu Attila di Mincio di sekitar Mantua. Paus Leo I mencegahnya menyerang Roma. Leo I memperoleh janji dari Raja Hun, bahwa ia akan menarik diri dari Italia dan merundingkan perdamaian dengan kaisar.

Peristiwa ini memperlihatankan hasrat Santo Leo I akan perdamaian dan kemampuannya untuk bernegosiasi dengan beberapa orang paling kejam di zamannya. Banyak khotbahnya yang telah dilestarikan selama bertahun-tahun dan merupakan contoh yang sangat baik dari gaya khotbahnya yang khas. Ia juga merupakan salah satu paus yang paling lama memerintah, karena masa kepausannya berlangsung selama 21 tahun.

Akolit dan Misi Afrika

Paus Santo Leo Agung lahir di Roma pada awal abad ke-5. Sebagai seorang akolit muda, ia dikirim ke Afrika dan sempat bertemu dengan Santo Agustinus, perjumpaan yang kelak memperkaya pemahaman teologisnya. Ia kemudian melayani sebagai diakon bagi dua paus: Paus Selestinus I dan Paus Sixtus III. Setelah wafatnya Sixtus, Leo I terpilih sebagai penerus dan ditahbiskan sebagai Paus pada 29 September 440.

Kepemimpinan Leo ditandai dengan keteguhan iman dan keberanian luar biasa. Ia gigih melawan berbagai ajaran sesat yang mengancam kemurnian doktrin Gereja, termasuk Manikeisme, Pelagianisme, Priscillianisme, dan Nestorianisme.

Pada masa kepausannya, Leo I menentang ajaran Eutyches yang menyangkal kesatuan kodrat ilahi dan manusia dalam pribadi Yesus Kristus. Melalui Tome, ia menegaskan bahwa Yesus adalah Allah sejati yang lahir dengan kodrat manusia yang sempurna: “Ia sempurna dalam kodrat-Nya dan sempurna dalam kodrat kita.”

Untuk menegaskan ajaran ini, Leo mengadakan Konsili Chalcedon tahun 451. Ketika Tome dibacakan, para uskup berseru, “Inilah iman para Bapa Gereja; inilah iman para rasul; Petrus telah berbicara melalui Leo.”

Tome adalah pernyataan iman Gereja Roma dalam bentuk surat yang ditujukan kepada Uskup Agung Flavianus dari Konstantinopel, yang mengulangi rumus-rumus Kristologi St. Agustinus dari Hippo.

Menjaga Iman

Di tengah pergolakan besar dunia dan tantangan Gereja, Santo Leo Agung tetap memelihara hati seorang gembala. Ia tidak pernah kehilangan fokus pada satu hal penting: keselamatan itu bersifat pribadi. Meski kita diselamatkan dalam persekutuan para kudus, setiap orang tetap harus membuat pilihan iman secara pribadi.

Dalam sejumlah khotbah yang diwariskan, kita menemukan Leo I berbicara tentang hal-hal sederhana dan sehari-hari: disiplin rohani, doa, iman, dan pentingnya Yesus sebagai Pribadi Ilahi. Ia menolak spiritualitas yang rumit dan menyesatkan, serta berusaha melindungi umat dari ajaran sesat yang megah namun kosong. Teologinya berakar langsung pada pribadi Kristus, terutama misteri Inkarnasi.

Bagi Leo I, fakta bahwa Allah menyatu dengan kemanusiaan mengubah segalanya. Agama bukan sekadar sistem, melainkan relasi. Allah mencintai kita secara pribadi, dan melalui penyembahan, kita membangun hubungan dengan-Nya.

Dalam khotbah Natalnya, Leo I menekankan bahwa Kristus sungguh-sungguh mengambil kodrat manusia, lahir dari seorang ibu nyata, di waktu dan tempat tertentu. Karena itu, Yesus memahami godaan kita secara mendalam.

Leo I juga mengingatkan bahwa bukan hanya Allah yang mengenal kita secara pribadi—iblis pun demikian. Ia tahu titik lemah kita dan menawarkan godaan yang dirancang khusus. Kita jatuh bukan karena jahat, tetapi karena membenarkan tindakan buruk sebagai sesuatu yang baik.

Namun, Leo I tidak membiarkan kita tenggelam dalam keputusasaan. Ia menawarkan tiga langkah pemulihan: Pertama, ingat martabat kita sebagai citra Allah. Karena Kristus mengambil kodrat kita, kita pun dapat mengambil kodrat-Nya. Kedua, bangun relasi yang tertata dengan dunia materi. Jangan tenggelam dalam keinginan yang kacau, tetapi juga jangan menolak kebaikan ciptaan Tuhan. Ketiga, satukan godaan dengan rahmat Kristus. Dialah yang membebaskan kita dari jerat dosa, karena Ia mengenal kita lebih dalam daripada si penggoda.

Menjaga Kesatuan

Di tengah kemunduran Kekaisaran Romawi, Leo memperkuat Gereja: menutup kuil pagan, mengirim misionaris ke Afrika, dan menegakkan disiplin para uskup. Meski menyebut jabatan kepausan sebagai “beban yang mengguncangkan,” Leo menjalaninya dengan kesetiaan dan pengorbanan besar. Ia benar-benar layak menyandang gelar “Agung.”

Dalam salah satu audiensi umum tahun 2008, Paus Benediktus XVI menyoroti teladan luar biasa dari pendahulunya yang jauh, Santo Leo Agung, sebagai contoh kepemimpinan yang menginspirasi. Ia menyatakan, “Sebagaimana julukan yang diberikan oleh tradisi, ia sungguh salah satu Paus terbesar yang pernah menghormati Takhta Roma,” dan masa kepemimpinannya “tidak diragukan lagi merupakan salah satu yang paling penting dalam sejarah Gereja.”

Pernyataan ini sangat berani, mengingat Gereja telah dipimpin oleh 267 Paus selama lebih dari 2.000 tahun. Namun Benediktus XVI menegaskan bahwa Leo I adalah Paus pertama yang khotbah-khotbahnya kepada umat yang berkumpul dalam perayaan liturgi masih dapat kita baca hingga kini. Hampir 100 khotbah dalam bahasa Latin yang indah dan jelas telah dilestarikan, bersama sekitar 150 surat yang menunjukkan kedalaman pemikiran dan semangat pastoralnya.

Santo Leo Agung hidup di masa yang penuh gejolak, termasuk peralihan dari Roma pagan menuju Roma Kristen. Salah satu peristiwa paling terkenal dalam hidupnya adalah pertemuannya dengan Attila sang Raja Hun, di mana ia berhasil membujuk sang penyerbu untuk mundur dan tidak menyerang Roma.

Paus Benediktus XVI menekankan bahwa Leo Agung sangat sadar akan perubahan zaman dan krisis yang melanda. Ia mampu mendekatkan diri kepada umat melalui tindakan pastoral dan pewartaannya yang menyentuh. Ia adalah pribadi yang berani, tidak gentar menghadapi ancaman besar, namun tetap rendah hati dan dekat dengan umatnya.

Warisan Rohani

St. Leo Agung meninggal pada 10 November 461. Karena ia ingin dimakamkan sedekat mungkin dengan makam Santo Petrus, makai a dimakamkan di dalam serambi Basilika Santo Petrus Lama.  Dengan demikian, ia adalah paus pertama yang dimakamkan di dalam Basilika Santo Petrus. Pada tahun 688, Paus Sergius I memerintahkan agar jenazah Leo dipindahkan ke sebelah Selatan basilika.

Pada tahun 1754, St. Leo Agung dinobatkan sebagai “Pujangga Gereja,” dan ia dihormati pada tanggal 10 November setiap tahun dalam Ritus Romawi, dan pada tanggal 18 Februari dalam Gereja-Gereja Timur.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version