Home BERITA TERKINI Membangun Ksatria Shambhala Dalam Hati dan Pikiran Manusia

Membangun Ksatria Shambhala Dalam Hati dan Pikiran Manusia

0

BANDUNG, Pena Katolik – Retret ekologi bertema Sukacita Merawat Bumi Rumah Kita Bersama, yang dilaksanakan di Eco Circle, Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 6-9 Maret 2025. Retret ini diikuti 13 peserta; empat guru Yayasan Strada, tiga guru Yayasan Santo Yakobus Kelapa Gading, dua suster OSF, satu suster OP, satu ibu WKRI St. Monika Serpong, satu mahasiswa Undip, satu orang Muslim perwakilan dari Roemahplanet.

Romo Ferry Sutrisna Wijaya mengajak para peserta mereflesikan Spiral of Work That Reconnects dari Joanna Macy dalam buku Active Hope untuk mengolah pribadi ekologis yang coming from gratitude, honoring our pain, seeing with new eyes, dan going forth. Harapannya agar terjadi transformasi bagi para peserta retret menjadi pribadi ekologis yang bisa mengolah climate grief dan eco anxiety menjadi sukacita merawat bumi rumah kita bersama.

Romo Fery menjelaskan tentang perjuangan Joanna Macy dalam bukunya yang berjudul Active Hope. Keinginan Joanna Macy yang membara, untuk ikut ambil bagian dan jatuh cinta merawat kehidupan. Penuh keberanian untuk take action. Shambhala Warrior atau Ksatria Shambhala melatih diri mereka dengan menggunakan dua senjata yang ada dalam hati dan pikiran manusia, yaitu compassion dan insight. Compassion adalah cinta kasih yang terarah untuk memberikan hidup bagi yang lain. Insight adalah kesadaran bahwa semua ciptaan itu terhubung.

Kedua senjata Ksatria Shambhala yaitu cinta kasih dan kesadaran, bahwa semua terhubung membuat Ksatria Shambhala mempunyai keberanian untuk memperjuangkan kehidupan bagi semua. Ksatria Shambhala adalah mereka yang mempunyai keberanian untuk mengalahkan musuh yaitu bangsa barbar yang ada di dalam hati dan pikiran manusia. Musuh dunia yaitu bangsa-bangsa barbar muncul untuk menghancurkan kehidupan di bumi. Bangsa-bangsa barbar itu sesungguhnya ada dalam hati dan pikiran manusia, seperti rasa ego, kemarahan, kebencian, dendam dan sebagainya. Kemudian para peserta diajak berefleksi tentang kekuatan mana yang lebih dominan yaitu Ksatria Shambala atau bangsa barbar.

Manusia di dunia ini sebagian besar masih merasa hidup mereka baik-baik saja dan tidak harus ada yang diubah. Sebagian mulai sadar sedang mengalami The Great Unraveling, bahwa hidup mereka tidak baik-baik saja dan mulai sadar bahwa ada yang keliru dalam cara hidup mereka. Sebagian kecil memilih The Great Turning atau berbalik arah dan berubah membangun hidup yang berkelanjutan dan lebih merawat semesta ciptaan.

“Kita itu terhubung. tidak sendirian dan kita bersama akan lebih kuat untuk menghadapi berbagai krisis dalam kehidupan di bumi ini, dengan selalu bersyukur merupakan suatu tindakan revolusioner. Kita diajak belajar untuk berhenti sejenak menghayati karunia kehidupan kita, menikmati indahnya kehidupan dan alam semesta.  

“Untuk itulah sangat penting menjaga semangat dan sukacita atas anugerah kehidupan. Selanjutnya kita harus lebih dahulu menyadari, mengakui, dan menerima bahwa kita juga mengalami penderitaan dan kita belajar untuk berbagi kisah penderitaan kita. Kita semakin menyadari betapa kita semua saling terhubung dan bertumbuh dalam compassion atau menderita bersama, belas kasih.”

“Selanjutnya kita belajar melihat dunia secara baru dengan mata yang baru: melihat keterhubungan antara masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Kita tidak terpisah dan terisolasi dengan semua yang ada. Kita mendapatkan kekuatan untuk melangkah ke masa depan bersama yang lain.”

“Kisah Ksatria Shambhala tersebut menjadi inspirasi Eco Camp, yang selalu menyelenggarakan pelatihan Ksatria Shambhala yang diikuti peserta muda. Pra Ksatria Shambhala inilah yang menjadi motor dan pelaksana berbagai program Eco Camp. (Sr. Charlie OP)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version