JAKARTA, Pena Katolik – Selama ini, kita mengetahui jabatan “uskup” yaitu pemimpin di sebuah wilayah Gereja Partikular (keuskupan). Namun, ternyata sebutan/jabatan uskup, ada beberapa macam:
Uskup Diosesan
Uskup Diosesan mengacu pada seorang uskup yang memimpin di sebuah keuskupan. Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK), no.376 dikatakan, bahwa uskup diosesan (uskup agung dan uskup sufragan) adalah uskup yang diberikan tanggung jawab untuk mengelola sebuah keuskupan. Ia bertugas untuk memperhatikan semua orang beriman di keuskupannya, serta para imam di wilayah tersebut (KHK 383-384).
Uskup diosesan juga masih dibagi dua lagi, Uskup Agung dan Uskup Sufragan. Seorang Uskup Agung memimpin sebuah keuskupan metropolit, atau sering disebut keuskupan agung. Uskup Agung memiliki hak khusus, karena memimpin sebuah Provinsi Gerejawi. Sebuah Provinsi Gerejawi umumnya terdiri dari satu keuskupan agung dan keuskupan sufragan. Seorang uskup agung diberikan sebuah “palium” yang menunjukan status sebagai seornag uskup agung.
Sementara uskup sufragan adalah uskup yang memimpin sebuah keuskupan sufragan. Meski demikian, seorang uskup sufragan tetap otonom sebagai pemimpin di keuskupannya.
Uskup Auksilier
Selanjutnya, ada juga Uskup Auksilier. Menurut KHK 403, uskup auksilier diangkat berdasarkan kebutuhan pastoral keuskupan dan permintaan dari uskup diosesan. Uskup auksilier tidak memiliki hak untuk menggantikan uskup diosesan. Dalam kondisi tertentu, uskup diosesan dapat memberikan kewenangan khusus kepada uskup auksilier.
Uskup Koajutor
Uskup Koajutor ditahbiskan dan menjadi memiliki hak untuk menggantikan uskup di sebuah diosesan, ketika uskup itu pensiun atau mengkakhiri jabatannya sebagai pemimpin di sebuah keuskupan. Menurut KHK 404, uskup koajutor diangkat oleh Takhta Suci dan diberikan kewenangan khusus. Uskup koajutor memiliki hak untuk menggantikan uskup sebelumnya.
KHK 376 juga menjelaskan bahwa uskup tituler tidak bertugas untuk memimpin keuskupan, melainkan untuk tugas khusus lainnya.