VATIKAN, Pena Katolik – Seperti banyak orang kudus, Santo Thomas Aquinas memiliki cinta yang besar kepada Bunda Maria. Dalam salah satu bagian doa yang ia tulis, St. Thomas meminta bantuan dan perantaraan doa dari Maria. Ini nyata-nyata istilah yang terkait dengan doktrin Maria Mediatrix ‘Bunda Maria Pengantara Rahmat’.
“Pada hari ini dan sepanjang hidupku, aku mempercayakan kepada hatimu yang penuh belas kasihan tubuh dan jiwaku, semua tindakan, pikiran, pilihan, keinginan, perkataan, perbuatan, seluruh hidup dan matiku, Sehingga dengan bantuanmu semua dapat tertata dengan baik sesuai dengan kehendak putra kesayanganmu, Tuhan kami Yesus Kristus.” (penggalan Doa dengan Perantaraan Maria yang ditulis St. Thomas Aquinas)
St. Thomas telah menyadari dan meyakini peran Maria sebagai pengantara rahmat (Mediatrix), jauh sebelum Paus Pius IX pertama kali memakai istilah ini dalam dokumen yang ia terbitkan Ineffabilis Deus. Lalu, dalam ensiklik Rosario pertamanya, Supremi Apostolatus Officio (1883), Paus Leo XIII menyebut Bunda Maria sebagai “penjaga perdamaian kita dan pemberi rahmat surgawi”.
St. Thomas dikenal karena karya raksasanya Summa Theologia, namun, ia juga temasuk yang paling awal mengenalkan pemahaman atau ajaran-ajaran tentang Maria, yang saat ini kita kenal. Dalam penjelasan tentang “Salam Maria”, St. Thomas melihat jejak Maria begitu penuh rahmat sehingga melimpah ke seluruh umat manusia dan cukup bagi keselamatan dunia.
Perjumpaan dengan Maria
St. Thomas dikenal sangat dekat dengan St. Bonaventura, seorang imam Fransiskan dan juga pemikir besar Gereja. Pada 4 November 1265, St. Bonaventura diangkat Paus Clement IV sebagai Uskup Agung York di Inggris Raya. Melihat sahabatnya pergi untuk menjadi uskup, sepertinya St. Thomas tidak ingin mengikuti jejak “sohib”-nya itu. Baginya, tugas menjadi uskup adalah tugas berat, yang ia menyadari sulit untuk ia kerjakan.
Pada posisi ini, St. Thomas lalu berdoa dengan perantaraan Maria. Ia berdoa tiada henti, “curhat” kepada Maria, agar jangan ditunjuk menjadi uskup. Ia ingin melanjutkan tugasnya saat itu, menjadi dosen dan mengembangkan filsafat dan teologi.
“Bunda Maria, jangan biarkan tugas ini datang dalam hidupku, izinkanlah aku untuk tetap menjalankan tugasku saat ini dengan sebaik-baiknya,” demikian doa St. Thomas suatu kali.
Boleh jadi berkat doa ini, semasa hidup St. Thomas, ia tidak pernah ditunjuk untuk menjadi uskup di manapun. Sebaliknya, ia terus mengabdikan hidupnya untuk melahirkan karya-karya besar teologi dan filsafat yang saat ini menjadi dasar-dasar pemikiran Gereja bahkan dunia.
Dalam biografinya tentang St. Thomas, GK Chesterton bahkan menceritakan bagaimana Sang Perawan Terberkati menampakkan diri kepada St. Thomas. Maria memberi Thomas “penghiburan” bahwa ia tidak akan pernah menjadi uskup.
Maria Ratu Surga
Kembali pada doa St. Thomas dengan perantara Maria, ia menggunakan ungkapan – “Ratu Surga.” “Yakinlah, ya Ratu Surga, agar dalam hatiku aku memiliki rasa takut dan cinta yang sama terhadap Putramu yang termanis; Agar aku dapat mengucap syukur atas banyaknya nikmat yang dilimpahkan kepadaku bukan karena jasa-jasaku melainkan karena kebaikan-Nya.”
St. Thomas lagi mendahului penggunaan istilah “Ratu Surga” pada diri Maria. Sebagai Ratu Surga (dan Bumi), Maria menjadi perantara bagi kita kepada Raja baru – Yesus Kristus. Ajaran ini tentu terkait dengan Dogma Maria Diangkat ke Surga baru dinyatakan pada tahun 1950. Namun sejak awal, Gereja selalu mengajarkan bahwa Maria diangkat tubuh dan jiwanya ke surga setelah kehidupan duniawinya selesai.
St Thomas mengajarkan bahwa Perawan Maria yang Terberkati “harus dihormati, diberitakan dan dipuji, dan diingat dalam setiap kebutuhan kita. Baginya, Maria adalah “pengantara segala rahmat”.
“Siapapun yang ingin mendapatkan nikmat dari Tuhan, hendaknya mendekati Maria dengan hati yang paling saleh, karena dia adalah Ratu Kerahiman, yang memiliki segala sesuatu, dia tidak bisa menolak permintaanmu.” (Meditasi St. Thomas Aquinas)
Pertanyaan Gabriel kepada Maria
Pada tahun menjelang wafatnya, St. Thomas sedang merayakan Misa ketika dia mengalami keadaan ekstasi, yang tidak dia sadari selama beberapa waktu. Pengalaman itu menandai akhir mendadak karir menulisnya. Ketika sekretarisnya Reginald memintanya untuk melanjutkan pengerjaan Summa Theologiae yang belum selesai, St. Thomas dengan halus menolaknya.
“Akhir dari pekerjaanku telah tiba. Segala sesuatu yang telah aku tulis nampaknya hanyalah hal sederhana yang diwahyukan kepadaku.”
Pengunduran diri ini adalah saat St. Thomas menunjukkan “kebijaksanaan sejati” dan “kesederhanaan”. Dalam khotbahnya di sebuah paroki kecil di Napoli, St. Thomas diterima oleh jemaat dengan penuh kekaguman.
Satu kali, St. Thomas mengajukan sebuah pertanyaan, “Mengapa Malaikat Gabriel memuliakan Maria?” Suatu kehormatan yang tidak diberikan kepada malaikat mana pun juga kepada manusia lain, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Mengapa dia tidak menganggap perempuan itu hanya seperti Wanita umumnya.
Berhadapan pada pertanyana ini, alasan-alasan yang diajukan St. Thomas sangat brilian. Ia menyampaikannya dengan bahasa yang dapat dipahami dan diapresiasi oleh seorang petani Napoli abad ke-13.
St. Thomas mengatakan, “Yang paling menarik, menurut saya, ada hubungannya dengan kalimat, ‘berbahagialah buah rahimmu’. Maria, seperti yang kita tahu, adalah Hawa yang baru. Sama seperti ibu pertama kita yang mengantarkan kita ke dunia, Bunda Maria yang Terberkati menggendong, membesarkan, dan mengasuh Juruselamat kita. Demikianlah Hawa mencari buah tersebut dan tidak menemukan di sana semua hal yang diinginkannya,” tulis Aquinas.
Inilah alasan mengapa Gabriel memuliakan Maria. Ia adalah “Ibu Tuhan”. Maria yang pertama menggendong Bayi Yesus di dalam pelukannya. Inilah yang kita nantikan dalam masa Adven, menanti kelahiran Sang Juru Selamat dan membiarkan hati kita “menggendong” Bayi Yesus.
Sungguh suatu hal yang luar biasa bahwa setiap orang suci memiliki begitu banyak rahmat sehingga dapat menyelamatkan banyak orang. Namun yang paling menakjubkan dari Maria adalah memiliki begitu banyak hal yang cukup untuk keselamatan seluruh umat manusia.
St Thomas, seperti para Bapa Gereja, melihat banyak tipologi Maria dalam Perjanjian Lama. Tipologi ini menggambarkan Bunda Maria sebagai rekan penebus, perantara dan pembela. Merenungkan teks, Akan muncul sebatang batang dari akar Isai, dan sekuntum bunga akan tumbuh dari akar ini (Yes 11:1). St. Thomas melihat Maria sebagai akar yang memegang batang kasih karunia yang menyelamatkan. (Antonius E. Sugiyanto)