ROMA, Pena Katolik – St Yohanes Paulus II adalah salah satu pendukung terkuat untuk secara resmi merayakan peran Maria sebagai ibu dari semua umat Kristiani. Ia menginginkan Maria disebut sebagai “Bunda Gereja”.
Pada tahun 2018, Paus Fransiskus menetapkan perayaan tahunan pada hari Senin setelah hari raya Pentakosta sebagai “Perayaan Maria Bunda Gereja”. Dekrit ini tersebut menjelaskan bahwa, perayaan ini akan membantu umat untuk mengingat bahwa pertumbuhan dalam kehidupan Kristiani harus berlabuh pada Misteri Salib, pada persembahan Kristus dalam Perjamuan Ekaristi dan pada Bunda Penebus dan Bunda. Sang Perawan yang memberikan persembahannya kepada Tuhan.
Keinginan untuk pengakuan resmi atas gelar Maria ini memiliki banyak pendukung selama bertahun-tahun. Misalnya, St. Yohanes Paulus II menganjurkan gelar ini dalam berbagai kesempatan. Dia pertama kali menyebutkannya dalam ensikliknya Redemptoris Mater, di mana dia mengingat kata-kata St. Paulus VI sehubungan dengan judul ini.
Pada Konsili Vatikan II, Paus Paulus VI dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa Maria adalah Bunda Gereja. Ia adalah Bunda seluruh umat Kristiani, baik umat beriman maupun para gembala. Kemudian, pada tahun 1968, dalam Pengakuan Iman yang dikenal sebagai “Credo Umat Allah”. dia menyatakan kembali kebenaran ini dengan cara yang bahkan lebih kuat. “Kita percaya bahwa Bunda Allah yang Tersuci, Hawa yang baru, Bunda Gereja, menjalankan peran keibuannya di Surga sehubungan dengan anggota Kristus, bekerja sama dalam kelahiran dan perkembangan kehidupan ilahi dalam jiwa orang-orang yang ditebus.”
Paus Yohanes Paulus II kemudian menjelaskan dalam audiensi umum pada tahun 1997. Ia merujuk pada keinginan Paus Paulus VI agar Konsili Vatikan II sendiri memproklamasikan “Maria Bunda Gereja”. Paus Paulus II dalam pidatonya di akhir sesi ketiga Konsili pada 21 November 1964, ia meminta agar selanjutnya Perawan Terberkati dihormati dan dipanggil dengan gelar ini oleh semua orang Kristen.
Secara khusus, St. Yohanes Paulus II sangat menyukai gelar Maria ini karena kemampuannya untuk membentuk Gereja, menginginkan agar Gereja memandang Maria sebagai teladan. Dia menjelaskan ini terlebih dahulu dalam Redemptoris Mater.
Dalam keibuannya yang baru dalam Roh, Maria merangkul setiap orang di Gereja, dan merangkul setiap orang melalui Gereja. Dalam pengertian ini Maria, Bunda Gereja, juga merupakan teladan Gereja. Memang, seperti yang diharapkan dan diminta oleh Paulus VI, Gereja harus menimba dari Perawan Bunda Allah, bentuk yang paling otentik dari peniruan sempurna Kristus.
Umat Kristiani mengangkat mata mereka dengan iman kepada Maria dalam perjalanan ziarah duniawi. Mereka berusaha untuk meningkatkan kekudusan. Maria, Putri Sion yang dimuliakan, membantu semua anaknya, di mana pun mereka berada dan dalam kondisi apa pun, untuk menemukan di dalam Kristus jalan menuju rumah Bapa.
Oleh karena itu, Gereja memandang Maria sebagai teladan kesetiaan tertinggi, tetapi juga teladan keibuan. Cinta Maria untuk semua umat manusia mengarahkan cinta Gereja dan menunjukkan kepada Gereja bagaimana merawat anak-anaknya. Yohanes Paulus II sangat percaya bahwa sebutan Maria ini sangat penting untuk pelayanan Gereja dan akan senang melihatnya ditekankan dalam perayaan liturgi baru setelah Pentakosta.