29.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Bagaimana Roh Kudus Bekerja dalam Pemilihan Seorang Paus? Menengok Kisah Keterpilihan St. Fabian

BERITA LAIN

More
    St. Fabian. IST

    ROMA, Pena Katolik – Manusia boleh berencana, namun Roh Kudus yang menuntun dan menentukan. Ungkapan ini rasanya pas disematkan dalam proses terpilihnya seorang Paus. Pada kasus ini, kisah di balik terpilihnya St. Fabian sebagai Paus pada abad ketiga dapan menggambarkan bagaimana Roh Kudus ini berperan.

    Pada awal tahun 236, Paus Anterus meninggal, setelah masa kepausan yang singkat selama 42 hari. Masa kepausan Anterus dimulai saat ia menggantikan St. Pontian, yang telah dideportasi ke Sardinia. Kandidat untuk menjadi Paus jumlahnya amat sedikit pada akhir tahun 236, jumlah ini berkurang dari tahun sebelumnya.

    Kala itu, menjadi Paus kadang berarti sebuah “jaminan kemartiran”, mengingat masa-masa penganiayaan orang Kristen pada zaman itu. Sehingga, seseorang yang menjadi Paus bahkan harus siap untuk menghadapi konsekuensi terburuk, mati sebagai martir di tangan penguasa Romawi.

    Belum ada Koklaf seperti saat ini, pemilihan seorang Paus bersifat publik pada saat itu. Kardinal electoral pun belum dikenal saat itu. Maka, umat berimanlah yang menentukan siapa Paus yang akan memimpin kawanan kecil umat Kristen.

    Pemilihan seornag Paus dilakukan secara aklamasi yang terkadang menyebabkan pertikaian karena saling bersaing. Hal ini terjadi pada pemilihan Puas tahun 236 itu, yang berlangsung secara berlarut-larut.

    Namun, hal ini tidak menghentikan umat Katolik di Roma untuk melakukan perjalanan ke katakombe, tempat pemungutan suara berlangsung, untuk memastikan bahwa pemilihan ini berlangsung dengan lancara dan sesuai dengan kehendak umat..

    Dipilih oleh seekor merpati

    Saat itu, Fabian adalah seorang anggota bangsawan Romawi, yang memutuskan untuk bergabung dengan kerumunan pemilih pada 10 Januari 236. Sebagai orang awam yang sederhana, ia berharap hanya menjadi “penonton yang tersesat” di tengah kerumunan itu. Saat itu, awalnya ia melihat tidak ada kandidat yang memperoleh mayoritas suara. Di situlah, ia ia hendak pergi diam-diam, ketika seekor merpati masuk melalui ventilasi katakombe.

    Burung yang kebingungan itu, terbang berputar-putar dan beberapa kali menabrak dinding. Saat itu sebagai orang Kristen, orang-orang Romawi sudah lama mempertahankan kepekaan mereka terhadap pertanda.

    Jemaah pun terdiam, semua teringat burung merpati yang melambangkan Roh Kudus, yang turun ke atas kepala Yesus ketika Yohanes membaptisnya di sungai Yordan. Ajaib, burung itu terbang sekitar dua atau tiga kali, lalu mendarat di bahu Fabian.

    “Dia layak,” begitu beberapa orang berseru saat melihat merpati itu hinggap di bahu Fabian.

    Peristiwa itu seakan meratifikasi pemungutan suara tersebut yang “memilih” Fabian sebagai Paus. Keputusan ini memang terasa mustahil dan memaksa Fabian untuk menerima pilihan umat. Secara tergesa, ia ditahbiskan menjadi imam dan uskup, sebagai syarat untuk bisa menjadi Paus.

    Saat itu, taka da seorangpun yang mengenal Fabian dan seperti apa kehidupannya sebelumnya? Yang pasti adalah kisah yang diceritakan oleh Eusebius (seorang sejarawan agama Kristen yang hidup pada akhir abad ke-3 dan awal abad ke-4) itu adalah asli.

    Kisah keterpilihan Fabian ini lalu digambarkan pada lukisan dinding di katakombe yang menunjukkan burung ilahi melayang di atas Fabian dan duduk di singgasana kepausan.

    Administrator yang luar biasa

    Nasib baik Fabian adalah menjadi penerus Santo Petrus yang kesembilan belas pada saat yang relatif damai bagi Gereja. Penganiayaan bermotif politik yang dilakukan oleh Maximinus Thrax telah berakhir. Selama sebagian besar masa kepausan Fabian selama 14 tahun, kaisar-kaisar Romawi tidak terlalu memedulikan agama Kristen, ada urusan lain yang harus diselesaikan.

    Situasi semakin membaik pada tahun 244 dengan naiknya kekuasaan Kaisar Philip, seorang perwira militer dari tempat yang sekarang disebut Arabia. Kaisar baru itu begitu ramah terhadap orang-orang Kristen, sehingga dikira sudah dibaptis meski belakangan anggapan ini salah

    Namun, niat baik kaisar memang nyata. Setelah menjadi Paus, Fabian memainkan peran sebagai penasihat kaisar yang efektif. Tentu saja, Gereja adalah penerima manfaat pertama dari bakat ini.

    Selama menjadi masa kepausannya, Paus Fabian menyusun struktur pelayanan yang disalin dari struktur administrasi sipil. Ia menunjuk tujuh diakon untuk memimpin di tujuh distrik di mana ia membagi keuskupan Roma. Ia juga menyebutkan sub-diakon yang diberi tugas berbahaya, yaitu mengumpulkan dan melestarikan akta para martir.

    Persatuan Umat Kristiani

    Paus Fabian khawatir bahwa kemajuan evangelisasi di Gaul akan mengakibatkan lahirnya komunitas-komunitas sesat. Oleh karena itu, ia memilih tujuh imam dari kalangan klerusnya, dan menahbiskan mereka sebagai uskup misionaris. Orang-orang ini adalah: Saturnin, Denis, Martial, Gatianus, Paul, Trophimus, dan Austromoine. Mereka ditugaskan untuk meletakkan dasar yang kuat bagi keuskupan baru dan melanjutkan pekerjaan Kristenisasi di utara dan barat Romawi.

    Paus Fabian membuktikan dirinya sebagai hakim tertinggi dan penengah perselisihan Gereja. Ia sangat prihatin terhadap persatuan umat Kristen, yang sedang mengalami perpecahan akibat Hippolytus, seorang anti-Paus. Ia menggunakan pengaruhnya di istana kekaisaran untuk membawa kembali jenazah Paus Pontianus, yang meninggal karena kelelahan di pengasingan, dan juga jenazah Hippolytus. Paus Fabian menguburkan mereka berdampingan di katakombe, sebuah isyarat yang kuat untuk menyatukan kembali umat Kristen.

    Sebagai seorang legislator, Paus Fabian memberlakukan hukuman berat terhadap imam yang tidak layak dan memalukan. Ia melarang pernikahan antar kerabat sampai tingkat kelima dan mewajibkan umat beriman untuk mengambil komuni setidaknya pada tiga hari raya besar setiap tahun.

    Ada yang salah

    Naik turun kehidupan Gereja pada masa itu datang silih berganti. Setelah masa tenang, keadaan menjadi lebih buruk pada musim panas tahun 249. Kaisar Philip menjadi korban kudeta militer dan akhirnya dibunuh.

    Kekaisaran Romawi kemudian dipimpin Kaisar Decius, yang adalah seorang konservatif yang yakin bahwa kejahatan yang menggerogoti kekaisaran adalah kesalahan umat Kristen. Ia percaya bahwa mereka sedang memancing murka para dewa terhadap Roma, memecah , dan melemahkan moralnya.

    Tanpa ingin menghancurkan Gereja secara langsung, seperti yang telah dicoba oleh beberapa pendahulunya tetapi gagal, dia ingin menciptakan kembali persatuan nasional. Ia memaksa seluruh penduduk Kekaisaran untuk berkorban kepada Dewi Roma. Dalam benaknya, ini adalah tanda sederhana dari dukungan patriotik dan kesetiaan dalam menghadapi bahaya yang ada, yang dihargai dengan sertifikat kepedulian sipil.

    Langkah penyembahan ini tentu ditolak oleh kalangan orang Kristen. Namun, karena adanya ancaman dari Kaisar Decius, menyebabkan kemurtadan yang dilakukan oleh sejumlah besar imam dan umat beriman.

    Paus Fabian memahami sejak awal, bahwa tunduk pada perintah tersebut berarti mengingkari iman, maka ia menolak melakukannya. Pada tanggal 20 Januari 251, ia dipenggal, suatu tindakan cepat yang tidak seperti biasanya dilakukan Kaisar Decius. (AES)

    RELASI BERITA

    Tinggalkan Pesan

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    - Advertisement -spot_img

    BERITA TERKINI