26.1 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Aktivis Lingkungan Berbasis Agama, Kepercayaan, dan Kearifan Lokal Serukan Pemerintah Serius Atasi Krisis Lingkungan

BERITA LAIN

More
    Pesterta Diskusi Terarah bertajuk “Religious Environmentalism Action (REACT): Identitas Agama dan Aktivisme Lingkungan: Aktor, Strategi, dan Jaringan” yang berlangsung di Hotel Jambuluwuk Thamrin, Jakarta, pada 20-22 Februari 2024. Dok. PPIM

    Di tengah penantian masyarakat terhadap hasil Pemilu 2024, sebanyak 29 aktivis lingkungan berbasis agama, kepercayaan, dan kearifan lokal mendesak pemerintah untuk lebih serius menangani kerusakan lingkungan. Mereka mendorong percepatan upaya pelestarian dan penanggulangan krisis iklim, bukan sekadar retorika.

    Desakan ini disampaikan dalam Diskusi Terarah bertajuk “Religious Environmentalism Action (REACT): Identitas Agama dan Aktivisme Lingkungan: Aktor, Strategi, dan Jaringan” yang berlangsung di Hotel Jambuluwuk Thamrin, Jakarta, pada 20-22 Februari 2024.

    Diskusi yang diinisiasi oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta, bersama Kedutaan Besar Belanda ini merupakan bagian dari proyek REACT yang bertujuan memperkuat aksi lingkungan hidup di Indonesia.

    Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, Didin Syafruddin, menegaskan bahwa solusi krisis lingkungan hidup tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah dan politisi. “Sudah mulai tumbuh gerakan lingkungan berbasis keagamaan. Ketika agama dibawa-bawa, artinya ada hal yang urgent yang perlu ditangani bersama,” tuturnya.

    Koordinator Riset REACT, Testriono, menjelaskan bahwa diskusi ini bertujuan untuk mempelajari aktivisme lingkungan berbasis agama, kepercayaan, dan kearifan lokal serta membangun jaringan antar aktor-aktor tersebut.

    “Kami ingin menggali informasi terkait aktivisme lingkungan dan identitas agama langsung dari para aktivis,” katanya.

    Diskusi ini menekankan pentingnya aktivisme lingkungan berbasis agama, kepercayaan, dan kearifan lokal dalam mengatasi krisis lingkungan. Salah satu peserta diskusi, perwakilan dari Green Faith Indonesia, Ita Rosita, menegaskan bahwa upaya melestarikan lingkungan betapapun sulit perlu terus diupayakan. Penggalangan kekuatan serta pengarusutamaan isu ini juga jadi tanggung jawab tokoh agama.

    “Tidak boleh putus asa. Kelompok agama adalah kelompok terbesar untuk perubahan,” jelasnya.

    Sementara itu, perwakilan Kedutaan Besar Belanda, Edwin Arifin, mengungkapkan, kegiatan ini bertujuan membangun jejaring dalam menggerakan umat beragama untuk melakukan aksi nyata dalam menjaga kelestarian lingkungan.

    “Kami senang dengan komitmen komunitas agama di Indonesia yang memang sudah lama terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan,” katanya.

    Dewan Penasehat PPIM UIN Jakarta Ismatu Ropi, menambahkan, PPIM UIN Jakarta sangat berharap kerjasama yang lebih solid di antara beberapa lembaga, dan peningkatan pertemuan secara berkala untuk meningkatkan pemahaman untuk upaya bersama ini.

    Koordinator Proyek REACT Saiful Umam berharap rekomendasi diskusi ini dapat ditindaklanjuti untuk mengarusutamakan isu lingkungan dalam diskursus agama.

    Diskusi terarah ini menghasilkan seruan bersama dari para aktivis, yang meliputi:
    * Komitmen Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup
    * Pencegahan terhadap Kejahatan Lingkungan, dan Penegakan Hukum
    * Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana
    * Revitalisasi Nilai-Nilai Keagamaan, Kepercayaan dan Kearifan Lokal
    * Kerja sama Pemerintah dan Masyarakat

    Aktivis lingkungan berbasis agama, kepercayaan, dan kearifan lokal, meyakini bahwa komitmen ini tidak hanya menjadi fondasi, tetapi juga pendorong kuat untuk mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan dan seimbang di Indonesia. (AES)

    RELASI BERITA

    Tinggalkan Pesan

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    - Advertisement -spot_img

    BERITA TERKINI