Sabtu, Juli 27, 2024
26.1 C
Jakarta

Setidaknya 200 Gereja Disegel atau Ditolak antara 2007 sampai 2021

JAKARTA, Pena Katolik – Selama 12 tahun terakhir, antara 2007 sampai 2021, setidaknya ada 200 gereja disegel dan ditolak oleh masyarakat. Data ini diperoleh Setara Institute.

Dalam data ini, Setara Institute mensinyalir, bahwa jika regulasi mengenai pendirian rumah ibadah tidak direvisi, peristiwa seperti itu akan terus berulang.

Kasus penolakan gereja itu misalnya penolakan terhadap Jemaat Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Efata di Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Kejadian ini terjadi tahun 2019. Pada ibadat hari minggu, mereka menyanyikan lagu berjudul ‘Jangan Pernah Menyerah’ sebelum mendengarkan khotbah, hari Minggu 25 Agustus 2019.

Saat itu, pendeta sudah siap berkhotbah mengenai kasih, saat sejumlah anggota Satuan Kepolisian Pamong Praja Kabupaten Indragiri Hilir datang dan meminta ibadah dihentikan.

“Kami terkejut. Kami tidak menduga (akan dibubarkan),” ujar Serti Pandiangan, istri Pendeta Damiana Sinaga.

Kejadian itu bahkan terlihat dalam video yang beredar luas di media sosial. Sambil menangis ia bersujud meminta para petugas untuk mengizinkan jemaat beribadah. Upayanya tidak berhasil.

“Saya mohon karena kami lagi suasana ibadah. Tolonglah biarkan kami selesai ibadah, nanti kita bicara. Tapi bapak itu memaksa harus diselesaikan ibadah,” katanya.

Dalam video itu terdengar umat yang berteriak “Tolong kami Jokowi, tolong kami”. Adu mulut berakhir. Namun, Pendeta Damiana Sinaga dibawa ke kantor kepala desa. “Hancurlah hati,” kata Serti.

Gereja GPDI Efata sebenarnya sudah beroperasi sejak 2014, namun baru di tahun 2019 kegiatan gereja GPDI Efata ditentang masyarakat sekitar. Sebelumnya, sebanyak 118 warga menandatangani pernyataan tidak setuju dengan keberadaan gereja.

Awal Agustus 2019, gereja itu ditutup dengan dalih melanggar Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 dan No. 9 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah.

Satu di Antara Banyak

GPdI Efata hanyalah satu dari sejumlah gereja yang menghadapi hal serupa. Sebelumnya, di tahun 2019, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) GPdI Immanuel Sedayu di Bantul, Yogyakarta juga dicabut.

Kejadian semacam ini seakan berulang setiap tahun. Data Setara Institute menunjukkan sejak tahun 2007 hingga 2018 saja, terdapat 199 kasus gangguan beribadah pada umat Kristiani. Ada beragam gangguan diterima jemaat, antara lain mencakup penyegelan gereja hingga intimidasi masyarakat.

Gangguan ini kerap terjadi sejak diberlakukannya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 dan No. 9 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah. Sejak diberlakukan, regulasi ini memang banyak masalah. Pendirian rumah ibadat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:

  • Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat dari paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat
  • Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa.
  • Permohonan pendirian rumah ibadat harus diajukan kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat.

Persetujuan masyarakat dan IMB ini, kata Halili, sering menjadi alasan penyegelan. Masyarakat yang menolak selalu berdalih dengan aturan ini. Padahal seharusnya, hak konstitusional warga Indonesia mengatasi syarat-syarat administratif itu. Peraturan Bersama Menteri itu ternyata menyediakan ruang bagi terjadinya ketegangan dalam relasi mayoritas dan minoritas. Hal ini kontras dengan situasi di mana dalam kenyataannya, banyak juga musala yang tidak memiliki IMB tapi tidak dipersoalkan masyarakat.

Tiada Henti

Kejadian penolakan pada pembangunan gereja seolah tiada henti. Masih lekat dalam ingatan, protes atas disegelnya GKI Yasmin pada 11 Maret 2012. Saat itu, umat meminta Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono untuk membiarkan mereka beribadah di sekitar Istana Bogor.

Tidak hanya berdampak pada umat Kristiani, saat mereka menjadi umat minoritas di suatu wilayah. Contohnya, sebuah masjid di Kecamatan Mapanget, Manado, wilayah dengan mayoritas Kristen. Bangunan ini tak kunjung mendapat IMB. Pemerintah diharapkan segera mengubah peraturan itu, apabila tidak menginginkan peristiwa semacam itu akan terus berulang.

Komentar

  1. Hai saya michael pati anak dari paul pati, mau tanya kebetulan saya kontributor pena katolik di manado dan kotamobagu ? Gimana cara saya bisa kirim berita ke pena katolik? Harus hubungi siapa?

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini