WONOGIRI, Pena Katolik – Masih ingat Dewi Praswida yang nama lengkapnya Dewi Kartika Maharani Praswida? Dia bukan selebriti ataupun artis apa;agi pejabat. Meski demikian, pada Juni 2019, fotonya sangat viral di dunia maya Indonesia. Dialah wanita berjilbab yang fotonya bersalaman dengan Paus Fransiskus, Kepala Negara Vatikan dan sekaligus Kepala Gereja Katolik Se-Dunia. Foto itu sangat istimewa karena tidak setiap orang memiliki momentum yang sangat berharga itu, sekalipun mengundang pro dan kontra.
Kabar terbarunya adalah, Dewi resmi telah melepas masa lajangnya. Momen Bahagia itu terjadi di Votel Green Resort, Pracimantoro, Wonogiri, Sabtu (02/09/2023). Pria yang beruntung mempersuntingnya adalah Novy Eko Permono, Guru Agama Islam SMK N 2 Wonogiri. Dan, bunga papan ucapan selamat perkawinan datang dari Vatikan yang dikirim oleh “bapa rohaninya“. Karena hubungan yang khusus, Padre Marco Solo SVD, satu-satunya pejabat Vatikan yang berasal dari Indonesia, mengirimkan bunga ucapan selamat. Padre Marco Solo SVD bertugas di Kantor Dikasteri (Kementerian) Hubungan Dialog Antaragama di Vatikan.
Selain handai tolan dari kedua keluarga, hadir dalam resepsi pernikahan Dewi-Novy, selain para sahabat dan teman kedua mempelai, juga orang-orang lintas iman yang mengenal Dewi secara personal. Tampak di antaranya Romo Agus Widodo Pr, Fr Merry Christian Putra Pr, Gora Kunjana pengurus PWKI (Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia) dan Taprof Lemhannas RI AM Putut Prabantoro. Semua terkaget-kaget karena, tidak seperti biasanya, Dewi dan Novy menggunakan pakaian adat Jawa lengkap.
Dewi dikenal di Vatikan karena dia adalah penerima beasiswa dari Yayasan Nostra Aetate. Dan dari situlah hubungan dengan Padre Marco Solo SVD terjalin. Melalui Whatsapp, Padre Marco Solo mengirimkan pesannya.
“Sebagai seorang yang pernah hadir di dalam perjalanan hidup Mbak Dewi, sebagai Guru dan Pendamping, yangi turut memberikan andil di dalam petualangan pemikiran, pemahaman keagamaan dan falsafah hidup, dan saya tahu, Mbak Dewi selalu berterima kasih untuk pengalaman ini, saya merasa masih terlibat di dalam hidupnya, sekalipun jarak yang jauh. Ibunya masih selalu mengatakan, kalau Mbak Dewi juga adalah anak saya. Maksudnya anak dalam artian luas. Relasi yang baik dengan Mbak Dewi membawa saya kepada perkenalan dan relasi yang baik juga dengan keluarganya. Inilah persahabatan lintas agama yang sudah mencapai kedalaman tertentu,” tulis Padre Marco.
Isi pesannya berlanjut, “Yang dominan di sana adalah rasa dan semangat keIndonesiaan dengan nilai-nilai budaya kita yang indah dan mendekatkan satu sama lain, yang tentu saja juga dinspirasi oleh nilai-nilai keagamaan yang menentramkan, mendekatkan dan mempersatukan. Mbak Dewi sangat menekankan nilai-nilai kemanusiaan, di dalamnya ada budaya, dan selanjutnya nilai-nilai keagamaan. Penempatan nilai-nilai kehidupan seperti ini membuatnya mudah diterima di berbagai kalangan dan menjadi pribadi yang simpatik,” tutur Padre Marco.
Menanggapi video momen pernikahan Dewi-Novy, Padre Marco pun berkomentar. “Saya melihat ritual perkawinan Mbak Dewi dan Mas Novy yang kental dikemas dalam budaya Jawa. Inilah kehebatan Mbak Dewi. Beliau melihat dirinya pertama dan utama sebagai orang Jawa dan mencintai budaya aslinya hingga menempatkan itu juga di dalam momentum paling penting di dalam hidupnya. Semangat kejawaan dan nasionalisme ini adalah sebuah contoh yang sangat bagus untuk semua orang. Nilai-nilai inilah yang telah mempersatukan dan membesarkan Indonesia,” tukas Padre Marco.
“Di hari bahagia ini Mbak Dewi dan Mas Novy telah memberikan sebuah pesan yang kuat bagi kita semua untuk kembali mencintai dan merangkul budaya bangsa kita hingga, karena budaya kita itu asli. Di dalam keaslian ini kita tumbuh, berkembang, menjadi bangsa yang mencerminkan keindahan sekalipun hidup di dalam banyak perbedaan,” terang Padre Marco.
“Semoga Mbak Dewi dan Mas Novy selalu bahagia dan diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Murah. Selamat memasuki kehidupan rumah tangga,” pungkas Padre Marco menutup pesan WA-nya.
INDONESIA BUTUH DEWI
Romo Agus Widodo Pr, dari Keuskupan Agung Semarang, mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan banyak anak muda seperti Dewi. Perkenalan dengan Dewi terjadi ketiaka sama-sama kuliah di Roma. Dewi kuliah beasiswa dari Dewan Kepausan Vatikan, sementara Rm Agus tengah studi doktoral (S3) di Roma. Keduanya bertemu dalam suatu acara yang digelar KBRI pada tahun 2019.
“Mbak Dewi adalah anak muda yang mempunyai concern untuk berjejaring, untuk membangun persaudaraan lintas iman. Dia seorang perempuan yang masih sangat muda dengan pandangan pluralitas,” tutur Rm Agus Widodo.
Agus Widodo yang juga dosen di Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma dan Fakultas Teologi Kepausan Weda Bhakti mengagumi foto Dewi saat bersalaman dengan Paus menjadi viral. Ada sekian banyak yang memuji tetapi tak sedikit juga yang menghujat.
“Ya itulah cerminan masyarakat kita. Tapi saya lihat Mbak Dewi tidak gentar dengan hujatan-hujatan tersebut. Pemuda-pemudi seperti inilah yang menjadi harapan kita semua. Saya juga menginginkan mahasiswa-mahasiswa banyak berjejaring dengan kaum muda lintas iman,” tandas Romo yang saat ini menjadi staf Seminari Tinggi St Paulus Kentungan.
Pada kesempatan yang sama, Fr Merry Christian Putra Pr juga mengakui kiprah Dewi Praswida dalam kegiatan lintas iman. Frater Tian –demikian frater yang tengah studi S2 ini akrab disapa—pernah berada dalam satu forum seminar atau workshop di Semarang, berkenaan dengan toleransi dengan Dewi Praswida.
“Dia ngomong soal toleransi dalam perspektif Islam, saya dalam perspektif Katolik. Mbak Dewi bicara ajaran dalam hadits dan Al Quran seperti apa itu toleransi, saya omong dogma ajaran gereja, dan injil seperti apa,” ucap Frater Tian.
Dalam forum untuk orang muda Katolik tersebut, Dewi dan Frater Tian satu sama lain saling memahami dan melengkapi. “Bagaimana pun Mbak Dewi pernah di Roma bertemu dengan Rm Agus dan bertemu Bapa Paus segala saya rasa pandangannya begitu luas. Sehingga ketika saya omong soal iman katolik dia juga memahami,” katanya.
“Misalnya saat saya bilang toleransi dalam ajaran Katolik saya paparkan soal Nostra Aetate, dia bisa merespon untuk melengkapi. Jadi benar dalam hal ini kami seperti sahabat dalam kemanusiaan,” tandasnya.
Rm Agus mengharapkan apa yang sudah baik untuk membangun persaudaraan terus dijalankan orang-orang seperti Dewi.
Ia juga mengingatkan tentang apa yang telah dibuat Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar Syekh Ahmed Al-Tayyeb untuk dunia yang kemudian diwujudkan dalam bentuk Dokumen Abudhabi. Dokumen itu untuk membangun human fraternity atau persaudaraan sejati, dan Indonesia membutuhkan figure seperti Dewi. Hubungan lintas agama oleh penganutnya diwujudkan dalam persaudaraan untuk perdamaian.
“Secara psikis tampak jelas sekali ketika Mbak Dewi menanggapi ajaran gereja Katolik dia menanggapinya dari sudut pandang agamanya (Islam) jadi tidak meleburkan ajaran agamanya. Begitu juga simbolik lainnya ketika dia berjumpa dengan Paus Fransiskus dia tampil tetap sebagai seorang muslimah ya dengan jilbab. Semoga apa yang ada di dalam diri Mbak Dewi ini bisa menular atau ditularkan kepada generasi muda sekarang, mengingat generasi muda sekarang merupakan generasi yang mudah terpengaruh. Nah, kalau yang memberi pengaruh itu adalah yang baik seperti Mbak Dewi ya tentunya akan banyak orang muda yang baik, tidak fanatik banget,” tandas Rm Agus.
Sementara Deni Iskandar dari Pandeglang, yunior penerima beasiswa Nostra Aetate, mengucapkan selamat atas pernikahan seniornya itu. Deni mengatakan bahwa Dewi masuk dalam tahapan berikut dalam kehidupannya. Dan dari pernikahan tersebut akan lahir generasi baru pecinta persaudaraan dan perdamaian lintas agama.
„Pernikahan Mbak Dewi dan Mas Novy bukanlah pernikahan yang biasa. Ini pernikahan yang istimewa dan berharap tahun depan, lahir generasi baru yang mencintai persaudaraan lintas agama dan perdamaian. Selamat untuk Mbak Dewi dan Mas Novy,“ ujar Deni.