JAKARTA, Pena Katolik – Beberapa sekolah Katolik dikenal juga dengan sebutan kolese. Misalnya saja, Kolese Kanisius Jakarta, Kolese Loyola Semarang, dan Kolese De Britto Yogyakarta. Lalu, apa sebenarnya arti sebutan “kolese” ini.
Telusuran sejarah pendidikan Katolik di Indonesia memberi informasi mengenai “kolese”. Secara umum dipahami, sekolah kolese adalah sekolah dengan model konsep pendidikan berasrama.
“Kolese” berasal dari kata “collegium” (latin). Kata “collegium” yang artinya “bersama”. Secara harafiah, “kolese” dalam khazanah pendidikan adalah tempat belajar bersama atau sekolah bersama.
Pada sekolah berasrama setingkat sekolah menengah atas maupun kejuruan Katolik, selalu ada ciri khas pendidikan karakter dan pendidikan humanisme. Pendidikan karakter Katolik juga meliputi pendidikan kepemimpinan yang melayani. Pendidikan karakter Katolik pun meliputi pendidikan kepemimpinan yang peduli kepada orang miskin.
Salah satu pendukung kolese adalah Santo Ignatius Loyola. Igantius lahir 23 Oktober 1491. Ia adalah pendiri ordo Serikat Jesus, sering disingkat SJ. Di Indonesia, Serikat Yesus dikenal karena kiprahnya dalam pastoral pendidikan. Salah satu yang dikenal adalah Sekolah Guru di Muntilan yang didirikan Romo J. van Lith SJ. Sekolah ini menjelma sebagai pencipta kader pendidikan yang berjasa pada masa awal perjuangan kemerdekaan. Salah satu yang terkenal adalah Frans Seda yang menjadi salah satu lulusan sekolah ini.
Saat ini, Serikat Yesus mengelola beberapa sekolah yang mereka sebut juga Kolese. Sekolah ini adalah Kolese SMA Seminari Santo Petrus Kanisius, Magelang; Kolese SMA Loyola, Semarang; Kolese SMA De Britto, Yogyakarta; Kolese SMA Kanisius, Jakarta; Kolese SMA Gonzaga, Jakarta; Kolese SMK Mikael, Solo; Kolese SMK Pendidikan Industri Kayu Atas (PIKA) Semarang; dan Kolese SMA Le Cocq d’Armandville di Nabire, Provinsi Papua Tengah. Sekolah-sekolah ini dikenal sebagai salah satu sekolah terbaik di kota masing-masing.