Home RENUNGAN Memaknai Peristiwa Kecil dalam Kehidupan

Memaknai Peristiwa Kecil dalam Kehidupan

0
Misa Orang Kudus Sancta Clara 11 Agustus 2022
Bersama: RD Hubert Hady Setiawan

Pena Katolik, Santa Clara- Tepat pada 11 Agustus 2022, Societas Sancta Clara telah mengadakan perayaan misa syukur perayaan Hari Orang Kudus Santa Clara bersama Opa-Oma yang dipimpin oleh RD Hubert Hady Setiawan. Dalam perayaan misa tersebut RD Hubert Hady Setiawan mengajak seluruh umat yang hadir untuk mendoakan intensi-intensi pribadi, wujud doa bagi kesehatan, keselamatan, kebahagian, kesucian jiwa dan mendoakan Opa-Oma, komunitas Societas Sancta Clara bersama Yayasan Tangan Kasih Mulia.

Dalam sambutan pembuka misa, RD Hubert Hady Setiawan mengungkapkan bahwa Santa Clara adalah seorang santa yang luar biasa. Kehadiran Santa Clara ditunggu oleh keluarga besarnya, kecantikannya membahana hingga ke desa-desa, juga kecerdasannya. Santa Clara dalam pergaulan kesehariannya juga mengenal Santo Fransiskus Assisi yang kebetulan bertemu dengan pemuda itu (Santo Fransiskus Asissi).

Menurut RD Hubert Hady Setiawan, mungkin awalnya Santa Clara menghindari Santo Fransiskus Asissi. Karena Fransiskus dikenal agak nakal dan suka menggangu gadis-gadis yang cantik. Namun setelah beberapa saat mereka berpisah, sempat Santo Fransiskus di penjara Perugia dan berubah menjadi pribadi yang saleh. Mengagumkan karena ‘pergoncangannya’ luar biasa, dari kenakalan menjadi kebajikan dan pandai berkotbah.

“Dan yang paling mengagumkan bagi Santa Clara adalah bagaimana anak orang kaya ini (Santo Fransiskus) hidup dari mengemis dan ingin memerdekakan semuanya,” kata RD Hubert Hady Setiawan.

Siapa yang pernah masuk penjara?

Memulai homilinya RD Hubert Hady Setiawan bertanya kepada sejumlah Oma-Opa dan Suster yang hadir dalam misa, demikian bunyinya; “Saudara-saudari yang terkasih, siapa yang pernah masuk penjara?” tanya Pastor.   

Dari rekaman video, sontak semua umat binggung dan sempat bertanya ulang. Namun ditegaskan kembali oleh RD Hubert Hady Setiawan dengan bertanya; “siapa yang pernah masuk penjara, baik itu pelayanan kah, atau kunjungan yang penting pernah masuk ke dalam penjara,” ulang RD Hubert Hady Setiawan sembari senyum-senyum sambil menatap Oma-Opa.

Kemudian RD Hubert Hady Setiawan dengan nada lembut bertanya lagi dengan Suster: “Suster, apa bedanya tinggal di penjara dengan di biara?” tanyanya lagi.

Kemudian suster lansia itupun menjawab dengan semangatnya dan tampak berapi-api dengan bahasa yang santun: “jadi kalau di penjara hanya berkunjung, ada rasa iba dan berdoa, tapi kalau di biara senang sekali, bahagia,” jawab suster lansia itu.

“Hmmm, (dengan nada dalam dan memahami), siapa yang mau ikut ke biara? Nanti bungkus-bungkus pakaian dan masih punya kesempatan, ” jawab Pastor dan tanya balik kepada umat?

Dalam pemerenungannya RD Hubert Hady Setiawan menyampaikan kepada umat sekalian. Bahwa seseorang yang pernah dipenjara dan keluar kemudian mendirikan biara itulah Fransiskus Asissi. Bapa Fransiskus Asissi tahu persis apa bedanya penjara dan biara.

Coba sekarang kita tanya Pak Andre; “Pak Andre, apasih bedanya penjara dengan rumah bapak?. Bagaimana bangunan dalam penjara?” tanya RD Hubert Hady Setiawan.

Pak Andre: “Sama-sama ada terbatas. Di Penjara dia dibatasi oleh aturan yang ada disana, situasi yang ada disana, dan bahkan ada orang-orang yang hanya melihat dari kejauhan, bahkan merasakan sinar matahari saja jarang. Dia hanya bisa melihat tetapi tidak bisa berjemur. Berjemur itu kemewahan. Sedangkan di biara terbatas juga tetapi atas kehendak diri dalam kebebasan, berbeda sekali begitu Romo,” katanya sambil memperagakan apa yang dibicarakan.

Kemudian RD Hubert Hady Setiawan melanjutkan renungannya dengan mengambil contoh di Indonesia saat ini sedang ramai diperbincangkan tentang topik Ferdy Sambo. Selama 24 jam pemberitaan nonstop tentang pemberitaannya di media massa. Menurut RD Hubert Hady Setiawan, sampai saat ini sebetulnya masyarakat tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya.

“Kita orang luar hanya bisa ‘mereka-rekakan’ bahkan menghakimi. Dan sebenarnya kita tidak pernah tahu,” katanya.

“Begitu juga kehidupan kita,” lanjut Pastor,  “yang tahu kehidupan kita hanya diri kita sendiri. Orang lain hanya bisa melihat dengan kaca mata dan ukuran mereka saja. Namun semuanya bukan tergantung dengan kata orang.”

Perubahan hidup dalam pemaknaan rohani

Santo Fransiskus yang latar belakangnya adalah orang yang nakal. Dia adalah seniman dan suka dengan gadis yang cantik-cantik, dan tentunya Santa Clara melihat itu bukanlah sebuah idola atau sebagainya. Santo Fransiskus terkenal dengan gonta-ganti pacar, mabok-mabokan, berfoya-foya. Dia berubah bersama dengan pengalaman rohaninya,  karena Tuhan ada dalam dirinya.

Meranjak remaja Dia ingin menjadi Serdadu, kenapa?- tanya RD Hubert Hady Setiawan kemudian.

Karena seorang serdadu bisa merubah hidupnya, ya seperti Ferdy Sambo-lah kira-kira. Bisa menguasai ini dan ini ditambah lagi banyak orang yang melirik karena seragamnya penuh dengan bintang-bintang. Dan pada waktu itu ada peperangan 1202 (November) Pecah perang antara Perugia dan Assisi. Fransiskus yang bertempur di pihak Assisi menjadi tawanan perang di penjara Perugia. Dimana-mana penjara tetap sama, bahkan ada yang lebih sadis. Namun karena pengalamannya dan pertemuannya dengan Tuhan secara spiritual, membuat ia terbebas dari belenggu dunia.

Hal yang kecil, mulai Santo Fransiskus dilakukan namun bukan berarti hal kecil itu tidak bermakna. Menutup homilinya RD Hubert Hady Setiawan berharap semoga di masa lansia ini Oma-Opa selalu diberkahi dan diberikan kebahagiaan dalam hidup sebagaimana memaknai hidup dari hal yang kecil.

Kisah Santa Clara (Klara)

Klara dilahirkan sekitar tahun 1193 di Assisi, Italia. Ia hidup pada jaman St. Fransiskus dari Assisi. Klara menjadi pendiri suatu ordo religius para biarawati yang disebut “Ordo Santa Klara (Klaris), OSCl” Ketika Klara berusia delapan belas tahun, ia mendengarkan khotbah St. Fransiskus. Hatinya berkobar dengan suatu hasrat yang kuat untuk meneladaninya. Ia juga ingin hidup miskin serta rendah hati demi Yesus. Jadi suatu malam, ia melarikan diri dari rumahnya.

Di sebuah kapel kecil di luar kota Assisi, Klara mempersembahkan dirinya kepada Tuhan. St. Fransiskus menggunting rambutnya dan memberinya sehelai jubah coklat kasar untuk dikenakannya. Untuk sementara waktu, Klara tinggal bersama para biarawati Benediktin hingga biarawati lainnya bergabung dengannya. Orangtua Klara mengupayakan segala usaha untuk membawanya pulang ke rumah, tetapi Klara tidak mau kembali. Tak lama kemudian Agnes, adiknya yang berusia lima belas tahun, bergabung dengannya. Para gadis yang lain pun ingin pula menjadi pengantin Kristus. Jadi, sebentar saja sudah terbentuklah suatu komunitas religius kecil.

St.Klara dan para biarawatinya menjalani pola hidup asketis yang ketat. Mereka tidak mengenakan sepatu, tidak pernah makan daging, tinggal di sebuah rumah sederhana dan hidup dalam keheningan dan tidak berbicara hampir sepanjang waktu. Namun demikian, para biarawati itu amat bahagia karena mereka merasa Yesus dekat dengan mereka.

Suatu ketika sepasukan tentara yang beringas datang untuk menyerang Kota Assisi. Mereka telah merencanakan untuk menyerang biara terlebih dahulu. Meskipun sedang sakit parah, St. Klara minta untuk dibopong ke altar. Ia menempatkan Sakramen Mahakudus di tempat di mana para prajurit dapat melihat-Nya. Kemudian Klara berlutut serta memohon kepada Tuhan untuk menyelamatkan para biarawati. “Ya Tuhan, sudilah melindungi para biarawati yang saat ini tidak dapat aku lindungi,” doanya. Suatu suara dari hatinya terdengar berbicara: “Aku akan selalu menempatkan mereka dalam perlindungan-Ku.” Bersamaan dengan itu, suatu kegentaran hebat meliputi para prajurit dan mereka segera lari pontang-panting.

St. Klara menjadi priorin (=pemimpin) di biaranya selama empatpuluh tahun. Duapuluh sembilan tahun dari masa itu dilewatkannya dengan menderita sakit. Meskipun demikian, St. Klara mengatakan bahwa ia penuh sukacita sebab ia melayani Tuhan. Sebagian orang khawatir para biarawati tersebut menderita sebab mereka teramat miskin. “Kata mereka kita ini terlalu miskin, tetapi dapatkah suatu hati yang memiliki Allah yang Mahakuasa sungguh-sungguh miskin?”

St. Klara wafat pada tanggal 11 Agustus 1253. Hanya dua tahun kemudian ia dinyatakan kudus oleh Paus Alexander IV.

By. Samuel – Pena Katolik

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version