Petani dan Istrinya

0
1216

DI sebuah desa, hiduplah seorang petani bersama dengan istrinya. Ketika panen tiba, sang istri membantunya untuk menggiling padi, lalu menimbangnya untuk dijual di pasar. Suatu hari, ia menawarkan berasnya pada penjual gula. Penjual gula itu pun berkata: “Wah… Pak, sayang sekali persediaan beras saya masih banyak. Jadi, klo bisa bolehkah saya membeli 1 kilo saja supaya saya bisa mencobanya dulu.”

Pak Tani itu menjawab: “Tentu saja boleh, Pak!” kata pak Tani itu sembari tersenyum. Kemudian, ia berkata: “Oh ya, juragan, bolehkah saya membeli gula pasirnya 1 kilo?”

“Baik…sebentar.” penjual gula itu lalu memberikan 1 bks gula pasir kepada petani itu.

Sesuai janji, keesokan harinya, petani itu mengantarkan beras pesanan si penjual gula di pasar.

Setelah menerima uang pembayarannya, petani itu pun pamit. Namun baru beberapa langkah, si penjual gula itu berteriak memanggilnya.

“Ada apa, gan?” tanya pak Tani

“Ini lihat…bapak curang, timbangan beras bapak tidak sampai 1 kg.” kata penjual gula itu gusar sambil menunjuk timbangannya.

Petani itu pun menjadi terkejut, lalu berkata: “Maaf, gan…bandul timbangan saya yang berukuran 1 kg hilang. Entah istri saya lupa menyimpannya dimana.

Jadi, istri saya menggunakan gula pasir 1 kg yang saya beli dari juragan kemarin sebagai patokannya.”

Penjual gula itu pun terdiam dan tak dapat berkata apa apa lagi.

Renungan

Sahabat terkasih, ada pepatah Jawa yang berkata: ‘ojo nyokot nek ora gelem dicokot’, yang artinya ‘jangan menggigit jika tidak ingin digigit. Kiranya, makna atau pesan dari pepatah inilah yang juga dapat kita petik dari kisah diatas. Dalam hidup, selalu ada konsekuensi dari apa yang telah kita lakukan. Entah cepat atau lambat, kita pasti akan merasakan akibatnya.

Itulah sebabnya, di dalam Matius 7:12, Tuhan Yesus bersabda: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.” Demikian pula, seperti sabda Yesus di dalam bacaan Injil hari ini (Lukas 6: 36 -38): “Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”

Dan, syukur pada Allah, sebab jika manusia membalas sesamanya berdasarkan apa yang mereka lalukan, tetapi tidaklah demikian dengan Allah Bapa kita di Surga. Ia tidak pernah membalas kita setimpal dengan perbuatan kita. Bahkan seperti juga dikatakan-Nya: “suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu.”

Yang berarti, Allah itu sangat murah hati, sehingga ukuran (bandul timbangan) yang digunakan untuk memberkati dan mengampuni kita itu pasti melebihi ukuran yang semestinya. Dengan kata lain, jika Ia menggunakan 1 sendok tepung sebagai takaran, maka 1 sendok itu akan dipadatkan dan penuh (muncung) dengan tepung bahkan tepung itu pun tumpah karena sudah berlebihan.

Semoga, masa Prapaskah yang sedang kita jalani saat ini dapat menginspirasi bahwa Allah kita adalah Allah yang begitu murah hati. Sehingga harapannya, kita pun bisa menjadi pribadi yang mampu mengampuni dan mengasihi lebih banyak daripada kasih dan pengampunan yang kita terima dari orang lain. Sebab, hal ini seperti undangan-Nya hari ini: “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”

Frater Agustinus Hermawan, OP

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here