PALU, Pena Katolik – Tiga tahun berlalu sejak tragedi bencana gempa bumi, tsunami dan likuefaksi di Sulawesi Tengah, terlebih khusus di wilayah Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala pada 28 September 2018. Sejak masa tanggap darurat, Gereja Katolik hadir secara nyata melalui Caritas Indonesia (KARINA) dan Caritas PSE Manado.
Setelah situasi tanggap darurat berakhir, bantuan yang diberikan Caritas berupa pembangunan rumah hunian dan jamban, serta bantuan livelihood. Pengalaman dalam mengimplementasikan program hunian ini akhirnya menjadi proses pembelajaran yang sangat berarti bagi Caritas Indonesia. Banyak hal penting yang bisa menjadi pelajaran bagi keuskupan-keuskupan di Indonesia, terutama tentang apa yang harus dilakukan sebelum terjadi keadaan darurat.
Learning Event Proyek Emergency Appeal (EA) Palu dan Pertemuan Tahunan Jaringan Nasional Caritas Indonesia diselenggarakan pada 26 – 30 Oktober 2021, Palu, Sulawesi Tengah. Kegiatan ini dibuka dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Uskup Manado Mgr. Benedictus Estephanus Rolly Untu, MSC didampingi oleh Direktur Eksekutif Yayasan Caritas Indonesia Pastor Fredy Rante Taruk dan Direktur Caritas PSE Manado Pastor I. Wayan Sugiarta.
Dalam homilinya, Mgr. Rolly mencoba merefleksikan bacaan Injil Selasa, 26 Oktober 2021 dari Injil Lukas 13:18 – 21. Biji itu tumbuh dan menjadi pohon. “Ini mengingatkan kita dengan gerakan Caritas yang bermula dari kepedulian. Mulai dari gerakan sederhana yang melibatkan komunitas-komunitas beriman. Namun demikian mempunyai daya dan kekuatan yang kreatif, dan akhirnya membuat pemberharuan sepertu yang tadi kita sudah dengarkan dalam bacaan Injil. Pelayanan yang dilakukan oleh Caritas kembali bersumber pada Yesus. Semasa hidup-Nya, Ia memulai pergi ke daerah-daerah yang kecil, hadir di tengah masyarakat yang tersingkir dan tidak terpandang, begitupun Ia memilih para rasulnya, bahkan Ia menderita untuk itu hingga mati di Salib.”
“Pada pertemuan beberapa hari ini, kita tentu melihat kembali sebagai komunitas beriman, kita adalah Gereja umat Allah yang datang untuk melayani. Melayani itu bagaikan benih yang ditaburkan di dalam hati kita, bagaikan ragi yang memperngaruhi adonannya. Selanjutnya, kita akan mendengarkan cerita-cerita dan melihat dari dekat bagaimana gerakan – gerakan sederhana ini ternyata membawa sukacita bagi orang – orang yang kita layani,” pungkas Mgr. Rolly.